Mengolah Onggok si Limbah Singkong Menjadi Pakan Ternak Bergizi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Limbah industri pengolahan singkong ternyata bisa bermanfaat sebagai pakan ternak. Tapi tentu saja, limbah industri singkong yang sering disebut onggok ini harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu, agar bisa menjadi pakan ternak yang mempunyai nilai gizi tinggi.

Untuk menjaga keseimbangan lingkungan di sekitar pabrik tapioka, limbah dari industri pengolahan singkong ini harus dikelola. Banyak orang memanfaatkan limbah tapioka atau sering disebut onggok untuk pakan ternak. Selain itu, onggok juga disulap menjadi bahan baku obat nyamuk bakar.

Di Lampung Barat, banyak terdapat industri pengolahan ketela kayu. Baik yang berskala kecil seperti industri rumahan hingga berbentuk badan usaha semisal CV. Meskipun demikian masih banyak juga pabrik tapioka yang tak memahami cara pengelolaan limbah mereka sendiri.


Setelah ada penelitian tentang manfaat onggok sebagai pakan ternak, baru masyarakat sekitar pabrik ramai-ramai mengolah onggok untuk dijual ke pabrik pakan ternak.

Meski limbah, onggok masih memiliki kandungan karbohidrat sebagai sumber energi, nilai gizi, protein, lemak, dan air yang tinggi. Oleh karena itu, onggok memang cocok menjadi pakan hewan ternak.

Apalagi, ternak yang diberi asupan onggok cenderung lebih gemuk, sehat, dan bobot badannya lebih berat. Onggok biasanya diberikan kepada ternak dengan cara ditumbuk seperti dedak atau limbah padi.

Proses pembuatan onggok dilakukan dengan cara fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger. Yakni, semacam kapang atau jamur. Ada juga campuran urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Ini akan membuat onggok memiliki kandungan energi lebih tinggi untuk pakan hewan ternak.

Proses fermentasi tersebut membutuhkan waktu lima hingga tujuh hari. Sebelum onggok akan difermentasikan, ampas singkong terlebih dahulu dijemur di bawah terik matahari.

Untuk proses fermentasinya, onggok yang telah kering dicampur dengan mineral dan diaduk rata. Ditambah dengan campuran air hangat lima-delapan liter dan biarkan beberapa menit. Ini untuk menambah unsur mineral dalam onggok.

Lalu, setelah onggok sudah dingin barulah dicampur Aspergillus niger. Campuran kapang inilah yang membuat onggok memiliki protein yang tinggi. 

Setelah didiamkan selama lima hingga tujuh hari, onggok diremas-remas dan dikeringkan, baru setelah itu siap dikemas dan dijual ke pabrik pakan ternak.

Tentu saja, onggok adalah pakan yang aman dengan segala asupan yang dibutuhkan hewan ternak.

Proses pengeringan adalah bagian penting sebelum dilakukan fermentasi pada onggok. Itu sebabnya, proses pengeringan onggok harus betul-betul sempurna dan dilakukan di bawah terik matahari.

Pengeringan yang dilakukan di bawah terik matahari tersebut akan membuat ampas limbah yang basah berubah bentuk seperti pasir kasar dan berwarna putih. 

Sedangkan, ampas limbah yang setengah kering atau masih basah akan berbentuk seperti batu kerikil dengan kelir coklat dan hitam.

Memasuki musim hujan seperti sekarang ini, proses pengeringan dengan bantuan oven justru akan membuat hasil onggok tidak bagus. Soalnya, onggok yang masih basah dan berwarna coklat, hitam, atau keabu-abuan.

Inilah yang membuat harga onggok berbeda. Makin putih dan kering, harga jual onggok akan makin mahal. 

Jika onggok masih basah dan berwarna cokelat, hitam, atau keabu-abuan, harganya tentu saja lebih murah.

Jika musim panas dan matahari tengah terik, pengeringan hanya butuh waktu sehari. Sementara, di musim hujan bisa memakan waktu tiga hingga tujuh hari. Onggok biasanya dijemur di atas lantai atau tanah.

Onggok yang dijemur dan diangin-anginkan di atas lantai dilakukan bila pesanan onggok akan diolah untuk panganan dan dikonsumsi manusia.  Biasanya onggok ini dipesan oleh pabrik saos botolan.

Harga onggok mengacu harga di toko online berkisar dari Rp 750 per kilo hingga Rp 1.350 sekilo. Tentu saja, patokan harga onggok tergantung dari kualitas onggok yang dibedakan para penjualnya berdasarkan warna dan tingkat kekeringan onggok itu sendiri.

Para pembeli onggok tidak hanya datang dari Lampung, tapi juga Jakarta, Bandung, hingga Sukoharjo. Tapi untuk pemesanan langsung dari produsen di Lampung biasanya minimal sebanyak 15 ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar