JAKARTA. Akhir bulan ini, pemerintah akan mulai menjajakan instrumen obligasi ritel ke publik. Namanya, Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR002. Periode penawaran dimulai 28 April dan berakhir pada 19 Mei 2016. Sebagai informasi, SBR adalah obligasi negara yang ditujukan bagi investor ritel. Instrumen ini mirip dengan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Sukuk Ritel (Sukri). Tapi, berbeda dengan ORI yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder, SBR ibarat tabungan yang tidak dapat diperdagangkan (
non-tradeable). Saving Bond Ritel pertama, seri SBR001 diterbitkan pada 2014 silam. Jadi, tahun ini, merupakan penerbitan seri kedua. Calon investor bisa mengoleksi SBR002 dengan merogoh kocek minimal Rp 5 juta. Adapun, maksimal pembelian mencapai Rp 5 miliar.
Tertarik menjajal instrumen ini? Sebelum memutuskan, ada baiknya Anda mengenal lebih dulu spesifikasi serta plus minus SBR002. Apalagi, berbeda dengan seri sebelumnya, ada fitur terbaru yang disematkan pada seri SBR002. Perubahan fitur diharapkan bisa menjadi daya tarik instrumen SBR002. Berikut karakteristiknya. 1. Bertenor dua tahun Masa jatuh tempo SBR002 lebih pendek dibandingkan dengan obligasi ritel lainnya, seperti ORI dan Sukuk ritel (Sukri) yang bertenor tiga tahun. 2. Kupon mengambang dengan tingkat kupon minimal (
floating with floor) Pemegang SBR akan mendapatkan kupon yang dibayarkan bulanan. Penyesuaian kupon dilakukan setiap tiga bulan. Acuan kupon yakni: LPS rate +
spread tetap. Namun, Direktur Surat Utang Negara (SUN) DJPPR Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting belum mau merinci besaran
spread tetap SBR002. "
Spread tetap dan kupon minimal akan ditetapkan pada tanggal penetapan kupon," ujarnya, Selasa (5/4). Sebagai gambaran, seri SBR001 mematok kupon: LPS rate + 125 basis poin (bps). Adapun, tingkat floor atau kupon minimal sebesar 8,75%. Floor tersebut sesuai dengan kupon awal penerbitan SBR001 yaitu LPS rate 7,5% + 125 bps. 3. Pajak sebesar 15% Besaran pajak imbal hasil SBR002 sama dengan obligasi lainnya yaitu 15% dari nominal kupon bulanan. Pajak ini lebih rendah ketimbang pajak deposito yang sebesar 20%. 4. Ada mekanisme
early redemption Inilah fitur baru yang disematkan pada SBR002. Sebelumnya, pemegang seri SBR001 harus memegang hingga jatuh tempo dua tahun. Nah, dengan adanya mekanisme
early redemption, nantinya pemegang SBR002 boleh menjual kembali setelah satu tahun. Menurut Loto, penjualan kembali maksimal 50% dari nominal pembelian awal. Pemerintah yang akan membeli kembali instrumen ini, namun pendaftaran dilakukan melalui agen penjual. Rencananya, harga jual kembali
at par dan tidak dipungut ongkos untuk
early redemption. 5. Non
tradeable Meski bisa dijual setelah satu tahun, namun SBR002 tetap tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Proyeksi spread 75-125 bps Analis Capital Asset Management Desmon Silitonga memprediksi, pemerintah akan memberikan
spread tetap sebesar 100 hingga 125 basis poin. Dengan asumsi tersebut, maka besaran kupon jika menggunakan LPS rate saat ini (7,25%) adalah berkisar 8,25%-8,50%. Proyeksi tersebut mempertimbangkan tingkat kupon SBR001 yang saat ini di level 8,75%. "Jadi, kalau seri terbaru mematok kupon jauh di bawah itu, investor mungkin kurang tertarik," tuturnya. Meski demikian, Desmon menilai, pemerintah punya kans untuk nego kupon dengan adanya mekanisme
floor dan
early redemption. Tingkat kupon minimal menjadi jaminan bagi investor, jika sewaktu-waktu LPS rate turun signifikan. Anup Kumar, analis Obligasi Bank Maybank Indonesia menyebut, SBR002 menarik apabila
spread tetap berkisar 100-125 bps. Pertimbangannya,
pertama,
spread SBR002 tidak mungkin di atas
spread SBR001 yang sebesar 125 bps, sebab kondisi pasar obligasi sedang menguat.
Kedua, adanya mekanisme
early redemption menjadi daya tawar bagi pemerintah untuk menurunkan besaran
spread dari tahun lalu.
Ketiga, imbal hasil Surat Utang negara (SUN) bertenor dua tahun di pasar sekunder saat ini berkisar 7,30%-7,40%. Kemarin (7/4), seri FR0048 yang jatuh tempo pada Agustus 2018 diperdagangkan dengan
yield 7,37%. "Spread SBR002 dengan SUN bertenor sama sebesar 80 bps, masih menarik," kata Anup. Masih ungguli deposito Anup menghitung, dengan proyeksi
spread tetap 100-125 di atas LPS rate,instrumen SBR002 jauh lebih menguntungkan ketimbang deposito. Apalagi, pajak yang dipatok hanya 15%, lebih rendah dibandingkan pajak deposito sebesar 20%. "Memang dari sisi tenor, deposito lebih pendek. Namun, SBR002 juga punya pilihan untuk dijual setelah setahun" tuturnya. Bahkan, Anup menduga, kupon SBR002 akan lebih menarik ketimbang sukuk ritel seri SR008 maupun seri ORI berikutnya. Seperti diketahui, pada awal tahun ini, pemerintah telah menerbitkan SR008 bertenor tiga tahun dengan kupon 8,30%. Nah, SBR dengan tenor lebih pendek, kalau bisa membagikan kupon setara 8,5%, artinya akan lebih menguntungkan. Selanjutnya, ia menduga, kupon ORI tahun depan pun akan di bawah kupon seri SR008. Pertimbangannya, asumsi BI
rate masih berpeluang turun, ekonomi Indonesia membaik, dan tren penurunan
yield obligasi. Sementara, Desmon menilai, sekalipun kupon SBR002 berada di bawah level 8%, investor masih berpeluang mengejar instrumen ini. Menurutnya, investor akan membandingkan SBR002 dengan instrumen deposito yang saat ini bunganya cenderung turun. Seperti diketahui, besaran rata-rata bunga deposito tercermin dari tingkat LPS rate. Akhir Maret lalu, LPS rate baru dipangkas sebesar 25 basis poin ke level 7,25%. Ini menyusul tren perbankan yang menurunkan bunga deposito. "Sementara kupon SBR002 pasti di atas LPS rate, sehingga instrumen ini lebih menarik dibandingkan deposito," imbuh Desmon. Simulasi Cuan SBR002 Misalnya, Andi membeli SBR002 senilai Rp 100 juta. Sementara, kupon dipatok sebesar: LPS rate + 125 bps. Maka, perhitungan kupon bulanan yang akan didapat dengan tingkat LPS rate 7,25%, sebagai berikut: Tingkat kupon: 7,25% + 125 bps = 8,50% Kupon bulan ke-1: 8,50% x Rp 100 juta / 12 bulan = Rp 708.333 Pajak: 15% x Rp 708.000 = Rp 106.249
Nominal kupon bersih bulan ke-1: Rp 602,084 Andi akan menerima besaran kupon bersih dengan nilai yang sama hingga bulan ketiga. Namun, setelah tiga bulan ada penyesuaikan kupon untuk tiga bulan berikutnya. Apabila saat penyesuain kupon, tingkat LPS rate turun jadi 7%. Simulasinya menjadi: Tingkat kupon: 7,0% + 125 bps = 8,25% Kupon bulan ke-4: 8,25% x Rp 100 juta / 12 bulan = Rp 687.500 Pajak: 15% x Rp 687.500 = Rp 103.125
Nominal kupon bersih bulan ke-4: Rp 584.375 Sebagai perbandingan, jika Andi menyimpan dana dengan nominal yang sama di deposito bertenor 12 bulan dengan bunga 7% per tahun. Maka, imbal hasil yang akan didapat sebagai berikut: Bunga deposito bulanan: 7% x Rp 100 juta / 12 bulan = Rp 583.333
Pajak: 20% x Rp 583.333 = Rp 116.666
Bunga deposito bersih Rp 466.666 per bulan Jadi, berminat mengoleksi SBR002? Anda bisa berburu instrumen ini melalui 24 agen penjual yang ditunjuk pemerintah. Agen penjual SBR002 sama seperti agen ORI dan SR008. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini