KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merilis laporan keuangan hingga kuartal III-2024, termasuk jajaran emiten dari grup konglomerasi. Sebagian mampu mendongkrak kinerja, meski ada juga yang melandai karena tertekan secara operasional maupun sentimen sektoral. Emiten konglomerasi yang telah melaporkan capaian per September 2024 di antaranya adalah Grup Barito dan Petrindo milik konglomerat Prajogo Pangestu. Induk Grup Barito, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mengalami penurunan kinerja secara top line maupun bottom line. Pendapatan BRPT merosot 20,85% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) menjadi US$ 1,67 miliar. Kondisi ini menekan laba bersih BRPT yang turun sedalam 25,22% (YoY) menjadi US$ 26,80 juta hingga September 2024.
Baca Juga: Menanti Pemilu AS, Cek Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (4/11) Seperti diketahui, kinerja BRPT ditopang oleh dua anak usahanya, yakni PT PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) di bisnis petrokimia dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) di segmen energi baru dan terbarukan. Dalam periode sembilan bulan 2024, rugi bersih TPIA membengkak 180,16% (yoy) menjadi US$ 59,90 juta. Sementara laba bersih BREN masih mampu tumbuh tipis 1,87% (YoY) menjadi US$ 86,05 juta. Direktur Utama BRPT Agus Pangestu mengungkapkan penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh volatilitas yang berkelanjutan di sektor petrokimia, pemeliharaan pada salah satu unit operasi panas bumi, serta pemeliharaan terjadwal di kompleks petrokimia. "Faktor-faktor ini lebih lanjut mempengaruhi kinerja operasional kami," kata Agus dalam keterbukaan informasi, Kamis (31/10). Tapi, pundi-pundi cuan Prajogo Pangestu bukan hanya dari Grup Barito. Berbeda nasib, kinerja emiten tambang PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) naik signifikan. Pendapatan CUAN meroket 612,76% (YoY) menjadi US$ 546,05 juta. Sedangkan laba bersihnya melejit 162,86% jadi US$ 30,44 juta. Bergeser ke konglomerat lainnya, Anthoni Salim melalui konglomerasi Grup Salim yang tersebar di berbagai sektor. Pada sektor barang konsumsi, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mampu mendongkrak penjualan dan laba bersih. Masing-masing naik 3,64% (yoy) jadi Rp 86,94 triliun dan melonjak 23,72% (YoY) menjadi Rp 8,76 triliun. Performa apik INDF terdongkrak oleh kinerja anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang mengalami kenaikan top line maupun bottom line. "Dalam kondisi ekonomi global yang sedang beradaptasi, Indofood dapat mempertahankan kinerja yang positif di periode sembulan bulan tahun ini," kata Anthoni Salim selaku Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood.
Baca Juga: Intip Saham-Saham Favorit yang Banyak Dikoleksi Asing Selama Sepekan Terakhir Tak hanya Grup Indofood, emiten yang terafiliasi dengan Anthoni Salim lainnya juga meraup cuan. Tengok saja PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang mampu membalikkan rugi Rp 162,18 miliar menjadi laba bersih Rp 442,71 miliar hingga September 2024. Lompatan kinerja juga dialami oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Emiten properti Grup Salim yang berkongsi dengan taipan lainnya, Aguan pemilik Agung Sedayu Group. Laba bersih pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 ini melonjak 91,16% (YoY) menjadi Rp 486,60 miliar. Konglomerat lainnya, Garibaldi "Boy" Thohir memanen cuan dari PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) yang mengalami lonjakan laba bersih 243,85% (yoy) menjadi US$ 33,56 juta. Tapi, performa emiten andalannya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) sedang melandai. Pendapatan ADRO turun 10,64% (yoy) jadi US$ 4,45 miliar, sementara laba bersihnya menyusut 2,47% (YoY) jadi US$ 1,18 miliar. Laba bersih ADRO turun tipis meski anak usahanya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) mampu mendongkrak pendapatan dan laba bersih. Bergerak ke Grup Djarum, performa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih kokoh dengan kenaikan laba bersih 12,76% (yoy) jadi Rp 41,07 triliun. Laba bersih PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) naik tipis 0,82% (YoY) jadi Rp 2,44 triliun, sedangkan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) alias Blibli memangkas kerugian sebanyak 28,62% (yoy) jadi Rp 1,87 triliun. Sementara dari Grup Astra, pendapatan dan laba bersih emiten induknya, PT Astra International Tbk (ASII) kompak menanjak meski dengan level kenaikan yang terbilang mini. Pendapatan ASII naik 2,24% (YoY) jadi Rp 246,32 triliun, sedangkan laba bersihnya tumbuh 0,62% (YoY) jadi Rp 25,85 triliun.
Baca Juga: Mulai November 2024, Saham Ini Masuk Blue Chip, Cek Saran Analis Sebelum Beli Rekomendasi Saham
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamati kinerja emiten dari grup konglomerasi masih bervariasi hingga kuartal III-2024. Performa bisnis secara umum masih dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi, sentimen ketidakpastian global, serta efek dari kebijakan moneter bank sentral. Founder Stocknow.id Hendra Wardana menambahkan, kinerja emiten konglomerasi yang beragam masih cenderung sejalan dengan ekspektasi pasar. Apalagi mempertimbangkan faktor makro ekonomi domestik dan kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil. Secara sektoral, Hendra menyoroti BBCA dari Grup Djarum yang masih menunjukkan stabilitas, seiring dengan kuatnya sektor perbankan dalam menahan tekanan eksternal. Sedangkan kinerja emiten di sektor komoditas bervariasi tergantung dari sentimen harga dan permintaan dari masing-masing komoditasnya. Pada sektor komoditas, Hendra menyoroti performa ADRO dan ESSA milik Boy Thohir. Kemudian Grup Barito dan Petrindo milik Prajogo Pangestu. Sementara itu, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani menilai capaian emiten grup konglomerasi secara umum mampu menunjukkan pertumbuhan kinerja hingga kuartal III-2024.
Baca Juga: IHSG Kembali Terkoreksi di Awal November 2024, Cek Saham yang Banyak Ditadah Asing Dimas mengamati emiten Grup Salim yang secara fundamental mampu membukukan kinerja bisnis yang apik, seperti pertumbuhan pada Grup Indofood. "Strategi investasi setelah laporan kinerja kuartal III-2024 bisa perhatikan emiten-emiten yang mencatatkan pertumbuhan kinerja," kata Dimas kepada Kontan.co.id, Minggu (3/11). Hanya saja, Dimas mengingatkan di samping faktor fundamental emiten, untuk berinvestasi saat ini perlaku pasar juga perlu mencermati tren pasar yang tercermin dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Posisi IHSG yang sedang tertekan masih berpotensi melanjutkan pelemahan terseret oleh arus keluar dana dari investor asing (capital outflow). Pada kondisi seperti ini, sering terjadi false signal seperti false breakdown support maupun false breakout resistance. "Sebaiknya keputusan yang diambil adalah gunakan money management yang baik sembari
wait and see perbaikan data foreign flow dan teknikal IHSG," jelas Dimas. Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project William Hartanto sepakat, pelaku pasar sebaiknya
wait and see terlebih dulu. Apalagi, William melihat kinerja emiten di BEI per kuartal III-2024 secara umum cenderung di bawah ekspektasi pasar. Dus, perlu mencermati lagi berbagai sentimen, terutama pemilihan presiden Amerika Serikat. "Secara teknikal pelemahan berpotensi terbatas, cuman lebih baik menunggu sentimen eksternal mereda dulu," ujar William. Sementara Hendra menilai dalam situasi saat ini pelaku pasar juga perlu mencermati saham-saham emiten grup konglomerasi. Sebab, sejumlah emiten milik konglomerat ini punya kapitalisasi pasar besar (big cap) yang punya bobot jumbo untuk memengaruhi arah IHSG.
Baca Juga: IHSG Tertekan, Cermati Saham-Saham yang Banyak Dijual Asing Selama Sepekan Di antara emiten konglomerasi, di sisa tahun ini Hendra melirik saham emiten energi dan petrokimia. Dia pun menyodorkan saham BRPT, ADRO dan ESSA dengan target harga masing-masing di level Rp 1.300, Rp 4.000 dan Rp 1.090. Selain itu, Hendra merekomendasikan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dari Grup Emtek dengan target di harga Rp 150. Sedangkan secara teknikal, William menyarankan peluang buy on weakness pada saham BBCA, INDF, ICBP, EMTK dan ADRO jika terjadi pelemahan. "Saham-saham ini punya potensi untuk rebound lebih dulu dibanding yang lainnya. Pergerakan arus dana positif dan secara teknikal menunjukkan tren menguat," terang William. Sementara itu, Audi memandang emiten dari grup konglomerasi masih menyimpan potensi yang menarik. Ada tiga faktor pendorongnya. Meliputi permintaan komoditas, aksi ekspansi maupun diversifikasi bisnis, serta potensi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter.
Sebagai pilihan investasi, Audi menyematkan rekomendasi buy untuk saham BBCA dan ASII dengan target harga di Rp 11.150 dan Rp 5.500. Kemudian, trading buy pada saham ADMR, CUAN dan EMTK dengan target harga di Rp 1.520, Rp 9.000 dan Rp 575 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .