JAKARTA. Jelang akhir tahun, pencapaian target jadi poin penting bagi industri perbankan tanah air. Tak cuma soal keuntungan, perbankan juga berupaya untuk mencapai target kualitas aset yang bisa terlihat dari level kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). Misalnya saja Bank Mandiri. Akhir tahun ini, bank berlogo pita emas memperkirakan level NPL akan berada pada kisaran 2,5%-3%. Per September lalu, NPL Bank Mandiri ada pada level 2,81%. Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri menyatakan, kualitas aset harus diperbaiki untuk menunjang pertumbuhan profit. "Caranya dengan restrukturisasi, dan perbaikan risk management," terang Kartika, pekan lalu.
Di Bank Mandiri, restrukturisasi dilakukan untuk menjaga kualitas kredit tidak menjadi kredit bermasalah. Dalam hal ini, Bank Mandiri melakukan restrukturisasi saat tingkat kolektibilitas masih pada level 1 atau lancar. Upaya-upaya Bank Mandiri tersebut juga merupakan bagian strategi menghadapi bisnis di tahun depan. Apalagi, Kartika menambahkan, isu kualitas kredit masih akan berlangsung hingga tahun depan. "Kami harap, penambahan NPL baru di tahun depan melambat seiring dengan strategi yang kami lakukan," imbuhnya. Bank Tabungan Negara (BTN) berharap level NPL bisa berkisar 3% atau kurang. Posisi September lalu, NPL BTN turun dari 4,85% menjadi 4,5%. Irman A. Zahiruddin, Direktur BTN mengungkapkan, tren NPL di BTN justru turun jika dibandingkan industri yang mengalami kenaikan. Menurut Irman, NPL di BTN saat ini merupakan NPL yang ada sejak tahun-tahun sebelumnya. "Dan kami terus menurunkan NPL hingga saat ini," tutur Irman. Irman menjelaskan, penurunan NPL BTN dilakukan dengan menambah jumlah kolektor hingga 1.000-1.400 orang. Penambahan kolektor itu, sudah dilakukan BTN sejak tahun lalu. "Jadi, saat ini kolektor tersebut sudah mahir menagih kredit ke debitur. Itu yang membuat tren NPL di BTN turun," ujarnya. Bank Permata memperkirakan NPL masih dalam tren meningkat sampai dengan akhir tahun 2015. Roy Arman Arfandy, Direktur Utama Bank Permata menuturkan, kenaikan NPL ini lantaran perbankan masih mengalami masa yang sangat menantang dengan kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Meski demikian, Roy mengaku perseroan terus melakukan langkah proaktif berupa restrukturisasi dan juga rescheduling pembiayaan agar dapat membantu nasabah agar tidak sampai mengalami penurunan kemampuan membayar kredit. "Kami melihat bahwa rasio kredit bermasalah dalam tren yang meningkat. Tetapi berapa naiknya, saya tidak bisa prediksi. Kami tentu berharap tidak ada kenaikan lagi untuk NPL sampai akhir tahun," ujar Roy. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) menargetkan level NPL gross berkisar 2,5%-3% pada tahun ini. Manajemen bank dengan sandi saham BJBR yakin, target tersebut bisa tercapai jika menengok NPL per September yang sudah turun ke level 3,5% dari 4,1% di periode yang sama tahun lalu.
Menurut Direktur Utama BJB Ahmad Irfan, penurunan NPL BJB sudah berlangsung di sepanjang tahun ini dengan menerapkan credit recovery program. "Kami sudah bentuk tim task force untuk perbaikan kualitas aset dengan empat pilar pada front end proses sesuai dengan segmen kredit BJB," kata Irfan. Tak hanya itu, Irfan juga menerapkan strategi pada back end melalui tiga pilar. Yakni, penyelamatan, penyelesaian kredit dengan cepat, dan early warning system. "Intinya, kami juga lihat tiga hal dari nasabah. Prospek, itikad, dan agunan," ucapnya. Dengan melihat sinyal dari nasabah, Irfan mengaku, BJB lebih memilih menyelesaikan potensi kredit bermasalah sejak awal. Karena, kata dia, jika sudah sampai menjual agunan, prosesnya tidak mudah dan mahal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto