Mengkaji Kebijakan Bea Cukai 2024: Dorong Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju 2045



KONTAN.CO.ID - Dalam laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III tahun 2023 mencapai 4,94 persen (yoy). Walaupun kinerjanya masih positif, perlu dicatat bahwa persentase pertumbuhan (yoy) berada di bawah batas psikologis 5%. Mengingat hanya tersisa satu triwulan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023, sangat penting untuk menjaga agar pertumbuhan tetap di atas 5%.

Pemerintah telah menyusun langkah-langkah strategis guna memastikan target ini tetap tercapai, terutama di sisa tahun 2023. Paket kebijakan, seperti insentif dan bantuan seperti Bantuan Beras, Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan insentif perumahan, telah diterapkan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali memainkan peran kunci dalam mengelola perekonomian nasional, melibatkan fungsinya dalam alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Hingga Oktober 2023, kinerja APBN, sebagaimana diumumkan oleh Menteri Keuangan, mencatatkan pendapatan negara sebesar Rp2.240,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.240,8 triliun. Meskipun terdapat defisit sebesar Rp700 miliar, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp365,4 triliun. Kinerja positif ini terjadi di tengah risiko dan ketidakpastian global yang terus meningkat. Penting bagi Indonesia untuk tidak mengabaikan kondisi global ini, karena efek rembesannya (spill over) dapat mempengaruhi perekonomian nasional, termasuk inflasi dan nilai tukar.


Penerimaan dari kepabeanan dan cukai menjadi salah satu kontributor utama dalam pendapatan negara, terutama dari sektor perpajakan. Kinerjanya hingga Oktober 2023 mencapai Rp220,8 triliun, yang turut berkontribusi dalam membiayai belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.572,2 triliun. Belanja tersebut mencakup perlindungan sosial, dukungan kepada petani dan UMKM, pendidikan, dan infrastruktur.

Penerimaan dari kepabeanan dan cukai terbagi dalam Bea Masuk (BM), Bea Keluar (BK), dan Cukai. Kinerja penerimaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi perdagangan dunia. Tidak hanya itu, situasi geopolitik yang belum mereda juga menyebabkan volatilitas dan ketidakpastian yang berdampak pada harga komoditas dunia. Selain itu, penerimaan dari cukai memiliki karakteristik unik, karena berfungsi sebagai alat pengendalian konsumsi. Meskipun demikian, tantangan-tantangan ini tidak menghentikan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam mencapai target penerimaan hingga akhir tahun 2023.

Kebijakan kepabeanan dan cukai untuk tahun 2024 menjadi fokus, sejalan dengan cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. APBN, sebagai instrumen utama dalam mendorong stimulus ekonomi dan kesejahteraan, harus memiliki fungsi stabilisasi yang mampu menjadi penyerap kejutan dalam menghadapi dinamika perekonomian dan tantangan. Fungsi alokasi APBN diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan, sementara fungsi distribusinya diharapkan dapat menjadi solusi bagi kesejahteraan masyarakat.

Strategi Ekonomi 2024: Mewujudkan Pertumbuhan Melalui Kebijakan Kepabeanan dan Cukai

Menuju visi Indonesia Maju 2045, APBN tahun 2024 dirancang untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan target belanja negara sebesar Rp3.325 triliun, didukung oleh pendapatan negara Rp2.802 triliun dan pembiayaan Rp522 triliun, diharapkan APBN dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2% dengan inflasi terkendali di 2,8%.

Peran penting dari bea cukai sebagai kontributor penerimaan negara, khususnya di bidang perpajakan, sangat signifikan. Target penerimaan DJBC pada tahun 2024 sebesar Rp321 triliun, yang akan memberikan kontribusi besar pada agenda pembangunan nasional, termasuk pembangunan Ibukota Negara Nusantara (IKN) dengan alokasi dana sebesar Rp40 triliun. Pemilu juga menjadi sorotan, dengan anggaran mencapai Rp37,4 triliun. Program pencegahan stunting juga tidak terlupakan, dengan intervensi yang spesifik terhadap peningkatan gizi ibu hamil, imunisasi, serta penyediaan fasilitas kesehatan dan minuman bernutrisi, air minum, dan sanitasi layak.

Salah satu fokus kebijakan kepabeanan dan cukai di tahun 2024 adalah Penerimaan Negara yang Optimal. Dalam menghadapi tantangan eksternal dan operasional, bea cukai harus bersiap menghadapi tensi geopolitik dan tekanan ekonomi global yang diprediksi akan berlanjut hingga tahun 2024. Moderasi harga komoditas, terutama mineral dan CPO, menjadi salah satu dampak yang mungkin terjadi.

Tantangan operasional juga tidak kalah signifikan, terutama dalam penerimaan cukai rokok. Tren konsumsi downtrading ke rokok dengan cukai lebih rendah atau beralih ke rokok elektrik perlu diantisipasi. Masalah peredaran rokok ilegal juga masih menjadi tantangan. Sementara itu, penerimaan dari Bea Keluar (BK) menghadapi tantangan operasional berupa kebijakan pemerintah yang melarang ekspor mineral pada Juni 2024 mendatang.

Bea cukai sadar bahwa di balik tantangan, terdapat peluang yang dapat dimaksimalkan. Diperkirakan ekonomi nasional akan tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2024, menandakan bahwa konsumsi domestik dan aktivitas ekonomi masih tetap tinggi. Kesempatan untuk penyelarasan proses bisnis dan Teknologi Informasi (TI), serta penyederhanaan pelayanan, masih terbuka lebar. Peluang untuk menambah barang kena cukai dan sinergi dengan aparat penegak hukum dan Kementerian/Lembaga (K/L) juga menjadi fokus.

Dalam menjawab tantangan dan memaksimalkan peluang, bea cukai akan melakukan intensifikasi tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan kebijakan multiyears (tahun 2023 & 2024) yang menargetkan rata-rata kenaikan 10%. Khusus untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimalnya sebesar 5%. Ekstensifikasi BKC juga akan dilakukan melalui penambahan objek cukai baru dan pemungutan cukai produk plastik serta Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), dengan memperhatikan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Penyederhanaan proses bisnis, terutama dalam hal cukai, menjadi fokus utama. Pengembangan layanan berbasis digital dan integrasi dengan e-commerce atau marketplace juga dilakukan. Tidak hanya sebatas kebijakan, aspek operasional juga dipersiapkan dengan memperkuat pengawasan, melakukan pemberantasan penyelundupan, pemeriksaan barang dan dokumen, hingga melakukan audit pascadokumen.

Pengawasan di bidang cukai menjadi aspek yang menarik, dengan operasi gempur BKC ilegal, profiling pengguna jasa, dan pengawasan terhadap pemesanan pita cukai. Semua implementasi ini, baik yang terkait dengan layanan maupun pengawasan, ditekankan pada pemanfaatan Teknologi Informasi (TI).

Sebagai upaya dalam mendukung fasilitasi perdagangan, bea cukai memprioritaskan kebijakan terkait Pengelolaan Fiskal yang Sehat dan Berkelanjutan. Hal ini mencakup peningkatan efektivitas diplomasi ekonomi dan kerjasama kepabeanan internasional. Selain itu, ada upaya untuk memperkuat, harmonisasi, dan sinkronisasi fasilitas fiskal di bidang kepabeanan dan cukai, serta pengembangan Pusat Logistik Berikat (PLB). Dukungan untuk pertumbuhan wilayah dan pemerataan ekonomi juga diperhatikan, dengan mengoptimalkan fasilitas Kawasan Khusus.

Pentingnya peran UMKM dalam ekonomi nasional diakui, dan bea cukai berkomitmen untuk memberikan insentif fiskal guna mendorong produktivitas sektor ekonomi ini. Perlindungan terhadap masyarakat dan dukungan terhadap perekonomian yang efektif dan kontributif juga menjadi fokus implementasi kebijakan. Bea cukai memperkuat pengawasannya dengan mengacu pada konsep lima pilar pengawasan, yaitu mengikuti barang, uang, transporter, dokumen, dan orang. Perbaikan proses bisnis pelayanan dan peningkatan kinerja logistik dilakukan melalui implementasi National Logistic Ecosystems (NLE).

Dalam pelaksanaan nilai-nilai Kementerian Keuangan, pelayanan menjadi fokus utama. Hal ini diimplementasikan melalui kebijakan birokrasi dan layanan publik yang bersifat agile, efektif, dan efisien. Langkah-langkah konkret seperti penguatan strategi komunikasi, publikasi, bimbingan pengguna jasa, serta kerja sama antar lembaga dilakukan. Perencanaan strategis, manajemen risiko, pengendalian internal, penguatan budaya, dan integritas SDM menjadi bagian integral dari implementasi kebijakan ini. Kolaborasi dan sinergi dengan Kementerian/Lembaga, Aparat Penegak Hukum, dan Pemerintah Daerah menjadi bagian penting dari upaya untuk mengamankan penerimaan negara dan mengembangkan organisasi yang modern serta dinamis sesuai dengan manajemen transformasi yang diterapkan.

Bea cukai terus mempertahankan semangat sinergi, bersatu di bawah bendera NKRI. Arahan dari Presiden bahwa "Ini bukanlah tentang aku atau kamu, bukan kami atau mereka. Bukan soal barat atau timur, selatan atau utara. Sekarang bukan saatnya memikirkan itu semuanya. Tapi ini saatnya memikirkan tentang Bangsa kita bersama. Jangan pernah ragu untuk maju, karena kita mampu jika kita Bersatu," menjadi landasan dalam setiap langkah dan kebijakan yang diambil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal