Mengurai silang sengkarut pelanggaran fintech di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) langsung merespon laporan yang diterbitkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Laporan ini menyebutkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh 89 penyelenggara layanan keuangan berbasis teknologi atau dikenal fintech lending, baik itu dilakukakan fintech legal dan ilegal.

Kepala Bidang Pembiayaan Multiguna AFPI Dino Martin mengapresiasi upaya bantuan yang dilakukan LBH Jakarta kepada masyarakat yang mengaku menjadi korban pinjaman online. Namun, ia menyayangkan atas sikap LBH Jakarta yang tidak mau berkoordinasi dan menyelesaikan masalah ini secara bersama-sama.

Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengirimkan surat undangan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 14 November dan 23 November 2018, untuk membicarakan masalah ini dengan pihak terkait, seperti Kemkominfo, Google Indonesia, Bareskrim, Satgas Waspada Investasi.


“Dalam dua kali undangan, hanya LBH Jakarta yang secara konsisten tidak hadir, namun secara konsisten pula menyampaikan opini di media mengenai korban pinjaman online,” kata Dino, dalam rillis yang diterima Kontan.co.id, Senin (10/12).

Menurutnya, perlindungan konsumen fintech lending merupakan persoalan yang serius, sehingga asosiasi memerlukan informasi secara transparan dan menyeluruh dari pihak terkait, termasuk LBH Jakarta. 

Dengan informasi itu, asosiasi bisa mengambil tindakan tegas apabila anggotanya terbukti melakukan pelanggaran, bisa berupa pemberian peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, sampai pencabutan atau pembatalan tanda terdaftar.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengaku OJK telah mengundang LBH Jakarta untuk menuntaskan dugaan pelanggaran yang dilakukan platform fintech lending. Undangan pertemuan itu membahas banyak hal, dari penangan korban pinjaman online, langkah-langkah pencegahan dan upaya hukum.

“Dari pertemuan ini kami membuka komunikasi sehingga terjadi pertukaran data, sehingga pengaduan dapat ditindaklanjuti secara bersama. Jika terbukti ada pelanggaran, maka kami mendesak aparat berwajib melakukan tindakan represif sebagai efek jera bagi pelaku fintech ilegal, melalui penangkapan dan proses hukum bagai para debt collector bermasalah,” jelasnya.

Namun, Pihak LBH Jakarta memberikan pembelaan atas ketidakhadirannya untuk memenuhi undangan dari regulator.  Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirati mengaku, pihaknya harus memenuhi tanggujawab di agenda lain yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari.

Namun, yang terpenting LBH Jakarta masih merampungkan posko pengaduan pinjaman online yang berlangsung dari tanggal 4 November hingga 25 November 2018. Menurutnya, apabila LBH Jakarta mendatangai OJK ketika posko pengaduan ini masih berlangsung maka akan percuma saja.

“Kalau posko belum rampung, kami tidak bisa menyampaikan sesuatu komprehensif. Jadi, nanti apa yang kami mau sampaikan ke OJK,” kata Jeanny.

Pihaknya masih mempertimbangkan untuk melakukan pertemuan dengan OJK, sambil menunggu masukan dari para korban pinjaman online. Ia pesimis, kedatangan LBH Jakarta tidak akan ditindaklanjuti dengan baik seperti 2.000 laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke OJK.

“Masalahnya, OJK telah menerima sekitar 2.000 pengaduan terkait pelanggaran pinjaman online, tapi tidak ditindaklanjuti dan memerintah korban untuk melapor ke kepolisian dan melarang menggunan layanan fintech ilegal,” pungkas Jeanny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi