Ikan memang selalu menjadi komoditas yang bernilai tinggi. Terutama, setelah ikan mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Bahkan, produk olahan ikan ini bisa sukses menembus pasar negara maju. Seperti Jepang, Taiwan dan Amerika Serikat.Produk perikanan memang melimpah di ranah Amboina atau lebih dikenal Ambon. Hasil tangkapan laut, seperti tuna, cakalang, udang, maupun cumi berukuran besar banyak terdapat di sana. Sayangnya, industri pengolahan hasil laut masih belum banyak. Padahal, pengolahan ini bisa memberi nilai tambah pada produk hasil laut tersebut. PT Muruaji Makariki Mandiri (MMM) adalah salah satu pemain besar pada industri pengolahan ikan di Ambon. Perusahaan yang berdiri pada tahun 2006 itu mempunyai sederet produk olahan dari beberapa jenis ikan, seperti tuna, cakalang, dan muroaji. Mereka mengolah ikan-ikan tersebut menjadi produk makanan beku (frozen food) berstandar internasional. Tak heran, produk Muruaji berhasil menembus pasar di beberapa negara. Seperti Jepang, China, Taiwan, dan bahkan Amerika Serikat (AS). Menurut Victor Ng, Direktur Utama Muruaji Makariki Mandiri, konsumsi produk ikan beku di negara-negara tersebut cukup tinggi. "Pasarnya sangat potensial," ujarnya. Saban bulan, Muruaji mengekspor minimal 30 ton ikan beku. Produk yang paling banyak diekspor adalah tuna loin dan muroaji. "Bila permintaan ramai, kami bisa mengekspor masing-masing sebanyak 30 sampai 40 ton per bulan," ujar Victor. Produk ikan beku muroaji dan cakalang ditawarkan seharga Rp 12.000 per kilogram. Sementara, tuna loin segar dibanderol Rp 80.000 per kg. Sekadar informasi, tuna loin segar merupakan makanan favorit konsumen di Jepang. Di negara itu, tuna loin menjadi bahan baku sashimi. Untuk memenuhi permintaan konsumen, Muruaji mengoperasikan pabrik berkapasitas 30 ton. Victor bilang, fasilitas produksi, seperti mesin pembersih ikan, penyetara ukuran dan pembeku ikan, mampu menyerap bahan baku ikan laut hingga 60 ton per bulan. Adapun, fasilitas penyimpanan beku telah beroperasi 70% dari total kapasitasnya yang sebesar 500 kg. Muruaji mengambil pasokan ikan dari nelayan di sekitar Saparua dan Nusa Laut, Maluku Tengah. Sayang, Victor enggan mengungkapkan berapa omzetnya. Namun, bila dihitung dari ekspor tuna loin ke Jepang yang mencapai 30 ton, maka potensi omzet perusahaan ini berkisar Rp 240 juta. Dari situ, kata Victor, Muruaji bisa mengantongi keuntungan bersih sekitar 50%. Separuhnya lagi, dipakainya untuk menutup biaya produksi dan biaya operasional lainnya.Di pabrik pengolahan ikan ini, Muruaji memperkerjakan 50 pekerja tetap dan 50 pekerja harian. Pekerja harian datang setiap ada pasokan ikan. Meski usahanya telah besar, Victor tetap berharap akan kehadiran pemain baru di industri perikanan dengan skala yang lebih besar. Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu secepatnya membenahi infrastruktur dan sarana pendukung lainnya. Sehingga, bisa menarik minat investor menanamkan duitnya di Maluku Tengah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menikmati laba ikan beku di pasar internasional
Ikan memang selalu menjadi komoditas yang bernilai tinggi. Terutama, setelah ikan mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Bahkan, produk olahan ikan ini bisa sukses menembus pasar negara maju. Seperti Jepang, Taiwan dan Amerika Serikat.Produk perikanan memang melimpah di ranah Amboina atau lebih dikenal Ambon. Hasil tangkapan laut, seperti tuna, cakalang, udang, maupun cumi berukuran besar banyak terdapat di sana. Sayangnya, industri pengolahan hasil laut masih belum banyak. Padahal, pengolahan ini bisa memberi nilai tambah pada produk hasil laut tersebut. PT Muruaji Makariki Mandiri (MMM) adalah salah satu pemain besar pada industri pengolahan ikan di Ambon. Perusahaan yang berdiri pada tahun 2006 itu mempunyai sederet produk olahan dari beberapa jenis ikan, seperti tuna, cakalang, dan muroaji. Mereka mengolah ikan-ikan tersebut menjadi produk makanan beku (frozen food) berstandar internasional. Tak heran, produk Muruaji berhasil menembus pasar di beberapa negara. Seperti Jepang, China, Taiwan, dan bahkan Amerika Serikat (AS). Menurut Victor Ng, Direktur Utama Muruaji Makariki Mandiri, konsumsi produk ikan beku di negara-negara tersebut cukup tinggi. "Pasarnya sangat potensial," ujarnya. Saban bulan, Muruaji mengekspor minimal 30 ton ikan beku. Produk yang paling banyak diekspor adalah tuna loin dan muroaji. "Bila permintaan ramai, kami bisa mengekspor masing-masing sebanyak 30 sampai 40 ton per bulan," ujar Victor. Produk ikan beku muroaji dan cakalang ditawarkan seharga Rp 12.000 per kilogram. Sementara, tuna loin segar dibanderol Rp 80.000 per kg. Sekadar informasi, tuna loin segar merupakan makanan favorit konsumen di Jepang. Di negara itu, tuna loin menjadi bahan baku sashimi. Untuk memenuhi permintaan konsumen, Muruaji mengoperasikan pabrik berkapasitas 30 ton. Victor bilang, fasilitas produksi, seperti mesin pembersih ikan, penyetara ukuran dan pembeku ikan, mampu menyerap bahan baku ikan laut hingga 60 ton per bulan. Adapun, fasilitas penyimpanan beku telah beroperasi 70% dari total kapasitasnya yang sebesar 500 kg. Muruaji mengambil pasokan ikan dari nelayan di sekitar Saparua dan Nusa Laut, Maluku Tengah. Sayang, Victor enggan mengungkapkan berapa omzetnya. Namun, bila dihitung dari ekspor tuna loin ke Jepang yang mencapai 30 ton, maka potensi omzet perusahaan ini berkisar Rp 240 juta. Dari situ, kata Victor, Muruaji bisa mengantongi keuntungan bersih sekitar 50%. Separuhnya lagi, dipakainya untuk menutup biaya produksi dan biaya operasional lainnya.Di pabrik pengolahan ikan ini, Muruaji memperkerjakan 50 pekerja tetap dan 50 pekerja harian. Pekerja harian datang setiap ada pasokan ikan. Meski usahanya telah besar, Victor tetap berharap akan kehadiran pemain baru di industri perikanan dengan skala yang lebih besar. Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu secepatnya membenahi infrastruktur dan sarana pendukung lainnya. Sehingga, bisa menarik minat investor menanamkan duitnya di Maluku Tengah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News