Menilik 8 Bulan PLTS Terapung Cirata Beroperasi di Tengah Upaya Transisi Energi Hijau



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mewujudkan net zero emission pada tahun 2060 tentu menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, termasuk dalam upaya transisi penggunaan energi hijau untuk ketenagalistrikan.

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal ini adalah pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata. Diresmikan pada 9 November 2023, PLTS ini  batu loncatan bagi komitmen pemerintah terhadap transisi pemanfaatan energi fosil ke energi terbarukan (EBT).

Terlebih, PLTS Terapung Cirata menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga di dunia. PLTS ini memiliki kapasitasi 192 megawatt peak (MWp) dengan produksi keluaran sebsar 145 MW. 


Menyandang kata terapung, PLTS ini memang dibangun di atas permukaan Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Pembangunan dan pengembangan PLTS Cirata dilakukan oleh subholding PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PLN Nusantara Power (PLN NP). 

PLN NP berkerja sama dengan Masdar, perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA), dalam pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik energi hijau ini. Komposisi kepemilikannya yaitu 51% saham dipegang PLN NP dan 49% dipegang Masdar.

Presiden Direktur PMSE Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Cirata Dimas Kaharudin menjelaskan, proyek perancangan dan pembangunan pembangkit dimulai sejak tahun 2021 dan diresmikan dua tahun kemudian.

Baca Juga: Jalan Panjang Menuju Ketenagalistrikan Energi Hijau

Pembangkit listrik ramah lingkungan ini bisa menghasilkan 250 gigawatt per hour (GWh) hingga 300 GWh energi listrik selama 1 tahun. 

“Ini setara dengan kurang lebih penghematan emisi karbon sebesar 214.000 ton karbon dioksida per tahun,” lanjut Dimas.

Estimasinya, PLTS Terapung Cirata bisa menyuplai listrik untuk 50.000 rumah. Namun, PLTS ini merupakan pembangkit komersial. Yang mana, listrik yang dihasilkan PLTS Cirata langsung dialirkan ke jaringan transmisi 150 kilovolt (kV) sistem Jawa-Bali.

Sehingga, listrik yang dihasilkan PLTS Terapung Cirata tidak dikonsumsi di tempat dan dialiri ke pelanggan secara langsung. Listrik hasil produksi dari PLTS Cirata baru disebarkan ke pelanggan melalui sistem besar listrik Jawa-Bali.

“Profil pelanggannya pun sudah campuran saat ini, baik dari industri maupun rumah tangga,” ungkapnya.

Masih Butuh Pengembangan

Potensi PLTS Terapung Cirata dalam menyediakan energi bersih untuk ketenagalistrikan di Tanah Air sebenarnya sangat besar. Namun, fasilitas eksisting belum bisa menangkap potensi tersebut secara maksimal. 

Dimas pun sepakat. Misalnya saja, dari masalah cakupan lahan yang belum dipakai secara maksimal.

Asal tahu saja, Waduk Cirata memiliki luas sekitar 6.200 hektare (ha) dengan potensi luasan yang dapat dipakai sebagai PLTS mencapai 20%. Saat ini, penggunaan PLTS Terapung Cirata baru sekitar 4% dari total potensi luasan tersebut.

Di sisi lain, teknologi panel surya saat ini belum bisa mengkonversi sinar matahari menjadi listrik dengan kapasitas maksimal sepanjang hari. Panel surya yang dipakai di PLTS Terapung Cirata ini berkapasitas 560 watt dengan ukuran kurang lebih 2x2 meter.

Namun, kapasitas 560 watt itu adalah kapasitas teoretis ketika semua kondisi ideal tercapai, yaitu saat matahari terik, terletak sudut 90 derajat terhadap panel surya, dan bersuhu 25 derajat. Jika kondisinya tidak ideal, panel surya hanya bisa mengeluarkan listrik berdaya 35watt-60 watt.

Baca Juga: PLN Nusantara Power Produksi Listrik 66,8 Juta MWh di 2023, Tumbuh 291%

“Di hari yang cerah, kondisi ideal tersebut terjadi di sepanjang pukul 11 hingga 1 siang, hanya 2 jam-3 jam,” ungkapnya.

PLTS Terapung Cirata juga belum memiliki alat penyimpan daya listrik alias storage. Alasannya, karena sumbangan produksi PLTS Cirata masih sangat kecil dibandingkan produksi listrik di Indonesia secara keseluruhan.

Sebagai perbandingan, kapasitas produksi harian ketenagalistrikan di Indonesia sebesar 30 ribu megawatt yang didominasi dari produksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. 

Kalau kita kembali ke hitungan di awal, PLTS Terapung Cirata bisa menghasilkan 250 GWh hingga 300 GWh energi listrik selama satu tahun. Sementara, kebutuhan listrik di Indonesia saat ini kurang lebih 250 sampai 300 Terrawatt hours (TWh) selama setahun. 

Artinya, sumbangan PLTS Terapung Cirata masih sangat mini karena hanya 0,1% ke sistem listrik nasional.

“Namun untuk pengembangan skala besar, butuh mekanisme penyimpanan energi. Pengembangan ini juga tak sebatas di PLTS Terapung Cirata, tetapi juga pembangunan PLTS lain di seluruh Indonesia,” paparnya.

Oleh karena itu, studi dan perencanaan untuk pengembangan PLTS Terapung Cirata masih terus dilakukan. Berdasarkan hitungan sederhana, pengembangan PLTS Terapung Cirata bisa sampai kapasitas produksi 800 MWp atau kurang lebih luarannya sebesar 500 MW-600 MW. Ini setara dengan 4-5 kali lipat dari kapasitas eksisisting PLTS Terapung Cirata saat ini.

Meskipun belum bisa dipastikan rencana tersebut akan memakan waktu berapa lama, pengembangannya diharapkan bisa dikejar untuk mencapai target net zero emmision di tahun 2060. 

Yang jelas, saat ini PLN NP sudah menandatangani Joint Development Study Agreement (JDSA) dengan Masdar untuk peningkatan kapasitas PLTS Terapung Cirata.

Baca Juga: Pertemuan Presiden Jokowi-Presiden MBZ Sepakati 8 Nota Kesepahaman, Ini Rinciannya

Dalam JDSA ini, dikaji potensi kapasitas PLTS Terapung Cirata bisa naik tiga kali lipat lebih atau mencapai 500 Megawatt Alternating Current (MWAc).

Selain pengembangan PLTS Terapung Cirata, PLN NP juga berencana melakukan pembangunan PLTS di wilayah lain di Indonesia, seperti di IKN, Batam, dan Karangkates. 

Di Karangkates, PLN NP menginisiasi pembangunan PLTS terapung berkapasitas 100 MW yang berlokasi di Bendungan Karangkates. PLTS ini ditargetkan beroperasi pada tahun 2025. 

Di Batam, PLN NP menginisiasi pembangunan PLTS terapung berkapasitas 42 MWp. Sementara, PLTS di IKN adalah PLTS darat berkapasitas 50 MW.

“Ini mimpi besar juga membutuhkan usaha yang luar biasa besar,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari