Mengukur Ketahanan Ekonomi dan Sistem Keuangan Indonesia Hadapi Ancaman Resesi 2023



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ancaman resesi ekonomi global tahun depan dipastikan akan merembes ke Indonesia. Meskipun fundamental ekonomi Indonesia diprediksi kuat, tapi tetap saja resesi global bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Praktisi Perbankan Abiwodo mengatakan, merespons ancaman resesi ini, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan BI7DRR sebanyak 25 bps jadi 5,50%, kenaikan suku bunga deposit facility sebanyak 25 bps jadi 4,75%, sampai dengan kenaikan suku bunga lending facility sebanyak 25 bps jadi 6,25%. 

Hal ini dilakukan sebagai upaya agar permintaan domestik tetap kuat, keyakinan pelaku ekonomi semakin terjaga, begitu pun dengan tingginya daya beli masyarakat.


Baca Juga: LPS Perkirakan Penyaluran Kredit 2023 Lebih Selektif, DPK Tumbuh Lebih Lambat

“Seiring berjalannya waktu, perekonomian Indonesia diyakini bisa tumbuh di kisaran 5% pada tahun 2023. Ini tetap baik walau pergerakannya melambat. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global,” ujar Abiwodo dalam keterangannya, Selasa (27/12).

Ia melanjutkan, jika dilihat dari banyak laporan organisasi global seperti World Bank, IMF dan OECD, terdapat 3 indikator utama yang mempengaruhi resesi global tahun depan.

Pertama, ketahanan energi. Dampak perang Rusia-Ukraina menyebabkan kurangnya pasokan energi di banyak negara. Untuk itu pemerintah harus menerapkan kebijakan mampu memberikan dampak positif. 

Kedua, ketahanan pangan. Pemerintah disarankan tetap aktif dalam memastikan ketersediaan pangan. Sejauh ini, cadangan pangan pemerintah terjaga dengan baik melalui ketersediaan berbagai komoditas bahan pangan pokok.

Baca Juga: Cara Indonesia Menjaga Pertumbuhan di Tengah Risiko Krisis Ekonomi Global

Ketiga, ketahanan perbankan. Menurutnya, untuk menjaga ketahanan perbankan, Indonesia memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini tak lain demi mengendalikan inflasi.

"Untuk memperkuat stabilitas nilai tukar mata uang rupiah, perlu adanya penjualan atau pembelian SBN secara berkelanjutan di pasar sekunder. Dengan begitu, daya tarik imbal hasil SBN bisa meningkat. Alhasil, investor portofolio asing bisa masuk dan menguntungkan dalam negeri,” terangnya.

Abiwodo optimistis bahwa ketahanan sistem perbankan Nasional tetap terjaga baik. Mulai dari sisi permodalan maupun likuiditasnya. 

Apalagi, BI telah melakukan berbagai mitigasi untuk mencegah terjadinya hambatan pada sistem keuangan nasional. Salah satunya memperkuat sinerginya bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli