KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis memperkirakan pertumbuhan pasar modal di tahun depan masih positif. Optimisme didorong dari perbaikan ekonomi.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan, pasar modal tetap akan prospektif di tahun depan karena mencakup semua instrumen kelas aset yang bisa mencakup banyak profil risiko, ada saham (agresif), obligasi (moderat), dan ada reksadana yang bisa mengkombinasikan beberapa instrumen. Menurutnya, ketika di tahun depan sentimen sedang
bearish, dan profil risiko konservatif, investor bisa memanfaatkan masuk ke instrumen reksadana pasar uang.
"Sebab instrumen ini lebih menarik dibandingkan menempatkan dana di deposito, tentunya dengan risiko rendah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (21/15).
Baca Juga: Begini Prospek dan Peluang Pasar Modal di 2023 Sebaliknya, ketika tren
bearish diprediksi akan selesai dan mulai akan masuk ke tren penguatan, investor juga bisa memanfaatkan masuk ke obligasi untuk mendapatkan harga yang murah dengan harapan akan
rebound ke depannya jika sudah masuk kondisi
bullish. "Pasar saham juga bisa menarik tergantung pilihan saham dan beberapa sektor yang diprediksi bertahan prospektif di tahun 2023," sambungnya. Nico berpandangan, untuk sentimennya pasar masih akan dihadapkan banyak risiko pada semester I 2023. Ini seiring masih terjadinya kenaikan suku bunga acuan The Fed dan BI, serta risiko dari ketidakpastian inflasi. Sedangkan pada semester II 2023, potensi penguatan akan lebih besar dari semester sebelumnya karena tren kenaikan suku bunga diperkirakan tidak terjadi lagi, inflasi bergerak semakin melandai, dan ada potensi
surprise upside dari kampanye pemilu yang bisa mendongkrak konsumsi masyarakat dan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu kalau lihat prediksi IMF untuk tahun depan pertumbuhan PDB akan mencatat 5% untuk akhir tahun depan. "Menurut saya ini masih lumayan kuat kalau mempertimbangkan situasi ketidakpastian global maupun dari sisi ekonomi atau geopolitik," paparnya. Nico pun memperkirakan pasar saham masih prospektif tahun depan dan jumlah transaksi untuk pasar saham Indonesia bisa naik. Ini sesuai dengan tren kenaikan volume transaksi dalam kondisi pasar normal. Namun ini bisa terpengaruh oleh ketidakpastian resesi global tahun depan dan ketidakpastian geopolitik. Hanya saja, ia menilai secara umum pasar saham masih bisa mengalami tren kenaikan jumlah volume tahun depan didukung oleh kekuatan ekonomi Indonesia saat ini dan perkiraan kinerja ekonomi Indonesia dari sisi pertumbuhan PDB, tren penurunan inflasi domestik dan stabilisasi rupiah terhadap USD. Kemudian di pasar obligasi,
supply demand obligasi korporasi juga masih ramai dengan penerbitan obligasi korporasi baru diproyeksikan senilai Rp 120 triliun hingga Rp 150 triliun. "Industri reksadana juga akan tumbuh positif dengan banyaknya pilihan untuk investor sehingga investor bisa memilih reksadana sesuai profil risikonya dan menyesuaikan kondisi pasar," jelasnya.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Nusantara Infrastructure (META) Usai Caplok Tol Layang MBZ Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti juga memperkirakan serupa. Ia melihat untuk jumlah transaksi secara historis memang terus mengalami kenaikan didorong pertumbuhan investor ritel dan optimisme pasar saham dalam negeri seiring dengan
headwind commodity. "Di samping saham, kami melihat pasar obligasi juga cenderung akan ramai di mana ketidakpastian meningkatkan daya tarik obligasi sebagai instrumen yang aman untuk berinvestasi, demikian juga dengan emas," paparnya. Ramainya pasar saham juga didorong dari minat IPO yang masih akan meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga yang memang menekan
cost of fund. Sehingga, alternatif pendanaan dapat terdiversifikasi ke pasar saham di mana akan meningkatkan
track record BEI dari sisi IPO dan juga diharapkan terhadap nilai dan volume transaksi. Untuk tahun depan, Desy memperkirakan sektor yang akan memiliki performa apik yaitu perbankan karena tergolong defensif. Lalu, konsumer seiring dengan tahun politik, energi batu bara dan mineral seiring dengan invasi yang masih berlangsung, serta hilirisasi dan industrialisasi tambang mineral. Oleh sebab itu, Desy pun memperkirakan saham-saham yang menarik untuk diamati adalah MEDC, ANTM, INCO, BMRI, BBCA, BBRI, JSMR, PGAS. Serupa, Nico juga berpandangan sektor perbankan, energi dan konsumen primer dinilai prospektif untuk tahun depan. Alasannya, jika melihat perusahaan terbesar di sektor perbankan, yakni big 4 masih mempunyai fundamental yang sangat solid. Untuk sektor energi, Nico melihat masih ada potensi untuk kenaikan harga komoditas energi dari batu bara, minyak dan gas alam sampai akhir tahun depan dan sampai kuartal I 2023. "Jadi saya
bullish terhadap perusahaan energi saat ini," katanya. Lalu, untuk sektor konsumen primer sektor ini karena sangat tangguh terhadap ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik. Selain itu ada beberapa perusahaan dalam sektor ini terutama saham
big caps yang mempunyai fundamentalnya yang sangat solid.
Ia pun merekomendasikan BBCA dengan target harga Rp 9.400, BBRI Rp 5.200, ICBP Rp 10.600, AMRT Rp 2.940, dan ADRO Rp 4.170.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi