Mengukur potensi kinerja Waskita Beton Precast



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dompet PT Waskita Beton Precast Tbk mulai kembali terisi. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa dengan kode WSBP ini kembali menerima pembayaran untuk pekerjaan yang telah rampung.

Hingga pertengahan Februari kemarin, perusahaan ini telah menerima pembayaran termin dari proyek yang digarap senilai Rp 2,37 triliun. Ruas tol Becakayu seksi IB dan IC menyumbang kontribusi Rp 1,55 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari beberapa proyek lainnya.

Meski begitu, WSBP tampak woles dalam berekspansi. Perusahaan produsen precast ini lebih berhati-hati menetapkan target perolehan kontrak baru. Nilai kontrak baru yang dibidik cuma Rp 11,52 triliun.


Tahun lalu, WSBP berhasil memperoleh kontrak baru sebesar Rp 11,03 triliun. Realisasi ini cuma sekitar 89,67% dari target awal. "Saya rasa mereka sekarang lebih fokus ke kontrak existing yang cukup besar," ujar Liga Maradona, Analis OCBC Sekuritas kepada Kontan.

Menurut dia, walaupun perolehan kontrak baru hanya dipatok tumbuh tipis dari tahun lalu, tetapi prospek WSBP masih tetap positif. Perusahaan ini masih bisa mengandalkan pendapatan dari proyek ruas tol Probolinggo-Banyuwangi dan proyek jembatan Penajam yang pekerjaanya mundur di tahun ini.

WSBP juga akan segera menerima pembayaran dari sebagian besar proyek yang akan selesai dikerjakan, seperti tol Pejagan-Pemalang, tol Semarang-Batang dan LRT Palembang. Dana segar ini bisa digunakan untuk melunasi utang perusahaan ini.

Tergantung induk

Namun investor perlu memperhatikan ketergantungan WSBP terhadap induk perusahaannya, yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Saat ini, masih banyak proyek yang diperoleh WSBP merupakan proyek turunan dari WSKT.

Liga memprediksi, dalam dua sampai tiga tahun ke depan, kontribusi proyek dari WSKT masih cukup besar. "Kalau lima hingga 10 tahun masih seperti itu, ini kurang baik," terang dia.

Karena ketergantungan pada induk tadi, ada kekhawatiran bisnis WSBP akan terganggu bila WSKT melakukan divestasi bisnis tol. Tapi Analis MNC Sekuritas Gilang Anindito menilai, divestasi bisnis tol perusahaan induk tidak akan berimbas negatif pada WSBP. "Yang didivestasi, kan, proyek yang sudah jadi sehingga enggak berpengaruh ke pengadaan betonnya," ujar dia.

Gilang menyebut, selama WSKT tetap fokus di bisnis jalan tol, maka kinerja WSBP juga akan terus bertumbuh. Gilang meyakini porsi proyek dari induk usaha akan terus berkurang hingga 2020 nanti.

Buktinya, saat ini WSBP terus fokus menambah kapasitas produksi. Penambahan pasti dilakukan untuk memenuhi kontrak, termasuk proyek dari pihak di luar afiliasi.

Meski begitu, untuk jangka panjang, WSBP memang harus mengurangi ketergantungan pada induknya. Emiten ini juga perlu berhati-hati dengan sistem penagihan piutang usahanya. Bila ada pembayaran yang tidak tepat waktu, arus kas perusahaan akan tertekan. "Tantangan WSBP sekarang ini datang dari keterlambatan penyelesaian proyek," ungkap Gilang.

Kalau isu kecelakaan kembali terjadi dan proyek yang berlangsung ditunda, maka hal ini bisa berpengaruh ke pembayaran. Beruntung, moratorium proyek konstruksi layang yang dilakukan beberapa waktu lalu tak berlangsung lama.

Di lain pihak, Achmad Nurcahyadi, Analis Samuel Sekuritas Indonesia, justru melihat divestasi tol yang dilakukan oleh sang induk akan turut mempengaruhi pemenuhan target kontrak baru. Hingga 18 Februari WSBP sudah memperoleh kontrak anyar Rp 1,45 triliun. "Kami liat perolehan kontrak akan sangat bergantung pada keberhasilan divestasi WTR," ujar dia.

Ia mengingatkan masih ada beberapa sentimen negatif yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Di antaranya seperti perolehan kontrak baru yang rendah, tertundanya eksekusi proyek, pembayaran sisa due turnkey dan proyek lain tertunda, serta perubahan peta persaingan.

Meski begitu, melihat fundamental WSBP, Achmad masih merekomendasikan beli saham WSBP dengan target harga Rp 580 per saham. Gilang merekomendasikan beli saham WSBP dengan target Rp 560 per saham. Kemudian Liga merekomendasikan beli WSBP dengan target harga Rp 690 per saham.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati