Patung burung garuda pancasila bisa ditemui di gedung pemerintah, sekolah, dan perkantoran. Di balik kegagahannya, terdapat jejak tangan perajin yang menciptakannya. Para perajin membuat garuda berbahan resin, kayu, dan logam dengan beragam ukuran. Meski termasuk barang tahan lama, pesanan patung garuda pancasila yang dipajang di berbagai tempat, terutama kantor, gedung pemerintah dan sekolah mengalir lancar. Iwan Riswana membuat garuda berbahan resin cetak. Satu garuda buatan Iwan berukuran panjang 45 sentimeter (cm) dan tinggi 30 cm. "Dalam sebulan saya bisa mengerjakan 100 unit," tutur pemilik Media Grafika di Bandung, Jawa Barat.Pesanan garuda karya Iwan menjulang pada 2009 dan 2010. Kala itu, ia mendapat pesanan 1.400 unit garuda dari pemerintah Soreang, Bandung. "Tapi saya hanya bisa mengerjakan 1.000 unit dengan omzet Rp 150 juta," kata lelaki 40 tahun ini. Ia memakai setengah omzet untuk membeli bahan baku serta gaji empat pegawai tetap dan 10 pegawai tambahan. Di tengah pengerjaan dari Soreang, Iwan melayani pesanan dari individu dan instansi lain. Ia memasang harga jual Rp 200.000 per unit. Bila pemesan membeli lebih dari 10 unit, ia menawarkan Rp 175.000 per unit. Di tahun 2009 hingga 2010 Media Grafika menjual rata-rata 150 unit per bulan. "Tapi saat ini saya hanya membuat dan menjual 20 unit tiap bulan," kata Iwan. Sepinya permintaan burung garuda tak menggoyahkan ladang usaha Iwan. Sebab, ia juga menerima pesanan pembuatan suvenir patung wisuda Institut Teknologi Bandung dan pesanan lain. Pesanan dari pemerintah juga datang ke Abdul Rohman. Lelaki 21 tahun ini baru April lalu mendirikan usaha Garuda Jepara di Jepara, Jawa Tengah. Menariknya, pesanan pertama yang datang berasal dari Istana Negara. "Yang menghubungi saya pemasok dari Jakarta," kata Abdul. Dalam tempo dua pekan, garuda kayu jati dengan lebar 140 cm, tinggi 155 cm, dan tebal 3 cm itu jadi dari tangannya dan sembilan perajin lain. Abdul melego karyanya Rp 5,2 juta.Dalam membuat patung garuda, Abdul berpedoman pada Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. "Ukiran garuda pancasila yang sekarang dengan dulu beda bentuk dan model," ujarnya. Awalnya, pihak istana mengatakan ukuran garuda karya Abdul tidak sesuai dengan ketentuan. Abdul lantas menjelaskan bahwa acuannya adalah UU. "Akhirnya pihak istana terima," kata Abdul. Abdul juga memasarkan karyanya ke banyak instansi pemerintah. Beberapa pesanan datang dari Riau, Boyolali, dan Jakarta. Dudi Rahmawan, perajin patung garuda di Boyolali, tengah bersiap menerima lonjakan permintaan. Pemilik usaha Iwan Jaya Logam ini bilang, permintaan garuda biasanya naik hingga 40% sejak bulan Juli. Lonjakan permintaan ini berasal dari sekolah dan perkantoran. Di masa itu, Dudi bisa kedatangan 20 pesanan. "Bahkan akhir tahun lalu rata-rata 50 unit," katanya. Sebelum Juli, Dudi hanya membuat 10 hingga 12 unit. Ia menjual produknya Rp 2 juta - Rp 15 juta per unit.Dudi pernah mendapat pesanan dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat berupa satu set garuda setinggi 240 cm dan lebar 180 cm seharga Rp 15 juta. Ia pun pernah membuat 15 unit dengan harga Rp 2,4 juta per unit burung garuda pesanan kantor DPRD Surabaya. Dudi mengatakan, produk kini sudah sampai di hampir seluruh kota besar di Indonesia. "Saya tertolong dengan media internet," ujar pria yang memulai usaha 2003 ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mengukir laba dari gagahnya burung garuda pancasila
Patung burung garuda pancasila bisa ditemui di gedung pemerintah, sekolah, dan perkantoran. Di balik kegagahannya, terdapat jejak tangan perajin yang menciptakannya. Para perajin membuat garuda berbahan resin, kayu, dan logam dengan beragam ukuran. Meski termasuk barang tahan lama, pesanan patung garuda pancasila yang dipajang di berbagai tempat, terutama kantor, gedung pemerintah dan sekolah mengalir lancar. Iwan Riswana membuat garuda berbahan resin cetak. Satu garuda buatan Iwan berukuran panjang 45 sentimeter (cm) dan tinggi 30 cm. "Dalam sebulan saya bisa mengerjakan 100 unit," tutur pemilik Media Grafika di Bandung, Jawa Barat.Pesanan garuda karya Iwan menjulang pada 2009 dan 2010. Kala itu, ia mendapat pesanan 1.400 unit garuda dari pemerintah Soreang, Bandung. "Tapi saya hanya bisa mengerjakan 1.000 unit dengan omzet Rp 150 juta," kata lelaki 40 tahun ini. Ia memakai setengah omzet untuk membeli bahan baku serta gaji empat pegawai tetap dan 10 pegawai tambahan. Di tengah pengerjaan dari Soreang, Iwan melayani pesanan dari individu dan instansi lain. Ia memasang harga jual Rp 200.000 per unit. Bila pemesan membeli lebih dari 10 unit, ia menawarkan Rp 175.000 per unit. Di tahun 2009 hingga 2010 Media Grafika menjual rata-rata 150 unit per bulan. "Tapi saat ini saya hanya membuat dan menjual 20 unit tiap bulan," kata Iwan. Sepinya permintaan burung garuda tak menggoyahkan ladang usaha Iwan. Sebab, ia juga menerima pesanan pembuatan suvenir patung wisuda Institut Teknologi Bandung dan pesanan lain. Pesanan dari pemerintah juga datang ke Abdul Rohman. Lelaki 21 tahun ini baru April lalu mendirikan usaha Garuda Jepara di Jepara, Jawa Tengah. Menariknya, pesanan pertama yang datang berasal dari Istana Negara. "Yang menghubungi saya pemasok dari Jakarta," kata Abdul. Dalam tempo dua pekan, garuda kayu jati dengan lebar 140 cm, tinggi 155 cm, dan tebal 3 cm itu jadi dari tangannya dan sembilan perajin lain. Abdul melego karyanya Rp 5,2 juta.Dalam membuat patung garuda, Abdul berpedoman pada Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. "Ukiran garuda pancasila yang sekarang dengan dulu beda bentuk dan model," ujarnya. Awalnya, pihak istana mengatakan ukuran garuda karya Abdul tidak sesuai dengan ketentuan. Abdul lantas menjelaskan bahwa acuannya adalah UU. "Akhirnya pihak istana terima," kata Abdul. Abdul juga memasarkan karyanya ke banyak instansi pemerintah. Beberapa pesanan datang dari Riau, Boyolali, dan Jakarta. Dudi Rahmawan, perajin patung garuda di Boyolali, tengah bersiap menerima lonjakan permintaan. Pemilik usaha Iwan Jaya Logam ini bilang, permintaan garuda biasanya naik hingga 40% sejak bulan Juli. Lonjakan permintaan ini berasal dari sekolah dan perkantoran. Di masa itu, Dudi bisa kedatangan 20 pesanan. "Bahkan akhir tahun lalu rata-rata 50 unit," katanya. Sebelum Juli, Dudi hanya membuat 10 hingga 12 unit. Ia menjual produknya Rp 2 juta - Rp 15 juta per unit.Dudi pernah mendapat pesanan dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat berupa satu set garuda setinggi 240 cm dan lebar 180 cm seharga Rp 15 juta. Ia pun pernah membuat 15 unit dengan harga Rp 2,4 juta per unit burung garuda pesanan kantor DPRD Surabaya. Dudi mengatakan, produk kini sudah sampai di hampir seluruh kota besar di Indonesia. "Saya tertolong dengan media internet," ujar pria yang memulai usaha 2003 ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News