Mengintip peluang reksadana saham di tengah PSBB Jakarta yang kembali diperketat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II diperkirakan cukup memberi dampak terhadap kinerja reksadana saham. 

Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Toufan Yamin mengatakan, secara jangka pendek keputusan tersebut akan cukup memberi imbas. Pasalnya, kegiatan ekonomi yang sudah sempat pulih akan kembali sedikit terhenti. Namun, imbasnya dinilai akan relatif terbatas mengingat penerapan PSBB kali ini tidak seketat yang sebelumnya.

Kendati demikian, Toufan menilai reksadana saham masih punya prospek yang cukup menarik jika secara jangka panjang. Menurutnya, saat ini investor asing hanya keluar sementara dari pasar saham, namun masih melirik Indonesia sebagai emerging market yang menarik. Tercermin dari ketika saham terkoreksi cukup besar, obligasi Indonesia justru stabil.


Baca Juga: Tanggung kerugian Rp 34,6 miliar, nasabah PT Narada lapor ke Polisi

“Jadi investor asing memilih keluar dari saham dan masuk dulu ke obligasi seiring dengan yield kita yang menarik, Credit Default Swap (CDS) yang rendah, dan rupiah yang stabil. Terlebih, pada November akan ada dua sentimen yang bisa mendorong kinerja reksadana saham, yakni Pemilu Amerika Serikat (AS) dan kejelasan mengenai omnibus law,” kata Toufan, Rabu (16/9).

Berdasarkan hitungan Toufan, IHSG secara historical memiliki masa bottoming sekitar enam bulan. Misalnya pada tahun 2002 yang selama enam bulan dan tahun 2008 selama lima bulan. Sementara untuk tahun ini, Toufan bilang masa bottoming baru terjadi sekitar empat bulan. Dengan kondisi tersebut, Toufan menilai saat ini bisa jadi momen yang menarik untuk masuk ke reksadana saham.

Toufan menganalisis saham-saham yang menarik untuk dikoleksi adalah saham perbankan. Selain saham ini merupakan market cap IHSG, secara valuasi sahamnya juga masih cukup murah karena diperdagangkan dua kali buku. Saham-saham perbankan juga merupakan kelompok saham yang akan pertama dibeli investor asing ketika masuk lagi ke pasar modal.

Selain itu, saham emiten pertambangan juga menjadi salah satu yang menarik. Pertimbangan Toufan adalah saham ini akan diuntungkan oleh permintaan komoditas yang melonjak ketika ekonomi mulai pulih. Pasalnya, ketika hanya ekonomi China yang baru pulih, sudah berhasil dorong harga komoditas komoditas. Ketika secara global juga pulih, tentu harga komoditas akan semakin meroket.

Baca Juga: Eastspring: Bursa global volatile, reksadana offshore berprospek cerah usai pandemi

“Salah satu produk unggulan kami adalah Sucorinvest Equity Fund di mana portofolio utamanya berisikan saham perbankan, pertambangan, dan consumer goods. Kami mengelola reksadana ini secara efektif dan terbukti telah berhasil mengalahkan pertumbuhan IHSG sebanyak tujuh kali sejak diterbitkan sembilan tahun silam,” sambung Toufan.

Terkait proyeksi IHSG pada akhir tahun, Toufan mengatakan ada tiga skenario. Pertama, jika pemilu AS berjalan lancar, ia optimistis IHSG mencapai level 5.500. Sementara jika memperhitungkan omnibus law berjalan mulus pada akhir Oktober, ia menghitung IHSG akan ke 5.700. Namun, jika ternyata semua berjalan tidak sesuai perkiraan dan PSBB lebih ketat lagi, bukan tidak mungkin IHSG akan berada di 5.300.

“Bagaimanapun, masih ada potensi upside untuk saham pada tahun ini, sementara untuk jangka panjang jelas lebih prospektif dan menarik. Oleh karena itu, untuk jangka panjang investor bisa mengalokasikan investasinya sebesar 40% untuk reksadana saham, 20% reksadana pendapatan tetap, dan 40% reksadana pasar uang,” pungkas Toufan.

Selanjutnya: Bahana TCW: Reksadana offshore tetap menarik meski dolar AS melemah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi