Mengintip Peluang Cuan dari Saham Laggard

Mengintip Peluang Cuan dari Saham Laggard


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak volatile. Hal ini tak lepas dari sejumlah saham laggard alias pemberat didominasi oleh saham big caps.

Adapun 10 saham yang menjadi saham laggard sejak awal tahun adalah ADRO, BUMI, PGAS, ADMR, ARTO, CPIN, TPIA, EMTK, TOWR, dan BEBS. Bahkan, saham CPIN, TPIA, dan ADMR tercatat masuk dalam daftar laggard sepanjang April berjalan ini.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, sentimen global juga ikut mempengaruhi tertinggalnya saham-saham tersebut. Dia mencontohkan, dari sektor energi yang melemah akibat lesunya permintaan global.


Equity Research Phintraco Sekuritas Rio Febrian pelemahan saham sektor energi, salah satunya disebabkan oleh penurunan harga batubara. "Harga Newcastle Coal turun sebesar 52,06% ytd menjadi US$ 193,75/ton per Kamis (6/4)," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/4).

Baca Juga: IHSG Diproyeksi Menguat, Intip Rekomendasi Teknikal Saham: BUMI, INDY, EMTK dan ACES

Meski begitu, saham-saham tersebut dinilai masih memiliki potensi yang apik. Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian menilai kuartal kedua ini seharusnya sudah agak lebih stabil, apalagi asing mulai masuk.

Menilik RTI, sepekan terakhir asing tercatat melakukan net buy di seluruh pasar sebesar Rp 2,06 triliun. Lalu, pada penutupan Selasa (11/4), asing mencetak net buy Rp 591,35 miliar.

Dari emiten-emiten tersebut, Nico melihat prospek TPIA dan CPIN masih menarik. Dia menyebut, harga TPIA masih tertinggal katalisnya berasal dari kerugian yang dicatatkan hingga US$ 149 juta.

Selain itu, dari sisi top line sudah tergerus ditambah beban operasionalnya mengalami kenaikan yang disebabkan beban bunga yang naik hingga 22%. "Meski fundamentalnya tertekan, tetapi katalis yang menopang yakni penambahan jumlah saham hingga 1,35 miliar saham oleh konglomerasi Prajogo Pangestu ke TPIA melalui skema akuisisi," kata Nico.

Baca Juga: Wall Street Bergerak Tipis pada Selasa (11/4), Investor Menunggu Data Inflasi AS

Kemudian untuk CPIN harga sahamnya tertekan lantaran penurunan laba yang memang juga dipengaruhi kenaikan tipis sisi top line dan kenaikan beban operasi serta rugi selisih kurs. Namun, katalis positifnya berasal dari fluktuasi harga komoditas ayam dan permintaan yang cukup baik menjelang Lebaran.

Senada, Rio juga menjagokan kedua emiten tersebut. Salah satu faktor utama adalah potensi terjadi peningkatan permintaan yang secara historis terjadi menjelang libur dan hari raya termasuk Hari Raya Idul Fitri.

Hal ini terlihat dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mulai stabil menyentuh level pra-pandemi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Februari 2023 berada di 122,4 dibanding rata-rata IKK pra-pandemi yakni 124,5.

"Ini menunjukkan pemulihan konsumsi masyarakat ke level pra-pandemi dan berpotensi menjaga permintaan atau konsumsi masyarakat karena pemulihan ekonomi pasca Covid-19," tegas Rio.

Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjutkan Penguatan, Ini Saham Rekomendasi Analis, Rabu (12/4)

Dari sisi suplai, Indeks PMI Manufaktur Indonesia naik ke 51,9 per Maret 2023. Level tersebut relatif di atas level ekspansif yakni 50.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memperkirakan inflasi 2023 secara tahunan akan turun ke 1%-3% di tahun 2023. Hal ini juga ditunjukkan dari inflasi bulan Maret 2023 di 4,97% yoy dari level 5,47% yoy di Februari 2023. 

Dengan demikian, CPIN dan TPIA berpotensi mencatatkan kenaikan kinerja atau pendapatan menjelang hari Raya Idul Fitri. "Menyusul pemulihan konsumsi masyarakat yang ditunjukkan dari IKK dan Manufaktur di tengah perkiraan penurunan inflasi di tahun 2023," jelasnya.

Selain itu secara teknikal kedua saham tersebut berpotensi menguat. CPIN berpotensi melanjutkan penguatan ke kisaran Rp 4.800, ditunjukkan oleh Stochastic RSI cenderung bergerak naik dari oversold area, didukung dengan penyempitan slope dari MACD.

Untuk TPIA, pelemahan akan cenderung terbatas. Hal ini ditunjukkan dari Stochastic RSI yang berada di oversold area. Potensi uji level Rp 2.290, jika bertahan di atas Rp 2.230 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati