KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta persaingan bank digital bakal semakin sengit, seiring upaya WeLab dan Astra International (ASII) mengakuisisi Bank Jasa Jakarta. Pasalnya, bank kecil ini akan disulap menjadi bank digital dengan rencana perilisan produk digital di tahun depan. Kehadiran bank digital baru ini akan berlaga dengan pemain yang sudah terlebih dahulu menjalankan bisnis bank digital. Bahkan, secara Aset Bank Jago (ARTO) dan Bank Neo Commerce (BBYB) saling balapan memiliki aset terbesar. Hingga Agustus 2022, ARTO memiliki aset sebesar Rp 15,83 triliun. Hanya terpaut kurang dari Rp 100 miliar dengan aset BBYB sebesar Rp 15,71 triliun. Di posisi ketiga ada Bank Raya (AGRO) dengan aset Rp 12,9 triliun, lalu Allo Bank sebesar Rp 10,59 triliun, dan Bank Digital BCA senilai Rp 9,46 triliun.
Meski menantang pemain yang sudah ada, Bank Jasa Jakarta memiliki keunggulan dari sang investor WeLab. Welab sendiri telah sukses menjalankan bisnis bank digital di Hong Kong dan China daratan.
Founder dan Group CEO WeLab Simon Loong akan membawa teknologi dan produk yang sudah ada di dua negara itu ke Indonesia.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga Turut Menyelimuti Pergerakan Saham Bank Digital WeLab melalui
fintech dan bank digitalnya sudah menyalurkan US$ 12 miliar di tiga negara ini. Sebelumnya, WeLab dan Astra juga sudah membangun perusahaan patungan
fintech P2P lending MauCash yang beroperasi di Indonesia. “Kami akan menyasar segmen
tech savvy young adult dengan mengoptimalkan ekosistem Astra International yang memiliki banyak pilar bisnis. Kami akan mengoptimalkan produk pembiayaan konsumer,
financial related, dan
automobile related,” ujarnya. Meski akan menjadikan bank digital, Simon menyatakan hingga saat ini tidak akan merubah bisnis Bank Jasa Jakarta. Lantaran cukup menguntungkan, sebab per Juni 2022 bank ini memiliki aset Rp 7,21 triliun dengan laba bersih Rp 49,85 miliar. Sedangkan Bank Jago terus memperkuat kerja sama dengan ekosistem GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun menyatakan saat ini, kerja sama layanan pembayaran dengan GoTo sudah jalan dengan cara menyambung akun Gopay dengan rekening Bank Jago. “Kalau dari sisi Tokopedia akan kami luncurkan di kuartal keempat 2022. Kalau pembayaran dengan GoTo kami memang sudah
integrated karena bisa buka rekening Jago di GoJek," paparnya. Terkait pendanaan untuk GoTo, Bank Jago sudah meluncurkan GoTo PayLater Cicil untuk nasabah-nasabah Tokopedia. Pendanaan ini langsung diberikan oleh Bank Jago. Ia menyatakan, pertumbuhan kredit Bank Jago ditargetkan bisa naik 70% hingga 80% secara tahunan alias
year on year (YoY) sepanjang 2022. Sejalan dengan itu, Bank Jago memperkirakan bisa memiliki 5 juta hingga 6 juta nasabah sampai akhir tahun. Adapun aplikasi Jago mendorong jumlah nasabah
funding mencapai lebih dari 3,9 juta nasabah pada akhir Agustus 2022. Adapun penyaluran kredit dan pembiayaan syariah sudah tembus mencapai Rp 7,44 triliun di delapan bulan pertama 2022. PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) telah memilih segmen pekerja informal atau
gig economy sebagai fokus nasabah. Bank digital milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini melihat bank konvensional lebih memilih memberikan akses keuangan bagi pekerja formal. Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang melihat terdapat masalah pada para pekerja informal lantaran tidak memiliki agunan alias
unsecured. Ia menilai dalam penyaluran kredit yang
unsecured ini, Bank Raya berkolaborasi dengan
big data dan
platform based dalam melakukan analisis dan mitigasi risiko.
Baca Juga: Transaksi Kartu e-Money Bank Mandiri Sudah Lampaui Kondisi Sebelum Pandemi "Model yang kami buat adalah platform,
webview, atau
application programming interface (API) Bank Raya kami tempel pada platform orang lain. Sehingga, pencairan kami di bawah 10 menit, tenor nya 7 hari, dan
ticket size maksimum Rp 25 juta dengan
fee yang besar,” ujarnya. Hingga Juli 2022, Bank Raya telah memiliki hampir 1 juta
number of account (NoA) dan akan terus diimplifikasi. Bank Raya juga akan ada peluncuran pembelian tiket KAI melalui aplikasi Raya dan pembelian reksadana.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyatakan prospek saham bank digital masih belum bisa diharapkan bisa memberikan profitabilitas yang tinggi. Sehingga, investor hanya bisa mengharapkan pertumbuhan dari sisi pengguna maupun transaksi. Bila bank digital bisa membuktikan harapan investor tersebut, ia yakin emiten ini bisa kembali menarik minat investor. Ia menyarankan kepada investor yang ingin masuk ke saham bank digital untuk memperhatikan tiga hal yakni fundamental, prospek bisnis dan likuiditas. Untuk fundamental, maka harus memperhatikan rasio umum seperti
return in equity (ROE). “Lalu juga pertumbuhan laba, valuasi seperti
price earning per share (PER) dan
price book value (PBV). Namun dua rasio ini di bank digital akan ajaib karena jauh lebih mahal dibanding bank besar seperti BBNI atau BMRI padahal aset dan pendapatannya tidak ada 10%-nya,” jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi