Mengintip berkah penguatan rupiah bagi grup Bakrie



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah tercatat makin percaya diri berada di bawah Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data RTI, sejak awal tahun atau year to date (ytd) rupiah menguat 3,56% ytd ke level Rp 13.955 per dollar AS.

Kondisi ini tentunya memberikan angin segar kepada Grup Bakrie. Sebagaimana diketahui, emiten-emiten grup ini mempunyai portofolio utang dalam bentuk dollar AS yang cukup banyak. Sebut saja PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Pada kuartal III-2018, BNBR memiliki utang dalam bentuk dollar AS sebesar US$ 530 juta. Angka ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar US$ 636 juta. Di sisi lain, pada periode yang sama, kerugian dari selisih kurs meningkat menjadi Rp 784,35 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,81 miliar. Membengkaknya rugi kurs dikarenakan pelemahan rupiah yang terjadi pada 2018.


Sebelumnya, BUMI juga hendak melakukan penyelesaian utang senilai US$ 1,6 miliar dengan skema pencicilan tranche yang dilakukan secara bertahap. Berbeda dengan BNBR, BUMI justru lebih kuat terhadap terpaan nilai tukar. Pada kuartal-III 2018 lalu saja, BUMI justru mendapatkan laba dari selisih kurs sebesar US$ 3,19 juta.

Direktur PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava mengatakan secara umum BUMI tertolong dari natural lindung nilai (hedging) akibat naik turunnya nilai tukar rupiah.

“Pendapatan kami dalam bentuk dollar AS. Dan, 90% pengeluaran juga dalam bentuk dollar AS. Jadi dampak fluktuatif nilai tukar tidak akan berdampak besar,” ujar Dileep kepada Kontan.co.id, Selasa (5/2).

Menurutnya saat ini kondisi rupiah sudah baik dan stabil. Diikuti dengan harga batubara berkalori tinggi yang juga stabil. Namun menurutnya, masih terlalu awal untuk melihat kondisi ke depan akan seperti apa. Pihaknya masih optimistis pendapatan BUMI tahun 2019 akan naik 5% dibanding tahun lalu.

Muhammad Nafan Aji, Analis Binaartha Sekuritas mengatakan, penguatan rupiah akan berdampak positif dalam jangka panjang. Terutama bagi emiten yang memiliki utang yang cukup besar dalam bentuk dollar AS.

“Ini akan jadi sentimen positif. Beban dalam bentuk dollar AS akan lebih ringan,” ujar Nafan.

Menurutnya, emiten akan bisa lebih efisien di kondisi saat ini. Beban dan pengeluaran yang harusnya timbul akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah akan turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi