Mengintip Nasib Bitcoin Pasca The Fed Memutuskan untuk Mempercepat Tapering



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada awal Desember, industri aset kripto mengalami penurunan yang signifikan. Pasalnya, tercatat, sekitar US$ 400 miliar telah keluar dari pasar kripto. Tak hanya itu, Bitcoin juga turun sekitar 20% dari US$ 57.000 ke titik terendahnya di US$ 42.000 per BTC.

Partner at Bullwhales Timotius Henry Laksmana mengamati, beberapa sentimen negatif seperti isu varian baru Covid-19, pelaporan tutup pembukuan 2021 untuk pajak tahunan, dan efek sentimen market global yang ikut mengalami penurunan.

Trader-trader yang mengalami over leveraged pun harus melakukan jual paksa karena likuidasi yang makin menambah tekanan jual dari berbagai koin kripto, terutama bitcoin. Sekitar US$ 2,5 miliar terlikuidasi saat itu,” tulis Henry dalam risetnya, Jumat (17/12)


Di sisi lain, Henry justru melihat market memiliki respons lain menyikapi penurunan ini. Beberapa altcoin justru terlihat mendominasi pasar, seperti Luna yang naik 27%.  Sementara Ethereum, meski mengalami penurunan sekitar 18%, namun justru mengalami penguatan terhadap bitcoin secara signifikan. Hal ini terlihat dominasi bitcoin mengalami penurunan sekitar 2% dan di saat yang sama dominasi Ethereum mengalami peningkatan sebesar 1%.

Baca Juga: Pasar Kripto Menghijau, Harga 4 Mata Uang Kripto Ini Naik Di Atas 10%

Sejauh ini, ia melihat volume uang yang keluar dari pasar kripto belum terlihat mulai kembali masuk. Menurutnya, para investor baik dari institusi maupun ritel masih sama-sama menunggu dan mengamati respon pasar. Hal ini membuat harga Bitcoin bergerak stagnan di kisaran US$ 46.000-US$ 48.000.

Lebih lanjut, ia menyebutkan salah satu faktor yang turut mempengaruhi hal tersebut adalah terkait keputusan Fed dalam rapatnya pada pertengahan bulan Desember ini. 

The Fed mengumumkan kebijakan moneter AS, termasuk salah satunya isu percepatan tapering, yang dapat berpengaruh besar pada volatilitas harga.

“Cukup bijak bagi investor untuk menyikapi dengan menunggu dan mengamati respon pasar, terutama bila ada konfirmasi pembalikan arah. Khusunya setelah melewati masa waktu penting tersebut, seperti keputusan rapat Fed, dan masa waktu pelaporan pambukuan tahunan, sebelum kembali mulai masuk ke pasar kripto,” imbuhnya.

Henry menyebut, hasil rapat the Fed pada Kamis (16/12) dapat disimpulkan bahwa fokus mereka adalah untuk melawan inflasi yang cukup tinggi di AS saat ini. Salah satunya adalah dengan melakukan percepatan tapering hingga Maret 2022 dan setelahnya dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga, untuk menahan kenaikan laju inflasi.

Menurutnya, hal tersebut berpotensi menurunkan tekanan beli bagi aset lain, seperti saham, dan kripto untuk tahun depan. Walau pasar kripto justru memberi respon yang berbeda. Terjadi lonjakan pada beberapa koin seperti Bitcoin yang naik 5.5%, dan Ethereum sebesar 5.2% menjelang dan saat pengumuman dari hasil rapat The Fed.

Baca Juga: Sempat melonjak berkat Elon Musk, bagaimana harga Dogecoin hari ini, Kamis (16/12)?

Saat ini, Henry melihat level support Bitcoin yang lumayan kuat di US$ 46.500. Namun, jika sampai ada berita baru, seperti ledakan kasus Omicron, tidak menutup kemungkinan Bitcoin bisa turun dan support terkuat di US$ 42.000. Namun, jika Bitcoin bisa bertahan dan menembus area US$ 59.000 - US$ 60.000, akan terkonfirmasi bisa bakal lanjut menguat.

Adapun, merujuk Coinmarketcap, saat ini harga Bitcoin berada di level US$ 47.811 per BTC atau melemah 2,22% dalam 24 jam terakhir.

“Untuk waktu dekat, trader dapat memanfaatkan volatilitas harga untuk mengambil keuntungan singkat, dan tetap berjaga-jaga untuk sentimen tahun depan. Oleh karena itu, bisa buy the rumour, sell the news,” tutup Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi