Menghapus harga semen jutaan rupiah di Papua



BANDUNG. Disparitas harga semen, terutama di area terpencil, sangat tinggi. Harga semen di Kabupaten Puncak, Wamena, dan wilayah pegunungan Papua lainnya mencapai Rp 800.000-Rp 2,5 juta per zak. Padahal, harga di Pulau Jawa Rp 70.000.

"Wamena contoh paling ekstrem. Indonesia terdiri dari 17.500 pulau, yang sudah terpantau ada 160-200 tempat dari yang berpenduduk sekitar 6.000 pulau. Minimal yang berpenduduk dulu yang terdeteksi disparitasnya," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan di Bandung, Senin (23/1/2017).

Oke menjelaskan, sejauh ini pihaknya baru berupaya mengurangi disparitas harga dengan mengembangkan 40 pelabuhan dan enam trayek maritim. Namun, hal itu baru dari sisi transportasi.


Untuk menangani disparitas harga, di Papua saat ini sedang dibangun trans-Papua antara Timika-Wamena. Dari total 170 kilometer, sekarang tinggal 60 kilometer.

Semen akan menjadi percobaan untuk menekan harga. Oke mengatakan, ada beberapa simulasi.

Misal, dengan kebutuhan 2 juta kilogram semen per bulan di Papua, biaya ongkos pesawat Rp 5.000 per kg, kapasitas angkut 15.000 kg dengan 133 penerbangan per bulannya.

"Kita butuh anggaran Rp 10 miliar agar disparitasnya menurun hingga 78%. Contoh itu untuk harga semen tadinya Rp 520.000 per zak, bisa ditekan menjadi Rp 114.000 per zak," kata dia.

Kalau subsidi dari pemerintah dikurangi, bisa berbeda lagi simulasinya. Ada beban harga yang harus ditanggung pedagang. Misalnya, subsidi pemerintah hanya Rp 2 miliar, sedangkan Rp 8 miliar sisanya dibebankan kepada pedagang.

Dengan perhitungan itu, disparitas harga semen akan turun 38% dan harga semen di Wamena yang tadinya Rp 520.000 per zak hanya bisa ditekan menjadi Rp 324.000 per zak.

Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi W Setijono mengemukakan, isu disparitas menjadi salah satu agenda sinergi BUMN. Kebetulan ada trigger dari pemerintah dengan program BBM satu harga. Hal ini pun bisa diadaptasi untuk semen. PT Pos sendiri dengan kelebihan jangkauannya bisa memberi informasi real time dan life data.

"Misalnya soal harga cabai, di satu daerah ada harga yang lebih murah, kami cari informasi soal ketersediaan 10 ton cabai, kemudian carikan pasarnya. Kami tidak punya lisensi sebagai trading company, biarlah BUMN yang memegang lisensi itu yang bergerak. Kami hanya mencarikan informasinya saja," ujarnya.

(Reni Susanti)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto