Menggugah Kesadaran Anti-Fraud dalam Perusahaan dan Lembaga



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Belakangan ini, korupsi menjadi isu hangat di masyarakat. Menkopolhukam Mahfud M.D misalnya mengungkapkan adanya potensi korupsi sebesar Rp 300 triliun, yang sebagian besar terindikasi terjadi di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai. 

Kasus penganiayaan yang melibatkan anak seorang pejabat Dirjen Pajak juga menjadi perhatian publik.

Beberapa konsultan dari biro investigasi swasta, Founder dan CEO Aman Sentosa Investigation Agency (ASIA), Jubun, mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap fenomena fraud di perusahaan. 


Pria yang akrab disapa Detektif Jubun ini mengatakan, dampak negatif fraud sangat besar dan bisa mematikan perusahaan. Dia menegaskan bahwa kehancuran perusahaan atau lembaga karena kasus fraud sudah terjadi banyak dan beberapa tidak terungkap di media. 

Baca Juga: Kemenkeu Buka Suara Terkait Transaksi Janggal Pegawai Kemenkeu Rp 300 Triliun

“Kami sejak lama memberi perhatian khusus pada soal fraud ini. Dampak negatif fraud memang luar biasa besar. Kasus fraud di perusahaan, terutama fraud dalam bentuk korupsi atau penggelapan aset, bisa sangat mematikan,” ujar Jubun dalam keterangannya, Kamis (9/3).

Fraud adalah perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu, seperti manipulasi atau membeirkanl aporan yang keliru terhadap pihak lain.

Menurut mitranya, Libertus S. Pane atau Berry, proses pencegahan fraud belum berjalan optimal dan monitoring perilaku pemangku kepentingan individu berisiko belum efektif. 

Berry juga menjelaskan bahwa fraud merupakan "penyakit" umum dalam setiap jenis usaha atau lembaga, dalam berbagai skala dan terkadang bisa menjadi "badai" yang meluluhlantakkan perusahaan.

Menurut Delson Hutasoit, seorang pengamat dan praktisi anti fraud Aman Sentosa, sarana dan prasarana untuk mencegah, mengendalikan, dan menyelidiki perbuatan fraud secara efektif dapat dibentuk tanpa memerlukan sistem kerja dan teknologi yang super canggih. 

Namun, kesadaran anti fraud pada pimpinan puncak dan budaya anti fraud yang dimulai bahkan dari level terendah perlu didukung dengan media pemantauan oleh satuan kerja manajemen risiko dan satuan kerja audit internal (3 lines of defense). 

Baca Juga: Terkait Adanya Geng Pajak Rafael Alun, Ini Kata Kementerian Keuangan

Menurut konsultan lain di Biro Investigasi ASIA, kemauan kuat atau political will para pimpinan perusahaan menjadi "pintu masuk" untuk mengimplementasikan program anti fraud pada suatu lembaga, baik badan publik maupun lembaga swasta.

Mereka mengajarkan bahwa pembelajaran yang dapat dipetik dari kasus fraud adalah diperlukannya gerak serius, komprehensif, dan konkrit dalam penguatan budaya dan sistem anti fraud di perusahaan dan lembaga. 

Kuncinya, sekali lagi, ada pada kemauan. Visi pemerintahan yang bersih dan berwibawa tidak cukup dihidupkan, tetapi juga terus menerus dihidupi. Oleh karena itu, momentum yang terjadi akhir-akhir ini harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan besar-besaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli