Mengungkap margin para broker gas bumi



JAKARTA. Para trader gas angkat bicara. Mereka menepis tudingan sebagai biang keladi tingginya harga gas industri karena mengambil margin laba terlalu besar, di atas US$ 1 per million standard cubic feet per day (mmscfd). Sebagai catatan, 1 mmscfd sekitar 35.000 meter kubik.

Ketua Umum Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA), Budihardjo, menyatakan, kenaikan harga gas karena kebutuhan sangat tinggi, sementara suplai dari produsen gas tidak mencukupi. "Jadi berlaku hukum pasar," katanya kepada KONTAN, Selasa (10/7).

Meski mendapatkan pasokan gas, para trader mengklaim tetap kesulitan menjual langsung gas ke pembeli. Maklum, agar sampai ke pembeli, mereka harus menggunakan pipa yang dibangun oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. "Kalau kami memakai pipa itu, ya, harus jual putus ke PGN. Padahal itu pipa open acces," ungkap dia.


Budihardjo mengungkapkan, margin yang diambil trader gas itu tergantung pada hasil negosiasi antara penjual gas dan pembeli gas. Jadi, nilainya bisa berbeda-beda.

Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas), Gunung Sardjono, mengungkapkan, trader gas ini mengambil margin US$ 0,53 per mmscfd. Anak usaha Pertamina ini juga menyewakan jaringan pipa gas dengan tarif (toll fee) ditetapkan US$ 0,80 per mmscfd.

Gunung mengklaim, perusahaannya memilih mengambil margin sedikit, tapi menyiasatinya dengan menggenjot volume penjualan. Alhasil, keuntungannya pun tetap optimal. "Kami ini jualan gas cari barokah, enggak mau mengambil untung banyak-banyak," kata Gunung.

Heri Yusuf, Sekretaris Perusahaan PGN, mengklaim, sebagai perusahaan terbuka, PGN tidak pernah menutupi soal margin penjualan gas. Selama ini PGN mengambil margin kurang dari US$ 2 per mmscfd. "Margin yang diambil PGN itu masih terbilang rendah," ujar dia.

Kok, masih lebih tinggi ketimbang trader yang lain? Heri menjelaskan, PGN menetapkan margin penjualan gas berdasarkan beberapa pertimbangan, termasuk jarak distribusi gas, biaya belanja, serta biaya operasional.

Semakin jauh jarak pengirimannya, PGN mengambil margin makin besar. Sebab, perusahaan gas menghadapi risiko penyusutan volume gas yang dikirimkan jika jarak penyalurannya semakin jauh. "Jadi hitung-hitungan margin kami berbeda dengan perusahaan gas lain," katanya.

Melihat begitu bebasnya perniagaan di bisnis gas, bukan mustahil pemerintah akan membuat patokan margin penjualan gas dari hulu sampai hilir. "Kami akan atur untuk jangka panjang," kata Rudi Rubiandini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.