Mengukur Efek Perang Rusia-Ukraina Terhadap Ekonomi Indonesia



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak konflik geopolitik Rusia-Ukraina terhadap kelangsungan bisnis dan perekonomian Indonesia. Sebagaimana diketahui, Rusia mulai melancarkan aksi serangan militer ke beberapa titik di wilayah Ukraina.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menyampaikan, baik Rusia dan Ukraina bisa disebut sebagai rekan dagang dan investasi yang nontradisional bagi pelaku usaha Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mencoba untuk membuat sejumlah perjanjian dagang dengan Rusia sebagai bagian dari diversifikasi pasar walau upaya ini belum selesai.

Meski tidak dirinci, Shinta menyebut, kegiatan ekspor-impor dan investasi yang melibatkan Rusia-Ukraina dengan Indonesia masih tergolong mini, bahkan tertinggal jauh bila dibandingkan perdagangan Indonesia dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.


“Jadi dampak konflik ini secara langsung terhadap relasi perdagangan dan investasi di Indonesia tidak signfikan,” imbuh dia, Kamis (24/2).

Baca Juga: Menakar Arah Pergerakan IHSG di Tengah Memanasnya Konflik Rusia-Ukraina

Di sisi perdagangan, Indonesia berpotensi mengalami gangguan suplai terutama untuk minyak dan gas (migas), karena adanya embargo global kepada Rusia yang bisa mempengaruhi stabilitas suplai dan harga minyak global.

Di luar itu, Shinta menilai, tidak ada perubahan yang berarti lantaran kontribusi Rusia-Ukraina terhadap ekonomi nasional sangat kecil. Sebagai contoh, perdagangan Indonesia dengan Rusia lebih didominasi oleh produk migas, besi/baja, dan alutsista yang sebenarnya dapat disubtitusi oleh negara lain karena volume perdagangannya tidak dominan, di mana nilai import share-nya hanya sekitar 1%.

Sementara dari sisi ekspor ke Rusia-Ukraina, produk yang cukup dominan diekspor oleh Indonesia adalah Crude Palm Oil (CPO). Walau begitu, jumlah CPO yang diekspor ke Rusia-Ukraina juga tergolong sedikit bila dibandingkan ekspor CPO ke negara-negara lain. Alhasil, mudah bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi atau pengalihan ekspor CPO ke negara lain agar kinerja ekspornya tidak terganggu oleh konflik di Eropa Timur tersebut.

“Hanya saja konflik ini akan mengganggu rencana Indonesia untuk melakukan kerja sama ekonomi lebih lanjut dengan Rusia dan Ukraina, karena kondisi konflik yang tidak kondusif,” ungkap dia.

Kadin menilai, hal yang perlu diantisipasi adalah channel transaksi perdagangan dan transaksi finansial lain antara Indonesia dengan Rusia. Sebab, Rusia sudah dikenakan sanksi embargo oleh sejumlah negara Barat. Memang, sejauh ini embargo yang berlaku masih terhadap produk-produk perdagangan dari dan menuju Rusia atau belum ada pemblokiran sistem finansial secara keseluruhan, seperti yang terjadi dengan Iran.

Namun, hal ini menjadi potensi embargo yang perlu dipertimbangkan karena bisa terjadi apabila konflik tidak dapat diselesaikan, sementara negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa terus bersikeras melakukan embargo kepada Rusia.

Kondisi ini akan menyulitkan transaksi perdagangan, investasi, dan transaksi finansial lain antara Indonesia-Rusia, sehingga kegiatan ekonomi Indonesia akan stagnan dan menurun sepanjang embargo terhadap Rusia diberlakukan.

Sementara untuk kontrak-kontrak suplai dan afiliasi usaha, Kadin menilai akan tetap berjalan seperti biasa. Ini mengingat secara esensi, transaksi atau afiliasi perdagangan dan investasi Indonesia tidak berhubungan langsung dengan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

“Hanya saja ke depannya kelangsungan usaha akan tergantung pada langkah pemerintah Indonesia untuk merespons konflik Rusia-Ukraina,” ujar Shinta.

Jika pemerintah Indonesia memilih untuk mengecam atau bahkan ikut melakukan embargo ekonomi kepada Rusia, ini akan sangat mengganggu kerja sama Indonesia dengan Rusia. Adapun kerja sama ekonomi dengan Ukraina diperkirakan akan tertahan atau berhenti sementara, mengingat serangan Rusia ditujukan ke kota-kota besar Ukraina. Alhasil, disrupsi terhadap kegiatan ekonomi di Ukraina akan sangat terasa.

Kadin pun berharap pemerintah Indonesia merespons konflik Rusia-Ukraina dengan kepala dingin dan perhitungan yang matang. “Memang kita tidak memiliki hubungan ekonomia yang erat dengan kedua negara tersebut. Namun, bukan berarti kita bisa bertindak sesuka hati menanggapi konflik Rusia-Ukraina,” ungkap Shinta.

Para pelaku usaha melihat kedua negara tersebut sebagai pasar potensial untuk dikembangkan kerja sama ekonominya, baik dari sisi perdagangan maupun investasi. Dari situ, wajar apabila Kadin berharap respons pemerintah lebih ditujukan kepada upaya penyelesaian konflik secara damai.

Kadin juga berharap, pemerintah dapat melakukan langkah antisipasi terhadap kemungkinan kenaikan harga minyak global serta dampaknya terhadap inflasi dan proyeksi pemulihan ekonomi nasional.

Dalam hal ini, jangan sampai faktor pergolakan harga minyak global akibat konflik Rusia-Ukraina justru malah merugikan atau membebani pelaku usaha, termasuk masyarakat Tanah Air ketika pemulihan ekonomi sedang berlangsung sepanjang tahun ini.

Baca Juga: Pelemahan Rupiah Masih Terukur Meski Rusia dan Ukraina Perang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat