Mengukur Prospek Kekuatan Krakatau Steel



JAKARTA. Baru-baru pemerintah menghembuskan angin segar bagi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Seluruh emiten konstruksi badan usaha milik negara (BUMN) diwajibkan menggunakan baja milik PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) untuk menahan gempuran baja impor.

Selama ini, pasar baja dalam negeri banyak dibanjiri oleh baja-baja impor membuat penjualan baja nasional terutama KRAS mengalami tekanan besar. Penyebabnya, harga baja impor terutama dari Cina ditawarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Belum lagi, bea masuk impor baja yang sangat kecil membuat baja nasional digempur baja impor.

Sejumlah analis menilai himbauan pemerintah tersebut akan membawa dampak positif terhadap KRAS. Penjualan emiten pelat merah ini diperkirakan akan meningkat dengan beralihnya perusahaan kontruksi yang selama ini menggunakan baja impor ke baja milik KRAS.


Thendra Chrisnanda, analis BNI securities mengatakan himbauan tersebut akan memberikan katalis positif karena KRAS memiliki peluang untuk meningkatkan penjualan. Namun, dia menilai katalis tersebut hanya bersifat jangka pendek karena ke depan investor akan tetap fokus pada fundamental perseroan.

Thendra melihat, tantangan yang dihadapi KRAS masih cukup besar. Pertama, terjadi over supply di pasar baja global sehingga harga cenderung merosot. Produksi baja terbesar terutama berasal dari Cina yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah. “Sebagai pembanding, tahun 2014 harga baja global US$ 614 per ton, sementara baja Cina US$486 per ton,” jelas Thendra.

Sementara di Indonesia, kebutuhan baja untuk tahun-tahun ke depan sangat besar di tengah upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Thendra bilang, perbedaan harga baja yang sanggat signifikan dengan baja China membuat baja nasional terhimpit.

Kedua, KRAS mengalami kelemahan dari sisi teknologi. Thendra bilang, teknologi emiten BUMN tersebut sudah ketinggalan. Meskipun KRAS telah melakukan kerjasama join venture dengan institusi lain untuk pengadaan teknologi seperti Don Bosko dan perusahaan Jepang namun kontribusinya masih belum bisa dinikmati sampai saat ini. Dan yang terakhir, biaya produksi semakin naik terutama karena tekana nilai tukar rupiah.

Hans Kwee, Direktur Investa saran Mandiri menilai prospek himbauan pemerintah terhadap kontruksi BUMN untuk menggunakan baja milik KRAS sangat berdampak positif terhadap perseroan. Dia bilang, kebutuhan baja nasional sangat besar namun hampir setengahnya diperoleh dari impor karena harganya yang jauh lebih murah. “Dengan himbauan menggunakan baja lokal, tentu impor akan berkurang dan menguntungkan KRAS,” jelas Hans.

Sementara, David Nathanael, Analis First Asia Kapital menilai himbauan tersebut memang memberi sentimen positif terhadap KRAS namun tidak terlalu efektif jika hanya sebatas himbauan. Dia menilai, emiten BUMN tentu tidak akan mau rugi jika harga baja KRAS jauh lebih mahal dibandingkan impor. “Kalau Cuma sebatas himbauan mereka pasti akan lebih memilih fokus untuk meraih untung,” kata David.

David bilang, himbauan tersebut baru bisa berdampak cukup positif terhadap KRAS jika ditetapkan menjadi sebuah aturan. Namun, Hans maupun Thendra melihat akan timbul masalah baru jika himbauan ditetapkan menjadi sebuah aturan yang wajib dilaksanakan karena akan dinilai sebagai upaya praktik monopoli.

Meski hanya sekadar himbauan, Hans melihat hal tersebut bisa efektif untuk menopang penjualan KRAS. Pasalnya, direksi emiten konstruksi BUMN akan turut pada himbauan pemegang sahamnya jika ingin jabatannya tetap terjaga. Maklum, pemerintah merupakan pemegang saham terbesar di perusahaan kontruksi BUMN. “Direksinya akan menjalankan himbauan itu agar jabatannya tidak dicopot,” jelas Hans.

Sementara itu, bicara soal aturan bea masuk impor baja yang naik 15%, David menuturkan kebijakan pemerintah itu efektif untuk menopang pertumbuhan penjualan KRAS dibanding dengan himbauan tersebut. Dia bilang, kenaikan ini akan menekan impor meskipun harga baja dari China lebih murah.

Hans memandang, dengan kenaikan bea masuk tersebut sentimen positif yang diperoleh perseroan justru jadi berlipat. Prospek harga saham KRAS menurutnya akan cenderung naik. Hanya saja, dia melihat kinerja perseroan masih belum bisa mengalami perbaikan signifikan karena ekonomi masih melambat dan kapasitas produksi belum mengalami peningkatan.

Thendra menilai kenaikan bea masih memang positif karena bertujuan melindungi baja domestik dari gempuran asing. Tapi yang menjadi persoalan menurutnya, apakah produsen domestik bisa meningkatkan kualitas produksinya. “Bea masuk tidak efektif jika kualitas baja lokal tidak bagus apalagi kita sudah mau masuk Masyarakat ekonomi Asean (MEA).” Jelasnya.

Thendra memperkirakan, pertumbuhan KRAS tahun ini masih akan relative turun. Pasalnya, kapasitas produksi perseroan belum akan berubah hingga tahun 2016 belum akan berubah yakni sebesar 3,15 juta ton per tahun. Baru tahun 2017 ditargetkan naik menjadi 4,65 juta ton.

Thendra maupun Hans memperkirakan KRAS masih akan menderita Rugi. Perkiraan David, perseroan akan rugi US$ 78,61 juta hingga akhir tahun dan pendapatan perseroan diperkirakan mencapai US$ 1.72 miliar. Hans menargetkan penjualan, emiten baja ini naik 8%-9%.

Hans dan David merekomendasikan hold untuk KRAS masing-masing dengan target Rp 550 dan Rp 441.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto