Mengukur Dampak Normalisasi Jam Bursa dan ARB Simetris, Simak Catatan Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para investor dan trader harap bersiap. Pasalnya, mulai pekan depan waktu perdagangan akan lebih panjang. Bursa Efek Informasi (BEI) menormalisasi atas kebijakan pandemi Covid-19, termasuk mengembalikan jam perdagangan mulai Senin, 3 April 2023.

Normalisasi ini menindaklanjuti Surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-52/PM.01/2023 tanggal 29 Maret 2023, serta merujuk empat surat keputusan dari Direksi BEI. 

Jam perdagangan pun kembali normal seperti pra-pandemi, yakni sebagai berikut:


Perdagangan di Pasar Reguler, Senin - Kamis:

  • Sesi Pra-pembukaan: 08.45 - 08.59 WIB.
  • Sesi pertama: 09:00 - 12:00 WIB. 
  • Sesi kedua: 13.30 - 15.49 WIB.
  • Sesi pra-penutupan: 15.50-16.00 WIB.
  • Sesi Pasca Penutupan: 16.01 - 16.15 WIB.
Perdagangan di Pasar Reguler, Jumat:

  • Sesi pra-pembukaan: 08.45 - 08.59 WIB
  • Sesi pertama: 09.00 - 11.30 WIB. 
  • Sesi kedua: 14:00 - 15:49 WIB.
  • Sesi Pra-penutupan: 15.50 - 16.00 WIB
  • Sesi Pasca penutupan: 16.01 - 16.15 WIB.
Baca Juga: Jam Perdagangan BEI Balik Normal 3 April, Simak Rinciannya

Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin melihat normalisasi perdagangan bursa merupakan hal yang dinantikan pelaku pasar.  Apalagi ketika performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada dalam fase markdown, khususnya di bulan ramadan yang terdapat banyak hari libur bursa.

Nanang bilang, normalisasi jam bursa bisa membuat transaksi semakin ramai. Pelaku pasar akan memanfaatkan peluang dengan penambahan waktu dibanding durasi selama pandemi.

"Normalisasi jam perdagangan itu bertujuan menggairahkan pasar modal dalam jangka panjang. Sekaligus meningkatkan volume dan nilai transaksinya. Itu akan turut mengerek naik likuiditas pasar modal," ujar Nanang kepada Kontan.co.id, Jumat (31/3).

Volatilitas pasar yang belakangan berhembus kencang pun sekarang mulai mereda. Sejalan dengan performa pasar global dan sentimen eksternal yang membaik. "Krisis perbankan berhasil diredam, memberi keyakinan bahwa semua terkendali," imbuh Nanang.

Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menimpali, normalisasi sudah selayaknya dilakukan menimbang kondisi secara umum yang sudah kembali normal. Rata-rata nilai transaksi harian pun berpotensi meningkat.

"Membuat investor memiliki waktu yang lebih panjang untuk bertransaksi, khususnya bagi trader yang biasa melakukan transaksi jual beli pada satu hari perdagangan," ujar Nico.

Secara historis, rata-rata nilai transaksi harian di seluruh pasar bergerak naik dari 2018 - 2022. Hanya saja, Nico menekankan rata-rata transaksi harian bukan semata-mata ditentukan oleh panjangnya jam perdagangan. 

Catatan Nico, rata-rata transaksi harian lebih tinggi pada periode pandemi 2020-2022, dibandingkan 2018-2019 saat jam bursa masih normal. Pada 2018-2019, rata-rata transaksi harian di seluruh pasar mencapai Rp 8,50 triliun dan Rp 9,11 triliun.

Baca Juga: Catat! BEI Tetapkan Jam Perdagangan Bursa Kembali Normal Mulai 3 April 2023

Sedangkan pada 2020-2022 naik menjadi Rp 9,21 triliun, Rp 13,37 triliun pada 2021, dan Rp 14,71 triliun pada tahun lalu. Menurut Nico, lonjakan transaksi akan lebih signifikan didorong oleh penambahan basis investor dan emiten baru yang tercatat di BEI.

"Kedua faktor itu membuat semakin banyak transaksi yang terjadi. Jika ditambah jam perdagangan, maka semakin bisa mendorong keberlanjutan tren (kenaikan transaksi)," imbuh Nico.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, sepakat normalisasi memberikan kesempatan bagi pelaku pasar bertransaksi lebih lama. Namun, jam perdagangan yang lebih panjang tidak otomatis membuat perdagangan menjadi lebih likuid dan ramai.

Estimasi Martha, kenaikan transaksi akibat normalisasi jam bursa kemungkinan mencapai 10%-15%. 

"Kinerja perusahaan, ekspektasi pertumbuhan, sentimen dan berita yang ada, lebih mempengaruhi minat  untuk bertransaksi," kata Martha.

Auto Rejection Simetris Bertahap

Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto, membenarkan pada akhirnya pergerakan pasar akan mengikuti sentimen yang mengiringinya. Jadi dampak jam bursa yang lebih panjang terhadap nilai transaksi dan volatilitas pasar tidak begitu signifikan.

Lain cerita dengan normalisasi Auto Rejection Bawah (ARB). Dampak bagi likuiditas bisa meningkat signifikan, khususnya jika terjadi panic buy atau panic sell.

Normalisasi bertahap ke ARB simetris membawa dampak positif dan negatif. Positifnya, saham akan lebih cepat mencapai kondisi jenuh jual, probabilitas untuk trading harian dengan spread harga yang lebih tinggi, serta peningkatan likuiditas saat terjadi sentimen khusus.

Tapi di sisi lain bisa meningkatkan jumlah spekulan sehingga risiko kerugian pun meningkat. Meski begitu, William menegaskan agar investor tidak perlu khawatir jika ARB kembali simetris.

Sebab, tidak berarti harga saham pasti akan turun ke level terdalam. 

"Contohnya jika saham turun hanya karena faktor teknikal. Bukan berarti penurunannya akan sampai ARB simetris, bisa saja hanya melemah beberapa persen," sebut William.

Sebagai informasi, selain jam perdagangan bursa, BEI juga melakukan normalisasi ketentuan ARB secara bertahap. Tahap pertama baru akan berlaku pada Senin, 5 Juni 2023 dengan batas ARB di level 15%.

Ketentuan auto rejection simetris baru kembali berlaku pada tahap kedua yang akan dimulai Senin, 4 September 2023. Ketentuannya, ARA dan ARB untuk rentang harga saham Rp 50 - Rp 200 adalah 35%, harga > Rp 200 - Rp 5.000 di level 25%, dan harga > 5.000 memiliki batas ARA dan ARB 20%.

Nanang memandang kebijakan bertahap ini sudah ideal. Memberikan waktu bagi investor untuk kembali menyesuaikan diri dengan kebijakan ARB yang sudah berlaku selama tiga tahun terakhir, terutama bagi para investor atau trader baru angkatan pandemi covid-19.

Nico menambahkan, kebijakan bertahap ini bisa membuat pasar lebih stabil. Dalam beberapa bulan ke depan saat tahapan normalisasi dimulai, sentimen eksternal ditaksir lebih jinak. Seperti kejelasan langkah The Fed  ke depan, yang bisa mengurangi ketidakpastian di pasar.

Martha sependapat normalisasi ARB secara bertahap bisa menghindari shock pada investor atau trader pemula. Tapi, pelaku pasar mesti lebih cermat dan selektif memilih saham. 

"Tetap fokus pada money management, fundamental dan prospek perusahaan," tandas Martha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi