KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang pengujung tahun, pasar kini mulai bersiap-siap menyambut tahun depan yang memiliki tema besar pemulihan ekonomi. Diperkirakan, pemerataan vaksinasi, kebijakan fiskal dan finansial pemerintah, serta pertumbuhan struktural yang kuat diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun mendatang. Bank Indonesia (BI) sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 akan berkisar 4,7%-5,5%. Senior Economist Bank DBS Indonesia Radhika Rao menilai positif target tersebut. Menurutnya, terdapat tiga hal penting yang dapat memicu terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2022. Pertama, Indonesia diprediksi akan berhasil memberikan dosis vaksin penuh kepada 99% dari total populasi dewasa pada bulan Maret 2022. Kedua, kemungkinan Indonesia yang akan menawarkan lebih banyak investasi dan bergerak pada sektor komoditas hilir serta akselerasi digitalisasi, akan mengembalikan pada pertumbuhan yang stabil.
“Ketiga, laporan fiskal Indonesia yang memuaskan dan langkah-langkah untuk mengurangi pajak pada ratio GDP akan memperkuat rasio utang dibandingkan negara lain di Asia,” kata Radhika dalam siaran pers, Kamis (2/12).
Baca Juga: Ekonom sebut minat investor SBN ritel akan menurun di 2022, begini alasannya Radhika juga menyampaikan bahwa program vaksinasi merupakan salah satu kunci dari keberhasilan penanganan pandemi di Indonesia. Dengan terlaksananya program vaksinasi secara masif dan terstruktur, mobilitas masyarakat akan meningkat dan hal ini memicu aktivitas perekonomian untuk mulai berjalan kembali. Jika dapat terus dipertahankan, ekspektasi pemulihan ekonomi, serta pergerakan komponen lain seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, hingga ekspor dan impor dapat berjalan sesuai harapan Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa disahkannya asumsi dasar ekonomi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2022 menjadi tolok ukur pemerintah Indonesia dalam menyongsong perekonomian di tahun 2022. Menurutnya, terdapat empat poin penting dalam kesepakatan RAPBN tersebut, yakni, pertama, pertumbuhan ekonomi disepakati berada di kisaran 5,2% hingga 5,5%. Kedua, laju inflasi ditetapkan 3%. Ketiga, nilai tukar rupiah ditentukan untuk tidak lebih dari Rp14.350 per dollar Amerika Serikat, dan terakhir, tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 2022 ditetapkan sebesar 6,8%. “Pemerintah juga menyetujui sejumlah langkah perpajakan untuk mengompensasi penerimaan yang melemah dan kebutuhan pengeluaran lebih tinggi karena pandemi. Dengan adanya asumsi dasar ekonomi makro RAPBN dan langkah-langkah ini, memperbesar kemungkinan masyarakat Indonesia untuk mengoptimalkan peluangnya dalam berinvestasi,” imbuh dia.
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,17% tahun depan Sedangkan Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengungkapkan, Indonesia akan mengalami ekspansi pertumbuhan di tahun 2022. Sebagai produsen besar dari berbagai komoditas penting dunia, Indonesia menyediakan natural hedge yang menjadi penyelamat ekonomi di tengah terjadinya inflasi tinggi di berbagai kawasan. Selain itu, Indonesia juga memiliki
structural stories yang sehat, berbeda dengan banyak negara di Asia yang mengalami peningkatan rasio utang dan jumlah penduduk memasuki usia lanjut. Beberapa hal tersebut ikut meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia, di tengah tren diversifikasi oleh investor yang dipicu masalah geopolitik serta pandemi.” “Aliran dana asing telah kembali masuk ke pasar saham, bahkan semakin kuat menjelang pengetatan moneter The Fed. Indonesia akan bertumbuh karena pembukaan kembali perekonomian pada tahun 2022,” ujar Katarina.
Terkait rotasi sektoral yang sedang terjadi, ia melihatnya sebagai fenomena yang wajar didukung oleh membaiknya situasi pandemi dalam negeri. Menurutnya, ekonomi digital juga masih sangat menarik dengan prospek pertumbuhan kuat, terutama didukung oleh potensi inklusi pada indeks saham global. Ia menyebut sektor teknologi,
green economy, dan telekomunikasi tetap menjadi sektor pilihan. “Sementara itu, pasar obligasi dinilai siap dalam menghadapi perubahan sentimen global. Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia. Kami memiliki pandangan yang positif terhadap pasar modal di tahun 2022,” tutup Katarina.
Baca Juga: Kondisi pasar tahun depan diprediksi membaik, saham-saham ini bisa dilirik Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati