Mengokohkan bisnis menara BALI



JAKARTA. Prospek bisnis pembangunan menara dan transmisi di pulau Bali diklaim masih cukup bagus. PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) mengaku ingin memanfaatkan peluang tersebut dengan melebarkan sayap bisnisnya. Untuk itu, perusahaan asal Pulau Dewata ini berniat mencari dana dengan melepas saham perdana ke publik alias initial public offering (IPO).

BALI, yang resmi terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 13 Maret 2014, mencatatkan 597,8 juta saham dan 176 juta waran seri I. Sementara, jumlah saham yang dilepas ke publik 88 juta saham setara dengan 14,72%. Harga pelaksanaan IPO di Rp 400. Dus, dari aksi ini BALI mendapat dana segar Rp 35,2 miliar.

Dalam aksi ini, BALI juga memberi pemanis berupa waran dengan rasio 1:2. Jadi setiap pemegang satu saham baru berhak mendapat dua waran. Nah, waran ini bisa digunakan membeli saham baru mulai periode 15 September 2014 sampai 12 Maret 2019. Harga pelaksanaan waran menjadi saham juga di Rp 400 per saham.


Dana hasil IPO akan BALI pergunakan untuk membangun menara. Presiden Direktur BALI J. Owen Ronadhi mengatakan, hingga akhir 2013 BALI sudah memiliki 208 unit menara base transceiver station (BTS). Tahun ini, BALI berencana menambah 150 unit menara BTS dengan  anggaran belanja modal sekitar Rp 200 miliar.

Selain dana dari IPO, belanja modal BALI berasal dari dana internal dan pinjaman bank. Sebanyak Rp 160 miliar hingga Rp 170 miliar belanja modal BALI akan digunakan untuk pembangunan BTS. Sisanya sebesar Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar untuk peningkatan kapasitas jaringan.

Tumbuh 50%

BALI yakin, setelah ekspansi, kinerja akan meningkat. BALI menargetkan bisa meningkatkan pendapatan sebesar 50%, dari Rp 103,2 miliar tahun lalu menjadi Rp 154,8 miliar tahun ini.

Owen juga menargetkan, earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) naik 50% menjadi Rp 103,2 miliar dari sebelumnya Rp 69 miliar. Sayang, manajemen belum mau mengungkapkan target laba bersih tahun ini.

Sebagai catatan, sampai September 2013, laba bersih BALI turun 22,6% year on year (yoy) menjadi Rp 53,04 miliar, dari sebelumnya Rp 68,55 miliar. Jika sukses membukukan kenaikan laba, BALI berencana membagi dividen. Kebijakan perusahaan bisa membagi 40% laba bersih.

Ekspansi Bali Towerindo memang hanya fokus membangun menara di Pulau Bali. "Penggunaan data dan roaming di Bali cukup besar karena banyak turis asing. Untuk itu kapasitas perlu ditingkatkan," ujar Owen.

Menurut Owen, penggunaan data dan roaming di Bali cukup banyak lantaran jumlah turis asing yang terbilang besar. Penggunaan jaringan di pulau Bali rata-rata meningkat 50% per tahun. Saat ini, pangsa pasar BALI sekitar 20% hingga 30%.  

Meski hanya membangun menara di Bali, klien Bali Towerindo mencakup semua perusahaan besar seluler di Indonesia, di antaranya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Indosat Tbk (ISAT), PT Axis Telekom, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), PT Huchison 3 Indonesia, PT Mora Telematika Indonesia, PT Prestasi Piranti Informasi, dan PT Sun Televisi Network.

Namun, menurut Owen, sekitar 81,55% pendapatan BALI berasal dari empat operator telekomunikasi terbesar, yakni Telkomsel, XL, Axis, dan Smartfren.

Tak hanya dari situ, pendapatan BALI juga ditopang dari pendapatan sewa lahan menara telekomunikasi. Ini memberikan pendapatan berulang (recurring income) bagi BALI dalam jangka panjang. Sebab, sewa lahan biasanya berjangka 20 tahun. Per 30 September 2013, rata-rata sisa periode perjanjian sewa seluruh lahan lokasi menara telekomunikasi sekitar 15 tahun.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana