Mengkaitkan kasus Andi Arief dengan Jokowi, Waketum Gerindra dinilai memalukan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menyalahkan Presiden Jokowi menyusul tersandungnya Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief dalam kasus narkoba.

"Andi Arief Cuma jadi korban kegagalan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dalam pemberantasan Narkoba di Indonesia," ujar Arief Poyuono dilansir Tribunnews.com, Senin (4/3).

Ia mengklaim peredaran narkoba di Indonesia bukannya menurun malah terus meningkat


Menurut Arif Poyuono, Andi arief di kasus ini sebagai korban dari kondisi tersebut dan harus direhabilitasi jika benar konsumsi narkoba.

"Andi Arief itu korban dan mungkin pengkomsumsi narkoba. Maka Andi Arief harus segera di rehabilitasi saja," sambung dia sambil meminta kasus ini tak dipolitisir.

Komunitas Ksatria Airlangga pendukung Jokowi-Maruf mengecam keras pernyataan Arief Poyuono tersebut yang sudah tendensius.

Hal itu disampaikan Koordinator Ksatria Airlangga Teguh Prihandoko menyikapi pernyataan Arief Poyuono.

“Pernyataan itu jelas tendensius, inisuatif dan bisa dibaca sebagai upaya mengambinghitamkan pemerintahan Jokowi atas tindakan individual yang dilakukan seorang pengurus partai pendukung kubu Prabowo,” tegas Teguh.

Ia meluruskan Arief Poyuono, bahwa tertangkapnya Andi Arief bukti polisi dan BNN serius berantas narkoba.

Arief Poyuono jelas salah sasaran mengaitkan Presiden Jokowi dengan kasus yang menimpa Andi Arief.

“Kita jadi tahu bagaimana kualitas politisi kita yang begitu gampang memelintir fakta demi kepentingan kelompoknya,” ucap dia.

Teguh mendesak polisi prioritaskan penyelidikan kasus Andi Arief ini agar masyarakat tahu kejadian yang sebenarnya.

Kepada politisi tak berbicara sembarangan karena publik sudah cerdas menilai siapa yang memutarbalikkan fakta.

Deklarator Komunitas Ksatria Airlangga, Heru Hendratmoko, ikut menimpali.

“Pernyataan pengurus Gerindra itu sama sekali tak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Heru Hendratmoko di Jakarta.

Data menunjukkan jumlah jaringan sindikat narkoba turun dari 99 jaringan pada 2017 menjadi 83 jaringan pada 2018.

“Ini menunjukkan BNN dan kepolisian tak main-main dalam menggulung jaringan pengedar narkoba di tanah air,” lanjutnya.

Menurut Heru pemakaian narkoba di kalangan politikus justru bisa mengancam simpul kehidupan bernegara.

"Ini sungguh berbahaya. Bagaimana kita bisa mempercayakan kebijakan publik kepada mereka kalau para pengambil keputusan justru berada di bawah pengaruh narkoba?” kata dia.

Para politikus sebagai public figure mestinya sadar, menjadi teladan  terutama bagi anak muda sebagai penerus bangsa.

Editor: Yudho Winarto