Mengumbar roda dua



Sudah jamak bila sepeda motor dianggap biang masalah di jalan raya. Merekalah raja jalanan yang menambah semrawut perkotaan. Tapi seringkali mereka dapat angin terlebih belakangan ini.

Lihat saja, sejak Jakarta menerapkan beleid 3in1, lalu berlanjut ganjil-genap, motor bebas saja berlalu lalang. Ketika Anies Baswedan terpilih jadi Gubernur Jakarta, ia membatalkan kebijakan Ahok yang melarang sepeda motor masuk Jalan MH Thamrin. Bahkan kini di jalan utama Ibukota tak ada lagi jalur lambat.

Sepeda motor jelas bukan angkutan umum. Tapi pemerintah tak kuasa mengatur ojek online dan terkesan mengumbarnya hingga keberadaan mereka merajalela.


Dan belakangan, Ketua DPR Bambang Susatyo mewacanakan sepeda motor boleh masuk jalan tol. Dalihnya: mereka punya hak sama dengan pengendara mobil. Sama-sama WNI, sama-sama bayar pajak; dus berhak menikmati hasil pembangunan.

Memang ada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 yang membolehkan dengan syarat. Jalan Tol Suramadu, juga Bali Mandara, didesain untuk dapat dilalui motor. Tapi kedua jalan tol berwujud jembatan itu punya jalur khusus motor, dan tidak ada persilangan dengan jalur kendaraan roda empat. Jaraknya pun pendek, tak sampai 10 km.

Entah bagaimana desain dan hitungan investasinya nanti bila harus ada jalur khusus sepeda motor di Jalan Tol Trans Jawa. Untuk menerapkannya di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta ataupun JORR juga tidak gampang; karena sedari mula tidak dirancang untuk dilintasi motor. Volume kendaraan di jalan-jalan tol itu pun sudah sesak. Entah bagaimana pula bila ditambahi sepeda motor, termasuk konvoi motor gede (moge) bebas berseliweran. Jelas, semakin rawan kecelakaan.

Kita tentu ingat sebelumnya PKS mengampanyekan SIM seumur hidup dan bebas pajak kendaraan sepeda motor. Nah, kenapa pada memberi angin pada pemotor?

Maklum, saat ini para pengendara motor benar-benar merajai jalanan. Tercatat populasi sepeda motor di seluruh negeri lebih dari 140 juta. Tiap tahun 6 juta7 jutaan motor gres terjual. Dan penjualan bakal kencang dengan dilonggarkannya aturan uang muka boleh 0%. Tak heran, buat para politisi, banyaknya pemotor sangat gurih bila mampu dijaring jadi konstituen pemilih.

Cuma, gagasan mereka sering bertolak belakang dengan rencana penerapan sistem transportasi massal. Dan, mengabaikan aspek keselamatan melihat tingginya kecelakaan pengendara sepeda motor di jalanan.•

Ardian Taufik Gesuri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi