JAKARTA. Hari ini, Senin (1/7), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Juni 2013 sebesar 1,03%. Angka inflasi ini belum mencakup seluruh dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru dinaikkan pemerintah di bulan Juni. Kepala Riset PT Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan, angka inflasi bulan Juni belum merasakan dampak kenaikan harga BBM. Soalnya, dampak kenaikan harga BBM butuh waktu satu sampai dua bulan. "Jadi, dampak inflasi akibat kenaikan BBM baru bisa dirasakan pada Agustus nanti, seiring dengan rilis inflasi bulan Juli ini," tukas Reza. Hal ini juga mampu mendorong inflasi tahun ini beranjak ke level 6,5%-6,8% dan bahkan bisa di atas 7%.
Jika menyinggung ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sebenarnya pergerakan IHSG secara teknikal masih memungkinkan kembali ke level 5.200 poin. Namun, jika melihat sisi inflasi, IHSG justru bisa terjembab ke level 4.300 - 4.400 poin. Potensi itu kian besar mengingat The Fed berencana untuk mengurangi stimulus pada September nanti. Menurut reza, jika ingin bermain saham di tengah situasi seperti ini, sebaiknya investor membidik saham sub sektor industri ritel, makanan olahan, atau sub sektor telekomunikasi. Untuk sub sektor ritel, saham emiten yang bergerak di sektor ini adalah; JPFA dan CPIN yang bergerak di pakan ternak. Kedua emiten ini menurut Reza merupakan sektor yang memiliki prospek cerah di tengah ancaman inflasi pasca kenaikan BBM. Selain itu, sub sektor makanan olahan juga akan mengalami kenaikan, begitu juga dengan sub sektor telekomunikasi yang juga akan mendulang kenaikan pasar selama puasa dan Lebaran. Setidaknya, marjin keuntungan emiten yang bergerak di ketiga sub sektor itu bakal terkerek naik. "Kenaikan harga BBM bisa mempengaruhi daya beli masyarakat. Tapi, menjelang hari raya umumnya masyarakat menerima tunjangan hari raya (THR) yang bisa menjadi penyeimbang daya beli akibat dampak kenaikan BBM," jelas Reza. Untuk itu, Reza menyarankan, investor lebih awas terhadap saham-saham yang bergerak di sektor konsumer dan seperti AISA dan INDF. Produk kedua emiten itu laku saat jelang Lebaran. Daya beli masyarakat juga terjaga dengan adanya THR. Akan tetapi, kenaikan harga BBM bisa memberatkan operasional emiten-emiten. "Jadi, marjin keuntungan di sektor ini mungkin tidak begitu besarnya," pungkasnya.
Soal dampak inflasi tersebut, Ahmad Sujatmiko, analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) sepakat dengan Reza. Ia menilai, dampak inflasi tidak begitu terasa bulan ini. Efeknya, kata Ahmad, baru terasa beberapa waktu ke depan, sehingga secara tahunan inflasi bisa di atas 7%. Sementara dampaknya ke IHSG, Ahmad menilai inflasi akan menekan IHSG cukup kuat. Apalagi jika kenaikan inflasi dibarengi kenaikan suku bunga bank yang saat ini di level 6%, dari sebelumnya 5,75%. "Hal ini akan membuat investor memindahkan sebagian dananya dari pasar modal ke instrumen investasi di perbankan," tutur Ahmad. Lebih jauh, Ahmad menjelaskan, andai IHSG ada di level 5.000 pada akhir tahun nanti, hal itu hanya didorong kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia. Kepercayaan bertambah jika rilis kinerja emiten semester I 2013 bisa mencatatkan kinerja positif yang melebihi ekspektasi analis. "Hal itu akan berpengaruh positif terhadap laju IHSG sampai dengan akhir 2013," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri