Mengharap Minyak Mumbul pada Tahun 2009



LONDON. Harga minyak kemungkinan akan melompat dari tahun terburuknya tahun ini ke level yang cukup tinggi, US$ 60 per barel seiring dengan pemangkasan yang dilakukan oleh OPEC untuk meng-counter perekonomian yang semakin terperosok sejak Perang Dunia II. Saar harga minyak terjerembap dari rekor tertingginya di bulan Juli lalu, konsumen di AS, Jerman dan Jepang menghadapi resesi pertamanya dalam enam dekade ini. Keterjungkalan harga minyak ini tak urung membatasi investasi untuk rig anyar, kilang minyak dan sumber energi alternatif; membuat suplai minyak kemudian meremuk. "Suatu titik ketika kita memasuki krisis, kita akan menemukan bahwa dukungan ini lebih tinggi dari US$ 40 per barel," kata Sarah Emerson, managing director Energy Security Analysis Inc. di Wakefield, Massachusetts. Ia menambahkan, "Penurunan permintaah telah terjadi. Banyak analis terlambat untuk menyadari hal ini. Musim panas depan, pasar mestinya akan kembali berbalik." Minyak mentah untuk pengiriman Februari diperdagangkan di level US$ 40,22 per barel, naik 20 sen di Nymex, pada pukul 8.43 waktu Singapura hari ini. Sementara itu, harga jagung telah turun 46% sejak 30 Juni di Chicago Board of Trade, dan tembaga telah menyusut 67% di London Metal Exchange. TNK-BP, perusahaan minyak patungan milik Rusia dengan BP Plc di london mengatakan pada 11 Desember lalu, bahwa pihaknya berencana untuk menciutkan investasi tahun depan dan akan menjaga produksinya di level yang "flat". Tak cuma itu saja, bujet Arab Saudi tahun depan sudah defisit 65 miliar real atau setara dengan US$ 17 miliar lantaran pendapatan produsen minyak terbesar di dunia ini menyusut. Royal Dutch Shell Plc, perusahaan minyak terbesar di Eropa, juga telah menunda kesepakatannya untuk memperluas proyek pasir dan minyak Athabasca di Kanada; serta menunda rencananya untuk mengembangkan US$ 3,5 miliar proyek batubara untuk dialihkan menjadi liquid di Australia. Analis mengharapkan harga minyak akan kembali mumbul tahun depan ke level US$ 70 per barel di kuartal keempat lantaran permintaan semakin besar dan pengguntingan produksi minyak oleh OPEC akan mengendalikan harga ini. Untuk mengingatkan, OPEC telah sepakat pada 17 Desember lalu untuk mengurangi produksi minyaknya dari 11 negara anggotanya menjadi 24,845 juta barel per hari. Jika harga minyak terus meluruhm, kelompok ini kemungkinan akan bertemu kembali sebelum jadwal pertemuan pada bulan Maret. "Faktor penentu harga minyak mentah tahun depan adalah seberapa dalam dan seberapa lama penurunan perekonomian global," kata Guy Caruso, yang juga staf Energy Information Administration sejak 2002 hingga September 2008. "OPEC telah mencoba dengan sangat keras untuk menghentikan "pendarahan" ini, tapi harus berkejaran dengan sesuatu yang tak bisa dikontrol; yaitu penurunan permintaan di tahun berikutnya," imbuhnya. OPEC dan Departemen Energi AS telah memprediksikan permintaan minyak dunia akan menyusut tahun depan setelah tergelincir tahun ini. International Energy Agency mengharapkan peningkatan sekitar 0,5% menjadi 86,3 juta barel per hari. Saham-saham energi dunia telah menderita dari kolapsnya minyak dunia. Lihat saja Exxon Mobil Corp., Shell dan BP yang terjungkal antara 16-18% tahun ini. Alhasil, ikut meremukkan indeks Standard & Poors 500 yang merosot 41% dan FT-SE 100 inggris juga kehilangan 33%. OPEC yang mengontrol kebutuhan minyak di dunia dengan menyuplai 40%-nya berharap bisa menggaet US$ 444 miliar dari ekspor minyaknya pada tahun 2009. Angka ini terbilang jauh lebih mini ketimbang tahun ini yang mencapai US$ 962 miliar.


Editor: