KONTAN.CO.ID - Tidak salah memang, pendapat yang mengatakan, imajinasi dan kreasi lebih berharga daripada sekadar ilmu pasti. Di kalangan pebisnis, tentu tahu betul makna imajinasi dan kreasi. Tanpa keduanya, para pelaku usaha akan kesulitan menemukan ide bisnis maupun pengembangan produk mereka yang sudah eksis. Salah satu bentuk kreasi yang kini mulai tren adalah kerajinan lilin hias bermotif batik. Dengan memadukan lilin dengan batik yang merupakan budaya khas Indonesia, produk ini jadi punya nilai tambah atau value added yang berlipat ganda.
Cevi Agis asal Tasikmalaya, Jawa Barat, merupakan salah satu perintis dalam usaha pembuatan lilin dengan motif batik. Pemilik Batik Candle ini memulai bisnis ini tiga tahun lalu. Dengan membanderol lilin batik buatannya sehargaRp 17.000 hingga Rp 20.000 per kotak, ia mampu menjual sampai 200 kotak per bulan dengan margin mencapai 50%. Satu kotak dengan bahan plastik mika berisi satu buah lilin termasuk pita dan hiasan lainnya. Menurut Cevi, permintaan terus naik seiring makin dikenalnya lilin batik di mata masyarakat. Dua tahun lalu, permintaan yang masuk baru sekitar 30–70 kotak sebulan. Lonjakan permintaan tersebut juga lantaran Cevi menambah motif pada lilin batik bikinannya. Misalnya, karakter animasi dan huruf. Alhasil, produknya pun disukai kalangan anak muda sampai orang dewasa. “Segmen anak muda biasanya menyukai animasi, sedangkan orang dewasa gemar motif huruf untuk kepentingan pernikahan,” bebernya. Peluang bisnis lilin motif ini juga dijajal Nico Sugema yang mengusung bendera usaha Candle Bright dari Semarang, Jawa Tengah. Memulai bisnis lilin sejak 2011 silam, Nico baru fokus pada lilin bermotif batik dua tahun belakangan. Menjual produknya dengan harga Rp 30.000–Rp 50.000 per kotak, Nico mampu meraup penghasilan hingga Rp 100 juta per bulan. “Apalagi kalau ada momen pameran, penjualan bisa 100 kotak sekali pameran,” ungkap pria 37 tahun ini. Belum lagi, jika ada pelanggan yang meminta motif khusus dengan paduan lebih dari tiga warna. Lilin batik dengan motif khusus alias kustomisasi ini dijual dengan harga Rp 70.000–Rp 80.000 per kotak. Dari penjualan lilin motif ini, Nico menikmati margin 40%–50%. Pelanggannya pun tersebar hampir di seluruh Indonesia. Akhir tahun lalu, bahkan ada pembeli asal Malaysia yang memborong 100 kotak lilin sekaligus sebagai suvenir. Tenaga kreatif Nico menjelaskan, ketika lilin dipadukan dengan kreasi unik, harganya pantas melambung. Terlebih dalam dunia industri kreatif, patokan harga jadi tak jelas. Kalau memang suka dengan motif dan desainnya, beberapa pelanggan berani membayar mahal. Karena itulah, untuk menjalankan usaha ini, Nico menekankan pentingnya kreativitas. Sebab, bahan baku lilin sangat mudah didapat dan harganya pun murah. Masalahnya adalah, bagaimana mendapatkan perajin yang pandai mengukir lilin dengan berbagai motif. Waktu merintis bisnis lilin batik, Nico mengandalkan seorang perajin. Tapi sekarang, karena usahanya telah berkembang, dia memiliki tujuh perajin yang ia rekrut dari wilayah Pekalongan dan Semarang. Seiring perkembangan permintaan konsumen, Nico juga melatih karyawannya untuk bisa mengukir motif lain di luar batik. Sebut saja, motif karakter animasi, tokoh kartun, serta logo klub sepakbola. Bahkan tahun ini, Nico baru saja menambah seorang desainer kreatif untuk terus mengembangkan ide dalam memperindah lilin buatannya. “Kalau kita tidak bisa mengembangkan ide, usaha ini cepat ditinggal pelanggan,” tegasnya. Cevi juga sepakat, bahwa tantangan utama mengembangkan usaha ini ialah ketersediaan tenaga kerja pengukir lilin. Pernah ia memperoleh pesanan sebanyak 500 kotak, namun terpaksa ditolak gara-gara kekurangan pekerja. Saat ini, Cevi memiliki empat karyawan plus beberapa tenaga kerja lepas yang merupakan ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya. Untuk desainer, ia masih mengandalkan dirinya sendiri yang beberapa tahun lalu sempat mendapatkan pelatihan kreativitas terkait pengembangan usaha. Masuk pameran Urusan bengkel produksi alias
workshop, baik Nico maupun Cevi menyarankan, untuk awal-awal usaha cukup memanfaatkan ruangan yang tersedia saja, misalnya di rumah. Soalnya, tempat produksi usaha lilin motif batik tidak memerlukan ruangan yang luas. Contoh, Nico masih memanfaatkan salah satu ruang di rumahnya sebagai bengkel produksi. Untuk urusan memasarkan produk, strategi penjualan online menjadi keharusan. Selain memang tren perdagangan elektronik atau e-
commerce kian mentereng, penjualan secara daring mampu menjaring lebih konsumen yang lebih luas. Tambah lagi, cara ini mampu menghemat biaya operasional dibandingkan dengan harus membuka toko fisik (
offline).
Menurut Nico, selain menjajakan lewat marketplace, promosi via media sosial juga enggak boleh dilewatkan. Mulai Facebook, Instagram. hingga Pinterest bisa diandalkan untuk menjajakan lilin batik. Terakhir, yang perlu dicoba juga adalah strategi pemasaran melalui pameran. Untuk yang satu ini, Nico mengatakan, para pengusaha harus pandai-pandai menjalin kerjasama dengan berbagai penyelenggara pameran, baik event organizer (EO), pemerintah daerah (pemda), ataupun perusahaan swasta. Biasanya, penjualan lilin batik akan melonjak drastis kalau dijajakan lewat pameran. Anda berminat terjun di usaha ini? Dengan margin bisnis sampai 50%, bisnis ini menarik untuk dicoba. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan