Mengupas Rahasia Si Pemain Baru Produsen Kendaraan Listrik, BYD



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pabrikan kendaraan listrik Build Your Dreams (BYD) tengah hangat menjadi perbincangan. Tak butuh waktu lama, pendatang perusahaan asal China ini langsung bisa menggeser posisi perusahaan milik Elon Musk, Tesla.

Data Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok (CPCA) yang dikutip dari CarNewsChina, pada kuartal III 2024, BYD berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$ 28,24 miliar atau tumbuh 24% dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan Tesla hanya mengantongi pendapatan sebesar US$ 25,2 miliar.

Dari sisi penjualan pun kini Tesla sudah tertinggal jauh diposisi kelima. Di bulan Oktober 2024, BYD menempati posisi pertama dengan penjualan sebanyak 500,526 unit. Dengan jumlah tersebut, perseroan juga menyumbang 35,7% dari total penjualan kendaraan energi baru (NEVS) di China. Bisa dibilang, 1 unit dari 2,8 kendaraan energi baru yang terjual di China adalah BYD.


Baca Juga: Cek Harga Mobil BYD Atto, Dolphin & M6, Biaya Pemilikan Rp 500.000-an Per Bulan

Selisih antara penjualan BYD dan pabrikan lainnya juga cukup jauh. Di posisi kedua ada Geely dengan penjualan 108,722 unit. Sementara posisi Tesla, kini berada di peringkat 5 dengan penjualan 68.280 unit.

Melonjaknya penjualan NEVS ini tidak lepas dari dorongan subsidi yang digelontorkan pemerintah China. Menurut laporan Reuters, pengemudi yang menukarkan kendaraanya yang berpolusi ke kendaraan NEV baik itu tenaga listrik ataupun hibrida plug-in bisa mendapatkan subsidi.

Mereka yang memilih untuk menukar kendaraan ICE mereka dengan NEV berhak mendapatkan subsidi hingga 20.000 yuan (US$ 2.800) atau sekitar Rp43 juta.

Dengan volume penjualan luar biasa yang dicatatkannya, merek mobil terlaris di Tiongkok ini berpeluang untuk mengalahkan Ford Motor dalam hal pengiriman tahun 2024. BYS bisa memperkuat posisinya sebagai 10 produsen mobil teratas secara global.

Sedangkan bagi mereka yang belum siap beralih ke tenaga EV atau Plug-In Hybrid, subsidi terpisah sebesar 15.000 yuan (US$ 2.100) atau sekitar Rp32 juta ditawarkan untuk menukar kendaraan bertenaga bahan bakar fosil dengan kapasitas mesin yang lebih kecil.

Sejauh ini pabrikan mobil AS Ford telah mencatatkan penjualan sebesar 1,1 juta kendaraan per kuartal selama 3 periode terakhir. Banyak analis memperkirakan jika tren ini terus berlanjut posisi Ford akan tergeser.

Pasar Indonesia

Bukan hanya di negara asalnya, penjualan BYD juga melaju di Tanah Air. Walaupun pabrikan asal China ini baru mulai membukukan penjualan pada Juni, dari bulan ke bulan penjualannya terus meningkat.

Adapun rinciannya, Juni menjual 1.596 unit, Juli 1.925 unit, Agustus 2.940 unit dan September 2.075 unit. Total selama 4 bulan BYD sudah menjual 8.536 unit.

Di Indonesia, BYD menawarkan 4 tipe kendaraan, yaitu model MVP BYD M6, model SUV BYD Atto 3, model hatchback BYD Dolphin dan model sedan BYD Seal.

Selain Thailand, BYD sebenarnya juga sedang menyiapkan rencana pembangunan pabrik dengan nilai investasi Rp 16 triliun di Kawasan Industri Subang Smartpolitan, Subang, Jawa barat. Ditarget produksi pertamanya akan dilakukan mulai tahun 2026.

Baca Juga: Laku Keras, BYD Genjot Produksi dan Tambah Jumlah Pekerja

BYD baru saja meresmikan pabrik pertamanya di Asia Tenggara, tepatnya di Thailand pada September lalu. Pabrik tersebut akan menjadi fasilitas produksi untuk memasok BYD Dolpin.

Yannes Martinus, pengamat otomotif ITB melihat penjualan BYD yang meningkat pesat dalam waktu singkat ini tercapai berkat 5 faktor. Pertama, kecuali ban dan kaca, BYD mengembangkan hampir seluruh komponennya sendiri untuk menekan biaya produksi.

“Ini jelas menekan biaya yang signifikan dan menghilangkan ketergantungan terhadap rantai pasok,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (12/11).

Kedua, BYD memiliki keahlian dalam hal baterai. Sebelum menjelma menjadi perusahaan kendaraan listrik, di tahun 1995 pabrikan otomotif yang berpusat di Shenzhen ini merupakan penyedia baterai isi ulang untuk berbagai perangkat elektronik. Tak heran, jika teknologi batera FLP mereka kini menjadi yang terbaik dan teraman.

Ketiga, BYD sudah mengembangkan inovasi platform khusus mobil listrik yang menggabungkan 8 komponen. Ini meningkatkan efisiensi, safety, sistem manajemen thermal yang canggih, performa dan menghemat ruang dan biaya.

Keempat, BYD sudah menyediakan varian mobil listrik yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ini memperluas jangkauan pasar dan menarik perhatian pasar.

“Langkah ini meningkatkan volume penjualan dan memperkuat posisi BYD di pasar global,” imbuhnya.

Terakhir, BYD memiliki tim riset dan pengembangan yang terbanyak di dunia. Hingga September 2024, perseroan mempekerjakan 110.000 staf R&D.

Persaingan

Yannes bilang BYD menawarkan kombinasi yang menarik antara harga kompetitif, performa solid dan teknologi canggih. Inilah yang menjadikannya semakin kompetitif di pasar otomotif Indonesia.

Apalagi di Tanah Air, BYD telah memiliki 24 diler resmi yang tersebar di berbagai kota dan berencana untuk memperluas jaringan menjadi 50 diler di 15 kota besar.

“Mereka tidak main-main untuk mengakusisi pasar Indonesia,” cetusnya.

Menurutnya saat ini peta persaingan pasar BEV di Indonesia semakin ketat dan dinamis. Masing-masing produk BDY akan bersaing di segmennya masing-masing.

Misalnya BYD Dolphin berkompetisi dengan Neta V dan  MG 4 EV untuk segmen harga Rp 300-Rp 400 juta. BYD Atto 3 bersaing dengan Chery Omoda E5 di kelas harga Rp 400 - Rp 500 juta. BYD Seal dengan rentang harga Rp 600 juta akan bersaing dengan  Hyundai Ioniq 5 yang harganya di rentang Rp 700 juta - Rp 850 juta, Nissan Leaf yang harganya berada di rentang Rp 700 juta dan Mazda MX-30 EV di rentang Rp 850 juta.

Baca Juga: BYD Catat Rekor Penjualan Bulanan di Oktober, Dominasi Pasar Otomotif China Meningkat

Prospek ke depan 

Ia memperkirakan dengan rata-rata penjualan bulanan BYD sekitar 2.000 unit, bukan tidak mungkin di akhir tahun penjualan di Indonesia bisa mencapai 14.000 unit. Sejauh ini dari domestik sentimen BYD masih cukup positif. 

Sentimen negatif justru datang dari luar negeri seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang menerapkan bea impor untuk mobil-mobil China. Protesionisme yang diterapkan beberapa negara bisa menjadi katalis negatif bagi kinerja BYD secara global. 

Kata Yannes, dari domestik pasar BEV di Indonesia tahun ini bisa mencatatkan peningkatan 177% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini bisa semakin positif jika tahun depan pemerintah benar-benar merealisasikan target produksi kendaraan listrik sebanyak 400.000 unit. 

Namun, apa pun yang dilakukan pabrikan sekarang ini, yang paling utama tetap dukungan insentif dari pemerintah. Dengan begitu, harga BEV bisa mencapai harga yang mendekati kesetaraan dengan harga mobil ICE sekelasnya.

“Untuk adopsi awal EV harus ada dukungan insentif pemerintah. Government Driven, bukan Market Driven” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih