Menilik Kinerja Konstituen Indeks Kompas100 di tengah Lesu Pasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks Kompas100 tercatat masih tertekan setelah rilis laporan kinerja emiten di kuartal III 2024. Mengutip laman Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks Kompas100 kinerjanya sudah merosot 4,42% sejak awal tahun alias secara year to date (YtD).

Di sisi lain, kondisi pasar memang tengah lesu. Salah satunya tercermin dari masih derasnya aliran dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia.

Melansir RTI, dana asing sudah keluar dari bursa sebanyak Rp 6,04 triliun dan Rp 8,58 triliun YtD di pasar reguler. Sejumlah emiten konstituen Kompas100 juga tampak dilego besar-besaran oleh asing dalam sebulan terakhir. 


Dari sektor perbankan, ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang dilepas asing paling banyak dalam sebulan terakhir, yaitu Rp 4,3 triliun. Lalu, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilepas asing Rp 1,6 triliun dalam sebulan, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dilego asing Rp 1,2 triliun, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dijual asing Rp 138,5 miliar.

Di luar sektor perbankan, ada PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang dijual asing Rp 268,7 miliar dalam sebulan, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) dilego asing Rp 193,4 miliar, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dilepas asing Rp 174,8 miliar. Kemudian, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dijual asing Rp 110,4 miliar dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dilepas asing Rp 103,3 miliar dalam sebulan terakhir.

Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG untuk Senin (11/11) usai Melemah 2,91% pada Pekan Lalu

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi melihat, terkoreksinya indeks Kompas100 tak terlepas dari respons kinerja konstituennya di kuartal III 2024 yang di bawah ekspektasi pasar.

“Selain itu, kontraksi kinerja indeks Kompas100 juga didorong aksi jual asing terhadap para konstituen,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (10/10).

Misalnya saja, laba bersih dari TLKM turun 30,4% secara tahunan alias year on year (YoY) di kuartal III 2024 dan dilepas asing Rp 1,8 triliun YtD.

Lalu, PT Astra International Tbk (ASII) yang pertumbuhan laba bersih hanya naik 0,63% YoY di kuartal III 2024 dengan net foreign sell Rp 2,75 triliun YtD. Pertumbuhan laba BBRI sebesar 2,44% YoY di kuartal III dan net foreign sell Rp 26,9 triliun YtD.

Kemudian, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengalami penurunan laba 28,2% YoY dan dijual asing Rp 465 miliar YtD. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) laba bersihnya turun 26,9% YoY dan dilepas asing Rp 509 miliar YtD.

Baca Juga: IHSG Jadi Indeks Saham Paling Jeblok Secara Global Hingga Jumat (8/11)

Menurut Audi, faktor ekonomi makro dan kebijakan moneter mempengaruhi kinerja konstituen dalam indeks Kompas100, terutama dalam menekan permintaan dan daya beli, baik dalam negeri maupun global. 

“Sehingga sektor kategori cyclical, seperti keuangan, industri, dan infrastruktur cenderung tertekan dan menekan ekspansi emiten,” paparnya. 

Meski demikian, pemangkasan suku bunga yang dilakukan sejumlah bank sentral, termasuk Bank Indonesia (BI) akan menjadi sentimen positif untuk pasar dalam beberapa waktu ke depan. 

Sehingga, potensi emiten untuk kembali menggeliat terbuka kembali dengan didorong normalisasi cost of fund yang dapat meningkatkan permintaan dan ekspansi dari perusahaan. 

Baca Juga: IHSG Berpeluang Menguat Terbatas Pada Senin (11/11), Cek Rekomendasi Saham Berikut

Di sisi lain, pasca terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) memberikan spekulasi negatif di pasar saat ini. Sebab, kebijakan Trump dikhawatirkan meningkatkan tensi perdagangan internasional, khususnya dengan China. 

Sehingga, pasar juga mengantisipasi jika pemangkasan suku bunga tidak sesuai dengan perkiraan atau bahkan butuh waktu lebih lama dari yang diperkirakan.

“Ini akan berdampak negatif untuk pasar saham, termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Audi meyakini, kinerja indeks Kompas100 masih akan kembali mengalami penguatan hingga akhir 2024 seiring dengan beberapa sentimen di atas dan juga potensi dari kocok ulang portofolio investor menjelang window dressing.

Baca Juga: Begini Proyeksi IHSG di Awal Pekan Depan Usai Melemah 2,91% di Pekan Ini

Dalam 10 tahun terakhir, Audi melihat tren kinerja pasar di bulan November memang berpeluang mengalami penguatan hanya sebesar 30%, tetapi di bulan Desember sebesar 78%.

“Jika berdasarkan analisis teknikal, kami melihat peluang penutupan indeks Kompas100 di akhir 2024 pada rentang level 1.180-1.200 dan untuk IHSG pada level 7.700-7.800,” tuturnya.

Selain sektor keuangan, Audi melihat kinerja sektor bahan baku dan konsumer masih akan menarik. Dari sektor keuangan, Audi merekomendasikan beli untuk BBCA, BMRI, dan BRIS dengan target harga masing-masing Rp 11.150 per saham, Rp 7.200 per saham, dan Rp 3.140 per saham.

Di luar sektor keuangan, Audi merekomendasikan buy untuk ICBP dengan target harga Rp 14.00 per saham. Rekomendasi trading buy diberikan untuk ADMR, EMTK, dan CMRY dengan target harga masing-masing Rp 1.520 per saham, Rp 575 per saham, dan Rp 6.000 per saham.

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Tambang dan Energi Usai Donald Trump Menang Pilpres AS

Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, penyebab utama penurunan kinerja indeks Kompas100 adalah hasil laporan keuangan emiten di kuartal III 2024 yang kurang sesuai ekspektasi. 

“Terutama, dari emiten di sektor komoditas dan energi yang tertekan oleh fluktuasi harga global serta ketidakpastian makroekonomi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (9/11).

Jika dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tekanan untuk indeks Kompas100 lebih berat. Asal tahu saja, IHSG ditutup menguat pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan lalu. 

Pada hari Jumat (8/11) kemarin, IHSG menguat 43,33 poin atau 0,60% ke level 7.287,19. Namun, melansir RTI, IHSG turun 2,91% sepanjang pekan lalu.

Menurut Hendra, kinerja IHSG mendapatkan dukungan dari sektor keuangan yang relatif kuat. 

Baca Juga: Melempem di Pekan Ini, Begini Proyeksi IHSG pada Awal Pekan Depan

“Sementara, sektor teknologi dan properti menjadi pemberat utama bagi Kompas100 akibat pengaruh suku bunga tinggi yang melemahkan daya beli konsumen dan menurunkan aktivitas pembiayaan,” paparnya.

Prospek kinerja emiten Kompas100 di kuartal terakhir 2024 diperkirakan akan lebih positif dengan beberapa katalis yang mendukung. 

Sektor keuangan, teknologi, dan konsumer diprediksi memimpin kinerja indeks ini. Emiten seperti PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) di sektor media berpotensi mendapat dorongan dari peningkatan belanja iklan, sementara sektor perbankan juga akan diuntungkan oleh stabilitas suku bunga. 

Namun, sektor energi dan bahan dasar, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di sektor pertambangan, mungkin akan menekan kinerja indeks Kompas100 jika harga komoditas global seperti nikel tidak pulih signifikan. 

Baca Juga: IHSG Jadi Indeks Saham Berkinerja Terburuk Secara Global Sepekan Hingga Jumat (8/11)

“Potensi pemulihan konsumsi domestik juga membawa sentimen positif bagi sektor konsumer, terutama untuk PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) di bidang pangan,” tuturnya.

Hendra memproyeksikan, IHSG akan berada di kisaran level 7.550-7.700 di akhir tahun 2024. IHSG pun diproyeksikan lebih stabil dibandingkan Kompas100, karena lebih terdiversifikasi sektor emitennya. Sementara, kinerja Kompas100 lebih terkonsentrasi pada emiten besar yang sensitif terhadap perubahan makroekonomi. 

Kinerja IHSG di kuartal IV 2024 diperkirakan mendapatkan dorongan dari sektor keuangan dan konsumer, terutama menjelang akhir tahun ketika belanja konsumen meningkat.

”Sementara itu, sektor teknologi dan energi berpotensi menjadi tantangan bagi indeks Kompas100 di tengah volatilitas harga komoditas dan tekanan eksternal,” ungkap dia.

Baca Juga: Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia bagi SWF dan Perusahaan Konglomerasi Global

Selain sektor keuangan, sektor konsumer tetap menjadi pilihan utama di kuartal IV, baik untuk Kompas100 maupun pasar modal secara keseluruhan. 

Emiten seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) di sektor energi tetap menarik berkat kebijakan energi domestik yang stabil. Lalu, JPFA di sektor pangan juga menarik lantaran menunjukkan potensi pertumbuhan kinerja akibat permintaan konsumsi yang terus meningkat. 

“Sektor konsumer dan energi secara keseluruhan diprediksi mendukung penguatan IHSG hingga akhir tahun,” katanya.

Hendra pun merekomendasikan beli untuk SCMA, ANTM, PGAS, dan JPFA dengan target harga masing-masing Rp 150 per saham, Rp 1.760 per saham, Rp 1.670 per saham, dan 1.875 per saham.

“Dengan melihat target IHSG yang berada di kisaran 7.550-7.700 hingga akhir tahun, investor dapat memanfaatkan potensi upside dari emiten-emiten dalam Kompas100 yang memiliki fundamental kuat dan prospek pertumbuhan menarik,” ungkap Hendra.

Baca Juga: 9 Langkah Elon Musk Sukses Menjalankan Bisnisnya yang Bisa Anda Tiru

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama melihat, pelemahan kinerja indeks Kompas100 dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terkait dengan potensi kemenangan Donald Trump pada Pemilu AS alias Trump Triumph.

Kebijakan proteksionisme di bawah kepemimpinan Trump nantinya akan menyebabkan sentimen negatif di pasar global. Misalnya, terkait wacana kenaikan tarif impor atas produk-produk China.

“Selain dari efek Trump, penurunan consumer price index (CPI) Tanah Air juga melemahkan kinerja konstituen Kompas100. Deflasi ini terjadi selama lima bulan berturut-turut. Kinerja PMI Indonesia juga terkontraksi selama empat bulan berturut-turut,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (10/11).

Untuk prospek emiten konstituen Kompas100 di sisa tahun 2024, kinerjanya akan cukup terdorong dengan adanya Pilkada 2024 pada 27 November nanti.  Lalu, pada akhir tahun 2024, kinerja para emiten juga akan terbantu dengan adanya hari libur Natal dan Tahun Baru.

“Pilkada 2024 dan Natal akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan sekaligus menstimulus konsumsi domestik,” ungkapnya.

Selain itu, sentimen positif juga datang dari The Fed yang kemungkinan masih akan menetapkan pelonggaran kebijakan moneter di akhir Desember 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati