Mengintip reksadana BNI Dana Prima Likuid



JAKARTA. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate menjadi 7,25% tak mempengaruhi strategi manajer investasi dalam mengelola reksadana. Salah satunya, BNI Asset Management yang mengelola reksadana pasar uang BNI Dana Prima Likuid.

Hanif Mantiq, Head of Investment BNI Asset Management, mengatakan, reksadana tersebut tetap akan menerapkan strategi memperbanyak deposito sebagai aset dasar. "Langkah tersebut untuk menjaga kebutuhan likuiditas," ujar Hanif, Senin (18/1).

Menurut dia, penurunan BI rate tidak akan berdampak signifikan terhadap return reksadana. Maklum, suku bunga deposito telah turun pasca pembatasan suku bunga deposito oleh BI akhir tahun lalu. "Suku bunga penempatan deposito bank turun 100 basis poin di akhir tahun 2015 dibandingkan akhir 2014," ujar Hanif.


Reksadana ini memiliki kebijakan investasi leluasa memutar hingga 100% pada instrumen pasar uang dalam negeri atau efek bersifat utang yang mempunyai jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun.

Hanif menuturkan, BNI AM Dana Prima Likuid menggenggam aset dasar deposito Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng), deposito BJB Syariah dan deposito BPD Sumatera Utara (BPD Sumut). Kemudian, BPD Sulawesi Utara (BPD Sulut) serta BPD Kalimantan Timur (BPD Kaltim).

Dengan strategi tersebut, produk ini mencatat return 7,11% dalam satu tahun terakhir per 15 Januari 2016. Return tersebut unggul dibandingkan rata-rata return reksadana pasar uang yang sekitar 6,4% pada periode yang sama. "Tahun ini diperkirakan bisa membagikan return sekitar 7%," ucap Hanif.

Investor harus merogoh kocek minimal Rp 25 miliar sebagai  investasi awal. Sedangkan untuk investasi selanjutnya, ditetapkan Rp 5 miliar.

Reksadana ini mengutip biaya manajer investasi maksimal 1% dan biaya bank kustodian maksimal 0,2%. Produk ini tidak menarik biaya pembelian dan penjualan.

Sebaliknya, analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengatakan, penurunan BI rate akan menjadi tantangan bagi kinerja produk ini. Maklum, suku bunga deposito diperkirakan akan mengalami penurunan mengikuti turunnya BI rate. "Sehingga akan mempengaruhi kinerja reksadana pasar uang yang memiliki porsi deposito yang cenderung dominan" tutur Beben.

Kendati demikian, menurut dia, produk ini bisa menjadi alternatif investasi bagi investor yang menginginkan risiko kecil. Reksadana ini lebih aman dibandingkan jenis reksadana lain seperti saham atau campuran berbasis saham.

"Ekonomi global masih tertekan akibat kondisi Tiongkok dan terus merosotnya harga minyak sehingga masih akan berpengaruh terhadap fluktuasi pasar modal," tutur Beben.

Analis Infovesta Utama Mark Prawirodidjojo memperkirakan, tahun ini rata-rata return reksadana pasar uang antara 6% hingga 7%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto