KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah ditunggu-tunggu pasar, akhirnya Federal Reserve (The Fed) resmi menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 1%. Merespons langkah The Fed, berbagai bank sentral global lainnya diekspektasikan juga akan segera menaikkan suku bunga acuan masing-masing. Menyambut tren kenaikan suku bunga, para investor pun bersiap untuk mengatur ulang kembali portofolio investasinya agar tetap bisa mendapatkan imbal hasil yang optimal. Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, instrumen investasi yang paling diuntungkan dengan kenaikan suku bunga adalah reksadana pasar uang. Pasalnya, ketika suka bunga naik, maka bunga deposito yang merupakan portofolio utama reksadana pasar uang juga ikut naik.
Baca Juga: IHSG Turun dari Level 7.000, Berpotensi Teknikal Rebound Sementara itu, instrumen investasi yang paling dirugikan oleh kenaikan suku bunga adalah obligasi. Hal ini karena naiknya suku bunga akan membuat harga obligasi turun. Ia menyebut, obligasi negara dan reksadana pendapatan tetap yang mayoritas berisikan SBN akan tertekan dalam jangka pendek ini. “Namun, ini justru bisa menjadi peluang yang menarik untuk masuk karena harganya yang sedang murah. Jadi, bagi investor dengan time horizon jangka panjang, koreksi ini bisa dimanfaatkan untuk membeli SBN ataupun reksadana pendapatan tetap,” ujar Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (9/5). Kenaikan suku bunga dinilai juga akan berdampak pada pasar saham. Kendati begitu, Wawan melihat dampaknya hanya akan bersifat sementara dan koreksi yang terjadi akan diikuti dengan
rebound.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Susunan Portofolio Investasi di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga Menurutnya, kenaikan suku bunga saat ini tidak akan menghambat pertumbuhan ekonomi lantaran pemicu kenaikannya adalah inflasi yang tinggi seiring dengan pemulihan ekonomi itu sendiri. Alhasil, pemulihan ekonomi ke depannya diperkirakan masih akan berlanjut dan bisa jadi katalis positif untuk sektor saham. “Oleh karena itu, masuk ke saham-saham yang sedang terkoreksi imbas dari pengumuman dan ketidakpastian belakangan ini bisa jadi opsi yang tak kalah menarik,” imbuh Wawan. Wawan menjelaskan, ketidakpastian yang dimaksud adalah pasar yang saat ini tengah menunggu respons Bank Indonesia terhadap keputusan The Fed. Pasar menantikan kepastian apakah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan, lalu seberapa besar kenaikannya.
Baca Juga: Yield SUN Acuan Melewati 7% di Perdagangan Perdana Pascalibur Selain itu, kekhawatiran lain yang patut dipertimbangkan adalah potensi kenaikan kasus Covid-19 pasca libur panjang lebaran kemarin. Jika sampai terjadi lonjakan kasus dan membuat pemerintah kembali mengetatkan PPKM, maka besar kemungkinan pemulihan ekonomi Indonesia akan kembali terhambat. Saat ini, Wawan merekomendasikan para investor untuk menggunakan alokasi 40% untuk saham, 40% untuk obligasi, dan 20% untuk pasar uang. Sementara bagi yang berprofil agresif, bisa meningkatkan alokasi untuk saham menjadi 50%, lalu obligasi dan pasar uang masing-masing 30% dan 20%. “Namun, format alokasi ini idealnya untuk yang memiliki
time horizon tiga tahun ke atas,” tutup Wawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati