KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliran dana asing masih terus masuk ke pasar saham Tanah Air dalam sebulan terakhir. Melansir RTI, aliran dana asing di pasar reguler sudah masuk Rp 13,7 triliun dalam sebulan terakhir. Pada perdagangan kemarin (12/9), aliran dana asing sudah masuk Rp 1,04 triliun ke pasar saham domestik. Ada 10 emiten yang tercatat mendapatkan derasnya aliran dana asing ini dalam sebulan. Paling tinggi, ada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) yang dibeli asing sebesar Rp 2,8 triliun dalam sebulan terakhir.
Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) yang dibeli asing Rp 2,6 triliun dalam sebulan. PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dibeli asing Rp 2,1 triliun, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI) dibeli asing Rp 1,3 triliun, dan PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) dibeli asing Rp 655,8 miliar dalam sebulan terakhir.
Baca Juga: Kurs Rupiah Menguat ke Rp 15.400 Per Dolar AS, Jumat (13/9) Pagi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM) dibeli asing Rp 618,4 miliar, PT Astra International Tbk (
ASII) dibeli asing Rp 574,4 miliar, PT Sumber Alfaria Trikaya Tbk (
AMRT) dibeli asing Rp 537,6 miliar, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) dibeli asing Rp 471,1 miliar, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dibeli asing Rp 469,7 miliar. Para emiten pun mengalami kenaikan saham dalam sebulan terakhir. Namun, sejumlah emiten harga sahamnya masih turun sejak awal tahun. Misalnya saja, saham BBRI masih melemah 9,61% secara YTD. Saham TLKM masih turun 22,78% YTD dan saham ASII terkoreksi 11,06% YTD. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, derasnya aliran dana asing ke emiten-emiten tersebut karena sebagian besar masih relatif murah dan juga royal membagikan dividen. “Penyebab lainnya karena beberapa saham tersebut masuk indeks global,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (12/9).
Baca Juga: Ini Rincian di Balik Transaksi Jumbo Saham Siloam (SILO) Rp 16,68 Triliun Meskipun kinerja harga saham para emiten tersebut masih belum terlalu kuat. Tetapi nanti harganya akan ikut bergerak mengikuti meningkatnya aliran dana asing yang masuk. “Kecuali jika ada investor lain yang mau keluar dari saham-saham tersebut pada saat bersamaan. Ke depan, harga sahamnya tentu bisa berubah jika harganya dipandang sudah wajar atau
overpriced, paparnya. Aliran dana asing masih akan masuk sampai kabinet pemerintahan baru diumumkan. Jika susunan kabinet sesuai dengan harapan pasar, kemungkinan aliran dana asing yang masuk ini masih akan bertahan. Budi melihat, wajar jika investor asing aktif melakukan jual beli alias
trading di pasar saham. Hal ini karena investasi di pasar keuangan memang memungkinkan melakukan hal tersebut, karena sifatnya tidak langsung atau portofolio. “Hal itu berbeda dengan investasi dengan skema
foreign direct investment (FDI) yang relatif permanen. Menarik investor asing untuk FDI lebih sulit karena banyak pertimbangan, terutama soal politik dan stabilitas nasional. Namun, akan susah juga untuk keluarnya,” tuturnya. Budi memperkirakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang ke level 8.000 di akhir tahun 2024.
Baca Juga: Menguat Tipis, IHSG Bertahan di Atas Level 7.800 pada Jumat (13/9) Pagi Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengamati, aliran masuk dana asing menjadi salah satu penopang paling besar terhadap kenaikan IHSG sejak bulan Juli 2024. Sebagai catatan, IHSG ada di level 7.798 pada penutupan perdagangan kemarin. Selama sebulan, IHSG sudah naik 7,22%. “Alasan utamanya terkait dengan potensi penurunan suku bunga The Fed yang diikuti bank sentral lain di bulan September,” ujarnya saat ditemui Kontan.co.id, Kamis (12/9). Investor asing saat ini juga tengah mencari negara berkembang dengan pertumbuhan di atas 5%. Selain Indonesia, pilihan investor biasanya adalah China dan India. Namun, pertumbuhan perekonomian China saat ini masih ada di level sekitar 4,7%. Sementara, pertumbuhan perekonomian India ada di level 6%-7%. Tetapi, indeks saham mereka dinilai relatif mahal dengan
price to earning ratio (PER) di atas 20%. “Dengan IHSG di sekitar 7.000-7.200 kemarin, rasio PE-nya masih di bawah 15%. Kemudian, di level 7.800 ini PE IHSG naik ke 15%-16%. Aritnya, valuasinya masih murah untuk negara dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%,” ungkapnya.
Baca Juga: Arah IHSG & Rekomendasi Saham Pilihan untuk Akhir Pekan, Jumat (13/9) Martha melihat, asing masih akan masuk ke pasar saham setidaknya hingga bulan Oktober nanti. Jika pembentukan kabinet pemerintahan yang baru bisa berjalan lancar, ada kemungkinan aliran dana asing masih berlanjut hingga tahun depan. “Apalagi, jika ditambah kalau tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik lagi,” tuturnya. Dalam tiga bulan terakhir, sektor yang menjadi favorit investor asing adalah perbankan. Hal ini didorong oleh kinerja emiten perbankan di kuartal II yang lebih baik dari kuartal I. “Sebelumnya, asing menjual saham perbankan karena kinejra kuartal I yang kurang baik. Lalu, ketika ada perbaikan di kuartal II, mereka kemudian mulai beli lagi,” paparnya. Martha memproyeksikan IHSG dapat naik hingga 7.915 di akhir kuartal IV 2024. Sektor perbankan juga dilihat masih akan jadi sektor yang dipilih oleh para investor asing. Martha pun merekomendasikan investor untuk memperhatikan saham BBCA, BBRI, dan BMRI.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Naik, Intip Rekomendasi Saham JPFA, HRUM, ULTJ, PNLF Hari Ini (13/9) Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee melihat, ekspetasi pemotongan bunga The Fed mendorong dana masuk ke pasar berkembang alias emerging market (EM) dan instrumen saham. Selain Indonesia, pilihan investor asing biasanya adalah China dan India. Investor asing melihat China saat ini ekonominya sedang goyah dan India dianggap punya valuasi yang mahal. Sehingga, dana masuk ke Indonesia dan Malaysia. “Indonesia diuntungkan disiplin anggaran, potensi pertumbuhan ekonomi, dan imbal hasil yang tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (12/9). Hans melihat, biasanya dana asing akan masuk ke saham-saham berkapitalisasi pasar besar, seperti BBCA, BMRI, BBRI, BBNI, ASII, dan TLKM. “Hingga akhir tahun 2024, empat saham bank besar dinilai masih cukup prospektif kinerjanya. Rekomendasi sahamnya bisa akumulasi beli, terutama ketika pasar ada pelemahan,” ungkapnya.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham ANTM, BFIN, DOID, UNTR Untuk Perdagangan Jumat (13/9) Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat, ekspektasi akan penurunan tingkat suku bunga The Fed pada pertemuan bulan September ini membuat aliran dana asing masuk ke pasar saham domestik. Pemangkasan suku bunga The Fed nantinya berpotensi akan diikuti oleh penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI). Hal tersebut akan memberikan dorongan yang positif bagi pelaku pasar dan investor. “Sebab, penurunan tingkat suku bunga akan mendorong kenaikan daya beli dan konsumsi yang akan memberikan dampak positive bagi emiten,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (12/9). Sektor yang akan menarik hingga akhir tahun adalah keuangan, properti,
consumer non-cyclical, otomotif, dan energy. Selain itu, dengan adanya hajatan pilkada di bulan November 2024, sektor transportasi dan
consumer cyclical juga akan menarik untuk dilirik investor. “IHSG berpotensi menuju level 7.920 – 8.080 di akhir tahun 2024, dengan tingkat probabilitas sebesar 55%,” ungkapnya
Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham yang Bakal Diuntungkan oleh Program Makan Bergizi Gratis Menurut Nico, ketika akan aliran dana yang masuk, harga saham suatu emiten pasti akan bergerak naik karena ada aktivitas pembelian. Namun, faktor fundamental dan potensi valuasi di masa mendatang juga tetap menjadi pertimbangan para investor.
“Ketika harga saham tidak naik, hal itu bergantung pada cara pembelian dari investor asing. Apakah itu dalam jumlah yang besar dalam sekali beli atau melakukan akumulasi secara bertahap dalam jumlah kecil,” paparnya. Meskipun begitu, saham-saham berkapitalisasi pasar besar seharusnya memiliki kinerja yang baik, sehingga ke depannya kinerja fundamental dan harga sahamnya bisa meningkat. Nico pun merekomendasikan beli untuk BBCA dengan target harga Rp 11.400 per saham, BBRI Rp 5.700 per saham, BBNI Rp 6.150 per saham, TLKM Rp 3.850 per saham, ASII Rp 5.600 per saham, AMRT Rp 3.350 per saham, dan INDF Rp 8.000 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati