Mengintip Kinerja Reksadana Sepanjang Tahun 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam setahun terakhir, tren pergerakan harga saham cenderung fluktuatif. Meski demikian, secara tahunan IHSG mampu mencetak return sebesar 10,08%.

Infovesta Utama dalam rilis mingguannya yang dikeluarkan Senin (3/1) menyatakan, pemulihan ekonomi yang semakin nyata dan mobilitas masyarakat yang meningkat menjadi penopang laju IHSG. 

“Krisis energi yang melanda sejumlah negara maju di mana menaikkan permintaan batubara dalam negeri turut menjadi katalis positif bagi perbaikan neraca keuangan emiten di sektor energi batubara,” tulis Infovesta Utama dalam risetnya.


Baca Juga: Reksadana Campuran Mencatatkan Kinerja Paling Apik Sepekan Terakhir

Di sisi lain, IHSG pada tahun ini juga sempat turun paling dalam pada 19 Mei 2021 hingga -3,65%. Penurunan tersebut disebabkan oleh kekhawatiran virus varian Delta yang menyerang India yang kemudian merebak ke Indonesia hingga mencapai puncaknya pada akhir Juni 2021.

Sementara di pasar surat utang, tren pergerakan harga SBN cenderung stabil dibandingkan pasar saham. Tercatat, kenaikan kinerja tertinggi terjadi pada penutupan perdagangan akhir tahun atau 30 Desember 2021 sebesar 4,44%. Sementara penurunan terdalam pada 9 Maret 2021 sebesar -1,72%. 

Infovesta Utama menyebut, rencana pengetatan likuiditas yang aktif dikomunikasikan The Fed, krisis utang perusahaan raksasa properti China, serta ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) menjadi sentimen yang menekan pasar SBN. 

Baca Juga: Rupiah Melemah pada Senin (3/1) Pagi

“Namun, fundamental ekonomi yang cukup solid dan Bank Indonesia yang dinilai berhasil dalam mengambil langkah-langkah dalam menghadapi guncangan global seperti penerapan stress test menghadapi dampak tapering, burden sharing hingga local currency settlement, mendorong pasar SBN dan nilai tukar cenderung lebih resilient,” imbuh Infovesta Utama.

Sedangkan untuk portfolio instrumen pasar uang cukup terdampak sejalan dengan tren suku bunga rendah yang berada di level 3,5%. Level terendah sepanjang sejarah tersebut menyebabkan imbal hasil ikut tergerus. Belum lagi, likuiditas yang melimpah pada perbankan lantas membuat LPS menurunkan LPS rate menjadi 3,5% hingga Januari 2022. 

Meski demikian, pasar uang tetap diminati mengingat sifatnya sebagai instrumen yang paling aman, sehingga kerap digunakan sebagai tempat dalam memarkirkan dana.

Dengan berbagai katalis di atas, tidak serta merta mengangkat kinerja tahunan reksadana. Infovesta Utama memaparkan, secara umum kinerjanya tercatat lebih rendah dari indeks acuan. Tercatat, kinerja reksadana saham hanya tumbuh 1,03% dan reksadana pendapatan tetap sebesar 2,32%. 

Baca Juga: Penghimpunan Dana Pasar Modal 2021 Mencapai Rp 363,3 Triliun

Di sisi lain, kinerja reksadana campuran tercatat cukup baik sebesar +4,94% yang merupakan kenaikan tertinggi. Kemudian diikuti oleh kinerja reksadana pasar uang sebesar 3,26%. 

Jika ditinjau diri dana kelolaannya dalam setahun terakhir, total AUM berdenominasi rupiah dan dolar turun 2,49% menjadi Rp 604,77 triliun. Secara terperinci, AUM reksadana saham naik 3,12% dengan dana kelolaan sebesar Rp143,99 triliun. Berikutnya, reksadana pendapatan tetap tumbuh sebesar 12,89% dengan AUM senilai Rp159,13 triliun. Reksadana pasar uang menempati posisi pertumbuhan AUM tertinggi dalam setahun terakhir sebesar +13,61% dengan AUM senilai Rp107,38 triliun.

Tahun 2022 diperkirakan cukup menantang dengan penyebaran virus Covid-19 yang kembali meningkat di dunia dan adanya ekspektasi kenaikan suku bunga. “Dalam satu hingga dua bulan ke depan di mana varian Omicron yang sudah masuk ke dalam negeri dan mengakibatkan investor wait and see, reksadana pasar uang dapat menjadi pertimbangan,” tutup Infovesta Utama.

Baca Juga: Presiden Jokowi Membuka Perdagangan BEI 2022, IHSG naik ke 6.638

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati