KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembentukan bursa CPO Indonesia masih terus digenjot dengan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian. Itu sebabnya, pembentukannya terus mundur dari target. Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menjelaskan, dalam membuat suatu kebijakan, Kementerian Perdagangan harus melibatkan seluruh
stakeholders, termasuk untuk pembentukan kebijakan ekspor CPO pada bursa berjangka di Indonesia. Banyak masukan dan perhatian dari pelaku usaha maupun K/L yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyusunan kebijakan. Hal ini juga dilakukan agar kebijakan (peraturan) yang tengah disusun selaras dengan peraturan lain yang terkait dengan perdagangan CPO di Indonesia.
"Saat ini rancangan kebijakan tersebut sudah melalui proses telaah hukum dan akan segera diharmonisasi oleh Kemenkumham. Kemarin, 23 Agustus 2023 Kemendag (Bappebti dan Ditjen Daglu) kembali menggelar Konsultasi Publik yang melibatkan Kadin, pelaku usaha eksportir dan Assosiasi terkait," kata Olvy kepada Kontan.co.id, Kamis (24/8).
Baca Juga: Harga CPO Berjangka Diperkirakan Melemah di Akhir Tahun, Ini Penyebabnya Terkait dengan aturan, Olvy menuturkan kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka di Indonesia ini nanti akan tertuang dalam tiga kebijakan.
Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yaitu rancangan perubahan Permendag Nomor 50 Tahun 2022.
Kedua, peraturan Bappebti (Perba) tentang petunjuk teknis pelaksanaan perdagangan pasar fisik minyak sawit mentah.
Ketiga peraturan teknis yaitu Peraturan Tata Tertib (PTT). Olvy mengatakan, saat ini rancangan Permendag telah dilakukan telaah hukum oleh Biro Hukum Kemendag dan segera dilakukan harmonisasi oleh Kemenkum HAM. Paralel dengan itu, rancangan Perba sedang dalam proses di Bappebti dengan harapan dapat segera ditandatangani setelah Permendag disahkan. Adapun PTT merupakan pedoman teknis yang akan mengatur implementasi kebijakannya. "PTT nantinya disusun oleh Bursa CPO yang ditunjuk dan harus mendapatkan persetujuan dari Bappebti, target kami selesai tahun ini," katanya.
Baca Juga: Meski Menguat, Harga CPO Dinilai Masih Dalam Tekanan Digenjotnya pembentukan bursa CPO Indonesia juga karena terdapat beberapa manfaat.
Pertama, terbentuk harga acuan CPO yang transparan, akuntabel, dan
real time.
Kedua, Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat.
Ketiga, dapat mendorong perbaikan harga tandan buah segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian dan menjadi harga acuan biodiesel oleh Kementarian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan, bursa komoditas memiliki banyak fungsi. Salah satunya adalah wadah untuk
hedging harga untuk produsen, sayangnya, tidak jarang digunakan untuk spekulasi. Selain itu, dia menilai bahwa bursa sendiri tidak menjamin akan bisa membentuk warga yang wajar. Sehingga dalam pelaksanaannya masih banyak aturan-aturan yang perlu diterapkan. "Apakah akan ada pembatasan-pembatasan terutama aktivitas
naked short selling contohnya," kata Lukman.
Baca Juga: Uni Eropa Tuding Biodiesel Indonesia Hindari Bea Masuk, Ini Kata Kemendag Lukman mencontohkan minyak mentah dunia, yang mana saat harga naik tinggi dan turun rendah, dua-duanya menyalahkan spekulan di bursa. Padahal pasar minyak mentah sudah sangat
mature dan likuid.
"Jadi jawaban saya adalah belum tentu bursa
mature bisa menguntungkan produsen," sambung dia. Justru ia menilai, sebagai produsen utama, untuk menjaga kepentingan ada baiknya Indonesia beserta Malaysia membentuk kartel seperti OPEC. "Harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini seharusnya susah turun terus kalau bukan di intervensi oleh Saudi/OPEC dengan memangkas produksi," pungkas Lukman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati