Mengkaji Insentif Pajak atas Covid-19



KONTAN.CO.ID - Wabah Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional dan produktivitas masyarakat. Pandemi virus korona Covid-19 memberikan dampak kepada setiap aspek kehidupan, baik sosial, politik maupun ekonomi baik di Tanah Air maupun di mancanegara. Semua negara mengalami imbas atas musibah ini, sehingga pemerintah memberikan perhatian pada berbagai sektor untuk dapat menekan gejolak pada masyarakat atas dampak wabah ini.

Berdasarkan teori perpajakan salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam pembangunan. Namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi.

Insentif pajak saat ini bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian negara. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Roda perekonomian berjalan lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Rp 16.500/US$). Di sisi lain daya beli masyarakat juga menurun.


Maka dalam rangka mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat juga produktivitas industri, pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Tak terkecuali dengan aspek pajak, beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 21 Maret 2020 Menteri Keuangan menerbitkannya PMK 23/PMK-03/2020. Beleid ini diberi judul Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Korona.

PMK 23/PMK03/2020 memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yakni objek pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek pajaknya atas impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) atas PPN lebih bayar.

Batasan yang dibuat dalam beleid ini, untuk PPh 21 dengan kriteria pegawai yang berpenghasilan bruto tidak lebih dari 200 juta rupiah pertahun atau 16,6 juta rupiah perbulan. Sedangkan untuk PPh 25 mendapat pengurang angsuran pajak sebesar 30%, PPh 22 dibebaskan, semua insentif ini berlaku 6 bulan, dimulai sejak bulan April 2020.

Namun tidak semua sektor usaha mendapat fasilitas perpajakan ini. Hanya sektor industri tertentu dan bagi wajib pajak dengan status kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) dan KITE IKM yakni kemudahan impor tujuan ekspor bagi industri kecil dan menengah.

Jika diuraikan tujuan regulasi ini, misalnya untuk PPh 21, agar para pekerja disektor industri pengelolaan khususnya pabrik yang jumlah karyawannya signifikan dapat mempertahankan daya beli. Sedangkan untuk PPh 22 bertujuan memberikan stimulus bagi industri dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya. Bagi PPh 25 bertujuan menyetabilkan perekonomian dalam negeri dan peningkatkan ekspor.

Regulasi untuk restitusi PPN dipercepat bertujuan membantu wajib pajak dapat lebih optimal dalam manajemen kas dan membantu cash flow wajib pajak ditengah kesulitan ini.

Salah satu fungsi pajak memang untuk menggalang penerimaan negara dan digunakan dalam pembangunan, namun fungsi pajak juga dapat memberikan regulasi untuk membantu masyarakat dalam hal sosial dan ekonomi.

Insentif pajak saat bandulnya lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan untuk membantu menggerakan roda perekonomian. Saat ini kondisi ekonomi memang sangat mengkhawatirkan berjalan lambat diikuti dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan menurunya daya beli masyarakat.

Menambah sektor usaha

Peraturan Menteri Keuangan ini sangat baik dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemerintah peduli dengan kondisi ekonomi saat ini.

Namun, pemerintah masih perlu mengkaji lagi untuk menambahkan sektor usaha baru agar bisa mendapat insentif pajak. Sektor usaha baru yang bisa menerima fasilitas pajak ini yang masih perlu diperluas, karena imbas yang terjadi atas pandemi Covid-19 ini bukan hanya sektor industri tertentu (pengelolaan), KITE dan KITE IKM. Namun hampir semua sektor, termasuk sektor jasa, sektor properti, sektor parawisata dan ada banyak lagi sektor usaha yang terpukul saat ini.

Kita sadar bahwa ekonomi itu berdampak multiplier effect seperti mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain. Jadi jika terjadi penurunan ekonomi dibeberapa bidang otomatis hal ini akan mempengaruhi sektor lain baik secara langsung maupun tak langsung.

Pengamatan penulis industri parawisata mengalami anjlok karena pada saat ini, mana mungkin ada orang yang ingin pergi berlibur menikmati objek wisata.

Karena kebanyakan orang (hampir semua) ingin berada didalam rumah agar aman dari penularan Covid-19. Industri parawisata memiliki banyak turunannya seperti biro perjalanan, perhotelan, dan restoran di tempat wisata, alhasil pasti sektor ini terkulai lemas saat sekarang.

Berdasarkan data ekspektasi pasar yang ada industri hotel mengalami penurunan total revenue (pendapatan) akibat dampak virus korona Covid-19 sebesar minus 25% hingga minus 50% , demikian juga dengan industri restoran mengalami penurunan omzet sebesar 25% hingga 50% dibandingkan dengan penjualan pada saat kondisi normal.

Maka dari data dan argumen diatas perlu ditambahkan variabel sektor usaha yang mendapat insentif pajak atas bencana pandemi Covid-19, karena semua sektor pada hakekatnya juga mengalami kondisi penurunan dan kelesuan.

Namun pemerintah perlu mengkaji dengan cermat atas perlakuan insentif pajak, karena hal ini akan menggerus penerimaan pajak secara signifikan. Misalnya PPh 21 atau PPh atas penghasilan karyawan, pada tahun 2019 realisasi penerimaannya sebesar Rp 148,63 triliun.

Jika diberikan insentif pajak atas PPh 21 tersebut maka negara akan kehilangan pendapatannya yang cukup besar. Memang diharapkan akan memantul ke daya beli masyarakat yang meningkat sehingga terjadi peningkatan pula atas penerimaan PPN karena masyarakat akan mengomsumsi barang, namun efek atas hal ini belum tentu terjadi.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan insentif pajak yang akan mengurangi pendapatan negara, saat ini pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mensubsidi pangan, obat-obatan juga fasilitas medis guna menanggulangi Covid-19. Maka diperlukan langkah yang matang dalam membuat kebijakan terutama regulasi perpajakan agar bisa berdampak positif untuk perekonomian rakyat semesta.

Penulis : Irwan Wisanggeni

Dosen Trisakti School of Management

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti