KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus dana dari investor asing ke bursa Indonesia masih tersumbat. Mengawali pekan ini, Senin (11/12), investor asing melakukan aksi jual bersih
(net sell) sebesar Rp 627,32 miliar. Mengakumulasi
net sell senilai Rp 15,35 triliun sejak awal tahun 2023. Bahkan ketika IHSG melonjak 1,41% ke level 7.159,59 pada pekan lalu, investor asing justru mencatatkan
net sell Rp 1,07 triliun. Dalam sepekan ini, investor asing banyak melepas saham-saham bank
big caps, dan tampak beralih ke sektor yang lebih beragam. Merujuk RTI Business, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) Tbk (
BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI) ada di daftar lima besar
net foreign sell dalam seminggu terakhir.
Pada periode yang sama, saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM), PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN), PT Astra Internasional Tbk (
ASII), PT Petrindo Jasa Kreasi Tbk (
CUAN), dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) sedang jadi favorit investor asing.
Baca Juga: IHSG Terperosok Dalam Pada Penutupan Bursa 11 Desember 2023 Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat rotasi sektor sebagai strategi yang wajar dilakukan oleh investor asing. Langkah ini biasanya juga dibarengi dengan upaya diversifikasi. "Rotasi menjadi salah satu poin penting untuk menjaga
expected return. Kami melihat saat ini ada yang dikurangi, namun ada beberapa yang terlihat ditambah," kata Nico kepada Kontan.co.id, Senin (11/12). Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer mengamati rotasi sektor yang terjadi masih bersifat minor. Dia turut memandang posisi
net sell saat ini merupakan kombinasi dari diversifikasi portofolio akhir tahun, serta rotasi sektoral memanfaatkan momentum
window dressing. Sedangkan Robin Haryadi, Analis & Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Solo menilai investor asing hanya mengurangi porsi pada saham-saham big bank yang secara fundamental masih apik. Kemudian, investor asing beralih pada saham-saham yang sedang diiringi oleh sentimen positif. "Saham-saham yang sedang dilepas asing tentu berbeda-beda analisanya. Bagaimana pun tetap diperlukan fundamental solid untuk memilih saham, yang walaupun dijual asing tapi prospek ke depannya bagus," kata Robin.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Untuk Perdagangan Selasa (12/12) Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengamini,
net sell terhadap saham-saham big bank seperti BBCA tidak berhubungan dengan fundamental dan prospek perusahaan yang masih solid. Hanya saja, tren pergerakan saham BBCA memang cenderung mengalami fase konsolidasi harga di tahun ini. "Trennya flat karena sebelumnya BBCA sudah melonjak cukup tinggi, sehingga investor asing lebih memilih melakukan
profit taking dalam beberapa periode di tahun ini," imbuh Arjun. Pada saat bersamaan, investor asing turut melirik saham-saham yang terpapar euforia pasar. Yakni saham yang sejak listing langsung melejit tinggi seperti AMMN dan BREN. "Sehingga membuat kecenderungan
net buy," imbuh Arjun.
Baca Juga: IHSG Anjlok 0,99% ke 7.088 Senin (11/12), GOTO, ESSA, EMTK Top Losers LQ45 Momentum Buy on Weakness
Ketika ada emiten berfundamental apik dilepas oleh investor asing, bukan berarti prospek sahamnya meredup. Helen, selaku Senior Equity Analyst Phillip Sekuritas Indonesia melihat momentum koreksi ini justru bisa menjadi peluang untuk mengoleksi saham di harga yang lebih rendah. Menurut Helen, momentum ini bisa dimanfaatkan untuk menjalankan strategi
buy on weakness. Hanya saja, Helen menekankan agar pelaku pasar domestik jangan hanya mengekor posisi
net buy atau
net sell dari investor asing. Mesti tetap jeli mencermati pergerakan teknikal, sentimen yang sedang mengiringi, valuasi, serta prospek kinerja emiten. Adapun, posisi net sell dari investor asing bisa terjadi karena aksi
profit taking maupun antisipasi terhadap hasil FOMC Meeting The Fed pada 11-12 Desember 2023.
Baca Juga: Seluruh Unitlink Catat Kinerja Positif, Unitlink Saham jadi Jawara di November 2023 Dalam FOMC Meeting pekan ini, Helen turut memperkirakan Bank Sental Amerika Serikat (AS) itu akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5%. Nico memandang, data inflasi AS dan hasil FOMC The Fed terkait arah suku bunga acuan akan menjadi katalis penting bagi arus dana investor asing. Sementara itu, Miftahul memprediksi FOMC The Fed hanya akan memberikan dampak minor terhadap pasar saham domestik. "Karena
market sudah mencerminkan kondisi makro ekonomi saat ini," jelas Miftahul. Dia mengamati ada beberapa saham yang sedang diakumulasi pada sektor keuangan, bidang pariwisata, telekomunikasi dan
consumer goods yang punya market cap dan pangsa pasar kuat. "Adanya momentum akhir tahun akan menambah sentimen positif pada saham-saham berkinerja bagus serta
market cap besar," ungkap Miftahul.
Baca Juga: Melanjutkan Pelemahan, IHSG Sesi Satu Ditutup di Zona Merah Sedangkan Arjun tetap menjagokan empat saham big bank yakni
BBCA,
BBRI,
BMRI, dan
BBNI, serta saham big cap dari sektor konsumen primer dan properti. Investor antara lain bisa melirik PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP) dan PT Ciputra Development Tbk (
CTRA). Helen turut menyodorkan empat saham big bank, bersama dengan ICBP dan ASII. Menimbang prospek fundamental dan valuasi, Nico punya rekomendasi yang sama, ditambah dengan saham TLKM. Sementara itu, Robin melirik saham yang terkait dengan bidang telekomunikasi dan digital. Saham pilihannya adalah TLKM, PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO), PT Indosat Tbk (
ISAT), dan PT XL Axiata Tbk (
EXCL). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati