JAKARTA. Kinerja emiten pertambangan di kuartal III 2015 belum membaik. Emiten sektor pertambangan berkapitalisasi pasar besar masih membukukan penurunan kinerja. Namun, masih ada beberapa saham sektor pertambangan yang layak dicermati di jangka pendek. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) misalnya. Sampai kuartal III-2015, PTBA mengantongi laba Rp 1,5 triliun atau turun 5,06% dari Rp 1,58 triliun di periode yang sama tahun 2014. Pendapatan PTBA sebenarnya masih naik 8,8% dari Rp 9,65 triliun menjadi Rp 10,5 triliun. Sementara PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatat laba bersih US$ 181 juta, menurun 18% year on year (yoy). Ariyanto Kurniawan, Analis Mandiri Sekuritas mengatakan, laba bersih ADRO mencapai 97%-105% dari prediksi Mandiri Sekuritas dan konsensus.
Arianto juga mencatat, ADRO mengumumkan pemangkasan produksi, karena lemahnya permintaan batubara berkalori rendah. "Laba bersih ADRO lebih baik daripada ekspektasi karena beban bunga yang turun dan tingkat pajak efektif yang turun," ungkap Arianto dalam riset. Emiten logam timah, PT Timah (Tbk) mencetak laba bersih sekitar Rp 10,47 miliar, anjlok 97,6%. Seperti PTBA, pendapatan TINS masih naik 17,9% yoy menjadi Rp 5,14 triliun dari sebelumnya Rp 4,3 triliun. Kinerja keuangan emiten nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga masih turun. Pendapatannya hanya mencapai US$ 613,1 juta pada kuartal III-2015, melorot dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 772,29 juta. Lalu, laba bersih juga anjlok lebih dari separuhnya dari US$ 130 juta menjadi sekitar US$ 51,8 juta. PT Harum Energy Tbk (HRUM) melaporkan rugi bersih US$ 1 juta. "Tapi, angka itu lebih baik daripada estimasi kami yang memprediksikan rugi bersih HRUM sekitar US$ 4 juta pada tahun ini," ujar Ariyanto. Menurutnya, HRUM merupakan saham batubara termurah dengan posisi kas US$ 180 juta, lebih tinggi daripada kapitalisasi pasarnya yang senilai US$ 166 juta. HRUM terkena dampak buruk melemahnya harga batubara dengan penurunan produksi 30%-40% sejak tahun 2013.