Tak terasa, sudah enam tahun lumpur panas menyembur dari sumur milik Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo, Jawa Timur. Awalnya, lumpur yang keluar pertama kali 29 Mei 2006 itu hanya menggenangi wilayah pengeboran. Tapi kini, lumpur itu sudah menenggelamkan ribuan rumah, ratusan hektare sawah dan kebun, puluhan pabrik, bahkan jalan raya. Tak cuma suara nyaring dari warga yang terus menuntut ganti rugi. Banyak pihak yang juga menggugat pengalokasian anggaran negara untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Salah satunya datang dari Penyelamat APBN Korban Lapindo yang pada 29 Mei 2012 lalu mendaftarkan gugatan uji materiil alias judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), bertepatan dengan peringatan enam tahun lumpur Lapindo. Menurut mereka, Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Mereka keberatan jika pajak yang dibayarkan rakyat ke negara justru dipakai untuk menutup kerugian akibat lumpur Lapindo.
Menggugat triliunan duit rakyat ke lumpur Lapindo
Tak terasa, sudah enam tahun lumpur panas menyembur dari sumur milik Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo, Jawa Timur. Awalnya, lumpur yang keluar pertama kali 29 Mei 2006 itu hanya menggenangi wilayah pengeboran. Tapi kini, lumpur itu sudah menenggelamkan ribuan rumah, ratusan hektare sawah dan kebun, puluhan pabrik, bahkan jalan raya. Tak cuma suara nyaring dari warga yang terus menuntut ganti rugi. Banyak pihak yang juga menggugat pengalokasian anggaran negara untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Salah satunya datang dari Penyelamat APBN Korban Lapindo yang pada 29 Mei 2012 lalu mendaftarkan gugatan uji materiil alias judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), bertepatan dengan peringatan enam tahun lumpur Lapindo. Menurut mereka, Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Mereka keberatan jika pajak yang dibayarkan rakyat ke negara justru dipakai untuk menutup kerugian akibat lumpur Lapindo.