Mengukir Untung di Bisnis Akar Kayu



h090221_15_jatiBISNIS kerajinan kayu mebel sudah jamak. Namun, ada satu bisnis kerajinan berbahan kayu yang unik dan memiliki citarasa seni tinggi, yakni kerajinan akar jati. M. Ali Putra Syla sudah merasakan laba dari kerajinan akar jati ini. Ali yang pernah bekerja di pabrik kayu mengaku, ide bisnis akar jati lahir secara tak sengaja. Pada 1998, ia mulai mencari peruntungan lewat bisnis fosil batu. Tapi, waktu itu ia justru sering menerima masukan dari pelanggan di luar negeri untuk memasok kerajinan akar kayu. Tak berpikir panjang lagi, Ali mengikuti nasihat itu. Ia lantas mempelajari bisnis akar kayu. Bermodal Rp 48 juta, ia mulai menekuni bisnis ini. Sebagian duit itu ia pakai buat mendirikan bengkel. Saat memulai bisnis, ia hanya mampu memproduksi sedikit kerajinan, tidak lebih dari 50 akar kayu per bulan. Ali membuat aneka kerajinan berbahan akar kayu. Misalnya meja, kursi, pajangan, wadah buah, dan sebagainya. Ia memakai akar kayu jati, pohon pinus, dan pohon kihujan. Meski produksinya sedikit, ia punya strategi agar barangnya tak menumpuk. Misalnya, ia hanya akan membuat kerajinan akar kayu jika ada pesanan. Berita baiknya, pemesan ternyata menyambut baik produknya. Alhasil, modal Rp 48 juta pun kembali ke kantong Ali dalam tempo kurang dari setengah tahun. "Dulu, sampai tahun 2003, saya tidak ada pesaing lain di bisnis ini," ujar Ali. Ketika itu, ia mampu mendulang omzet hingga Rp 600 juta per bulan. Saat itu, Ali mampu menjual 900 kerajinan akar kayu per bulan atau rata-rata 30 per hari. Ia bahkan harus menambah pekerja untuk memenuhi jumlah produksi yang terus saja menanjak. Malah, ia pernah mempekerjakan 50 orang saat pesanan membeludak. Kini saat pesaing mulai banyak, Ali dan pekerjanya masih mampu menghasilkan 100-200 kerajinan per bulannya. Produk akar kayu bikinan Ali tak hanya dijual ke dalam negeri, tapi juga ke mancanegara seperti ke Belanda, Spanyol, Mesir, dan Arab Saudi. Saat ini, omzet bisnisnya mencapai Rp 150 juta per bulan. Itu di luar omzet pesanan khusus. Besar marjin keuntungannya menggiurkan, yakni 20%-30% dari total omzet atau sekitar Rp 30 juta hingga Rp 45 juta per bulan. Bonggol dari Perhutani Hingga kini, Ali masih tetap menggunakan tiga jenis akar pohon tadi sebagai bahan baku kerajinan. Sebab, selain mudah, harganya relatif murah. Soalnya, kayu yang digunakan Ali bukan kayu yang dibeli dalam bentuk utuh. "Saya beli limbah kayu dari Perhutani," ungkapnya. Maksudnya, Ali hanya membeli bonggol akar dari ketiga jenis pohon tersebut yang dianggap sudah tidak berguna bagi Perhutani. Ia lantas mengukir akar itu. Ali menjual produknya mulai Rp 60.000 - Rp 18 juta per buah, tergantung bentuk, ukuran, dan tingkat kesulitan ukiran. Saat ini, selain Ali, di Bogor, sudah muncul cukup banyak  pesaing yang punya usaha serupa. "Banyak orang Korea dan China membuka toko sendiri di Bogor," imbuh Ali. Meski sudah ada sekitar delapan hingga 10 pemain di bisnis ini, peluang meraup untung di bisnis ini tetap terbuka. Meski ada pesaing, Ali tetap optimistis akan peruntungan bisnis akar kayu di masa mendatang. Ali kini tengah gencar memasarkan produknya via pameran dan internet. Ali menggandeng dinas kerajinan Bogor agar produknya semakin berkembang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: