Mengintip reksadana baru MANSYAF dari Manulife



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan beleid mengenai reksadana syariah efek asing pada November 2015 lalu. Bak gayung bersambut, para manajer investasi berlomba-lomba meluncurkan jenis produk teranyar ini.

Dalam sepekan, tercatat ada tiga produk reksadana syariah berbasis efek asing baru yang melenggang di pasar. Salah satunya adalah Manulife Saham Syariah Asia Pasifik Dollar AS alias MANSYAF kelolaan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI).

Direktur Investasi MAMI Alvin Pattisahusiwa berujar, produk MANSYAF bakal menempatkan dana pada 11 negara di kawasan Asia Pasifik kecuali Jepang, yakni China, Korea Selatan, Australia, Taiwan, India, Hong Kong, Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, serta New Zealand. Sehingga produk tersebut bakal menggunakan tolak ukur FTSE Sharia Asia Pacific Ex Japan Index.


Alvin menuturkan, Asia Pasifik akan menjadi motor pertumbuhan dunia. Ada tiga faktor pendorongnya. Pertama, bonus demografis di mana 60% populasi dunia bersumber dari Asia Pasifik. Mayoritas penduduk Asia Pasifik juga tergolong produktif yang berusia 25 tahun – 29 tahun sehingga menjanjikan pola konsumsi dan penyedia tenaga pekerja yang besar.

Kedua, pertumbuhan kelas menengah. Rata-rata kelas menengah Asia Pasifik tumbuh 5% per tahun dan diestimasi mencapai 65% pada tahun 2030.

Ketiga, akselerasi belanja infrastruktur yang mencakup transportasi, energi, serta pengairan.

Sesuai peraturan OJK, Alvin memaparkan MANSYAF akan menerapkan kebijakan investasi 51% - 100% pada efek asing.

“Saat ini kami memarkirkan dana MANSYAF sekitar 95% pada efek saham syariah yang ada di FTSE Sharia Asia Pacific Ex Japan Index. Sisanya 5% berupa deposito syariah dalam negeri untuk menjaga kebutuhan likuiditas,” jelasnya.

Serupa dengan reksadana saham lainnya, perusahaan bakal leluasa menempatkan dana 80% - 100% pada efek saham serta 0% - 20% pada instrumen pasar uang.

Sayangnya, Alvin belum dapat mematok target imbal hasil MANSYAF. Yang jelas, pertumbuhan laba perusahaan yang tercantum pada FTSE Sharia Asia Pacific Ex Japan Index diprediksi mencapai hampir 6% pada tahun 2016 dan 11% pada tahun 2017.

Menurut Alvin, karakteristik setiap negara kawasan Asia Pasifik cukup beragam. Mulai dari negara yang masih kontraksi, negara berkembang, hingga negara maju.

Oleh karena itu, untuk negara yang berkontraksi, MAMI cenderung memilih sektor saham utilities, healthcare, serta consumer staples. Sementara untuk negara yang ekonominya mulai pulih, MAMI cenderung menggenggam sektor saham industri serta konstruksi.

“Saat ini kami menempatkan dana pada efek saham Hong Kong 30%, Korea lebih dari 20%, Taiwan sekitar 13% - 14%, Australia belasan persen, Indonesia lebih daei 5%, sisanya pasar Asia seperti India,” paparnya.

Director of Business Development Putut Endro Andanawarih menuturkan, MANSYAF bisa menjadi alternatif bagi investor yang ingin mendiversifikasi investasi pada instrumen syariah berdenominasi dollar AS, terutama pada efek kawasan Asia Pasifik.

Nah, investor yang ingin mengoleksi reksadana ini bisa melakukan pembelian awal minimal US$ 10.000. Pembelian selanjutnya minimal US$ 100.

Bagi investor yang ingin menjual kembali dibatasi maksimal 20% dari total nilai aktiva bersih (NAB).

MAMI mengutip biaya pembelian dan biaya penjualan masing-masing maksimal 2%.

Tak lupa, ada biaya pengelolaan maksimal 3% per tahun serta biaya kustodian maksimal 0,25% per tahun. Lalu biaya pengalihan maksimal 2% per tahun.

Produk ini menggunakan bank kustodian Citibank, N.A. serta sudah didistribusikan melalui Standard Chartered Bank. “Produk ini akan segera didistribusikan melalui mitra distribusi MAMI lainnya,” tukas Putut.

Pekan ini, PT BNP Paribas Investment Partners (PT BNPP IP) juga menerbitkan reksadana syariah berbasis efek saham asing yang bertajuk BNP Paribas Cakra Syariah USD. Begitu pula dengan PT Schroder Investment Management Indonesia yang meluncurkan produk sejenis yang mengusung nama Schroder Global Sharia Equity Fund (USD).

Mengacu Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sejak akhir tahun 2015, OJK juga telah menerbitkan izin efektif reksadana syariah asing bagi pelaku manajer investasi lainnya. Yakni PT GMT Aset Manajemen untuk produk Maybank Asiapac Equity Syariah USD dengan bank kustodian The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited.

Serta PT Aberdeen Asset Management untuk produk yang bertajuk Aberdeen Syariah Asia Pacific Equity USD Fund. Reksadana yang menggunakan bank kustodian But Deutsche Bank AG tersebut menggenggam izin efektif sejak awal Januari 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto