Menikmati Suasana Kota dari Dalam LRT Jabodebek



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sudah setahun Light Rail Transit (LRT) Jabodebek melayani masyarakat umum sejak diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di akhir Agustus 2023 lalu.

Baru setahun beroperasi, moda transportasi ini dianggap efektif untuk membantu mobilitas masyarakat Jabodebek.

Meski begitu, tak jarang dari masyarakat juga menyampaikan kritikan terhadap moda transportasi baru ini. Mulai dari gangguan dalam pelayanan hingga tarif yang dianggap terlalu mahal.


Hal tersebut membuat saya penasaran untuk mencoba LRT Jabodebek. Sebagai informasi, selama ini saya lebih sering menggunakan transportasi umum seperti KRL Commuter Line dan Transjakarta ketimbang LRT Jabodebek.

Perjalanan saya mulai dari stasiun KRL Tanah Abang menuju Stasiun Sudirman. Asal tahu saja, Stasiun Sudirman ini merupakan stasiun yang mudah dijangkau lantaran langsung terhubung dengan Stasiun LRT Dukuh Atas.

Sesampainya di Stasiun Sudirman, saya langsung bergegas menuju bagian atas Stasiun LRT Dukuh Atas dengan menggunakan eskalator.

Perpindahan dari Stasiun Sudirman menuju Stasiun Dukuh Atas masih cukup jauh dan lumayan menguras tenaga. Saya membayangkan, ini akan menjadi kesulitan bagi lansia maupun disabilitas apabila tidak ada akses khusus.

Baca Juga: Pengusaha Optimis Sektor Ini Ketiban Berkah dari Pembangunan KA Trans Sulawesi

Sesampainya di atas, terlihat banyak stand UMKM yang menjual makanan dan minuman tradisional dan kekinian. Namun, kondisinya tampak sepi dan hanya ada orang yang berlalu lalang. 

Kemudian, saya diarahkan petugas untuk memasuki pintu di sebelah kanan dari arah kedatangan saya. 

Maklum, LRT Jabodebek masih dalam kendali PT Kereta Api Indonesia (KAI), sehingga wajah stasiun LRT Jabodebek seketika mengingatkan dengan KRL Commuter Line, mulai dari alat tapping hingga papan informasi yang terlihat mirip.

Setelah melakukan tap in, saya langsung menaiki eskalator untuk menuju peron LRT. Saya pun harus menunggu beberapa menit sampai kereta datang. Untungnya, terdapat penanda informasi waktu ketadatangan kereta.

Berdasarkan papan informasi yang saya baca, kereta akan datang setidaknya sekitar 20 menit sekali. Saya beranggapan, ini akan memakan waktu yang cukup lama untuk menunggu apalagi ketika harus terburu-buru pada saat berangkat ke kantor.

Setelah menunggu, akhirnya LRT pun tiba di Stasiun Dukuh Atas pada pukul 12.09 WIB. Saya pun langsung memasuki LRT Jabodebek. Pada saat itu, tak banyak penumpang yang berangkat dari Stasiun Dukuh Atas.

Jika saya mengamati, ada beberapa hal yang membuat dalam LRT ini berbeda dengan KRL. Salah satunya adalah tinggi pintu LRT yang tidak terlalu tinggi, atau kemungkinan desainnya memang mengikuti tinggi rata-rata orang Indonesia.

Begitu juga dengan volume ruangan LRT yang terkesan lebih sempit dibandingkan KRL. Saya tidak bisa membayangkan akan sepadat apa pada saat jam-jam berangkat/pulang kantor maupun pada saat weekend.

Perjalanan pun di mulai. Saya bisa melihat pemandangan gedung-gedung Jakarta yang menjulang tinggi dari dalam LRT. Ini pemandangan yang tidak bisa saya dapatkan pada saat menggunakan KRL.

Di tengah perjalanan, saya merasakan LRT Jabodebek yang saya tumpangi memiliki kecepatan yang tidak teratur. Misalnya saja pada saat memasuki tikungan yang membuat LRT bergerak lambat.

Saya mencoba melakukan wawancara dengan penumpang LRT Jabodebek, Vivi yang merupakan salah satu pegawai negeri sipil (PNS). Kepada saya, Vivi mengaku setiap harinya menggunakan LRT Jabodek untuk berangkat kerja.

Sebelumnya, Vivi hanya menggunakan Bus Transjobedetabek sebagai moda transportasi menuju kantor. 

"Baru setahun ya beroperasi, tapi saya baru pakai (LRT) beberapa bulan terakhir si rutinnya. Tiga bulan terakhir sebelumnya saya menggunakan naik transportasi lain," kata Vivi.

Baca Juga: BPKA Sulsel Targetkan Pembelian Tiket KA Bisa Dilakukan Secara Online di 2025

Efisiensi waktu menjadi salah satu alasan Vivi beralih menggunakan LRT Jabodek.

"Kalau dari segi waktu lebih terukur ya jaraknya. Jadi waktunya lebih efisien. Soalnya kalau pakai kendaraan lain kaya bus masih suka terkena macet," katanya.

Sejauh ini, dirinya cukup nyaman menggunakan LRT Jabodebek. Ia sempat menyinggung, LRT Jabodebek yang Vivi naiki sempat berhenti di tengah jalan. Namun hal tersebut bisa diatasi secara cepat oleh pihak LRT.

"Kalau gangguan cepat teratasi. Pernah juga dari Cipulir mau ke Dukuh Atas sempat berhenti sebelum Cawang, kayanya ada gangguan. Di peron itu kita disuruh turun dan langsung ganti kereta. Jadi penanganannya cepat," tutur Vivi saat berbagi pengalamannya kepada saya.

Salah satu hal yang membuat Vivi nyaman menggunakan LRT Jabodebek adalah fasilitas yang disediakan. Bahkan, baru-baru ini Vivi menyebut terdapat fasilitas yang bisa digunakan penumpang untuk mengecek keterisian gerbong LRT Jabodebek.

"Kalau sekarang kayanya baru-baru ini di setiap stasiun ada layar seperti TV, jadi indikator gerbongnya penuh atau enggak," katanya.

Saya pun penasaran dengan fasilitas yang dimaksud Vivi. Saya berhenti di Stasiun Cawang dan langsung menemui petugas gate untuk mendapatkan informasi mengenai hal tersebut.

Benar saja, saya langsung diarahkan petugas gate untuk melihat fasilitas yang dimaksud. Kepada saya, petugas tersebut menjelaskan bahwa fasilitas tersebut merupakan sistem pendeteksi kepadatan di kereta LRT Jabodebek.

Dengan sistem tersebut, penumpang LRT Jabodebek bisa melihat secara realtime kepadatan di setiap kereta sehingga dapat memilih gerbong kereta yang tidak terlalu padat.

Pada layar monitor akan tertuang informasi mengenai status kepadatan stasiun dan kereta yang akan datang. Adapun kepadatan stasiun maupun kereta akan ditampilkan dalam tiga indikator warna, yaitu hijau yang berarti kereta sepi, kuning berarti normal, dan merah yang berarti ramai.

Sistem ini merupakan hal yang menarik sehingga penumpang tidak hanya berfokus pada satu titik gerbong kereta saja.

Perlu diingat, LRT Jabodebek menerapkan tarif maksimal bagi pengguna yang melakukan proses tap in dan tap out di stasiun yang sama dalam waktu lebih dari 60 menit.

Sedangkan dalam waktu 60 menit diberlakukan tarif minimum. Penetapan tarif ini sesuai berdasarkan aturan Kementerian Perhubungan Nomor UM.006/4/21/K2/DJKA/2024,

Bagi pengguna yang tap in dan tap out di stasiun yang sama dalam durasi 60 menit dikenakan tarif minimum Rp 5.000

Sedangkan, bagi pengguna yang tap in dan tap out di stasiun yang sama lebih dari 60 menit dikenakann tarif maksimum Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Ini sesuai dengan waktu in-peak, off peak, maupun hari Sabtu, Minggu dan Libur Nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat