KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten holding dari sejumlah grup konglomerasi membukukan kinerja yang bervariasi pada semester pertama 2024. Sebagian mengalami penurunan pendapatan, meski mampu memperbaiki posisi bottom line. Contohnya PT MNC Asia Holding Tbk (
BHIT) yang mengalami penurunan pendapatan sedalam 10,10% secara tahunan atau Year on Year (YoY) menjadi Rp 7,92 triliun. Namun laba bersih induk usaha MNC Grup ini mampu tumbuh 5,49% menjadi Rp 267,89 miliar. Bergeser ke Grup Barito, PT Barito Pacific Tbk (
BRPT) meraup pendapatan sebesar US$ 1,15 miliar atau turun 16,05% (YoY). Namun laba bersih BRPT mampu menanjak sebanyak 13,60% menjadi US$ 34,49 juta.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Teknikal ISAT, AALI dan SMGR untuk Perdagangan Kamis (8/8) Nasib serupa dialami emiten holding dari Grup Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk (
BNBR). Pendapatan BNBR menyusut 8,67% (YoY) menjadi Rp 1,79 triliun, namun laba bersih BNBR melonjak 47,18% jadi Rp 139,83 miliar. Berbeda cerita dengan PT Astra International Tbk (
ASII) yang mengalami penurunan top line maupun bottom line. Pendapatan ASII melandai 1,49% (YoY) menjadi Rp 159,96 triliun, sementara laba bersihnya turun 9,11% ke posisi Rp 15,85 triliun. Berkebalikan dengan induk Grup Emtek, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (
EMTK) yang berhasil menumbuhkan kinerja pada separuh tahun ini. Pendapatan EMTK naik 24,47% menjadi Rp 5,34 triliun.
Baca Juga: Indeks Kembali Menguat, Asing Net Buy, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini dari Analis Emiten yang juga dimiliki oleh Anthoni Salim ini membalikkan kerugian Rp 444,18 miliar menjadi laba bersih sebesar Rp 150,35 miliar. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (
SRTG) juga memperbaiki kinerja dengan memangkas kerugian 96,34% menjadi Rp 446,39 miliar. Sedangkan dari sisi pergerakan saham, mayoritas harga emiten holding merosot jika diakumulasi secara year to date hingga perdagangan Rabu (7/8). Seperti ASII yang menyusut 18,05%, BRPT turun 21,30% dan EMTK yang anjlok 33,22%.
Saham BHIT dan BNBR bahkan tergelincir ke papan pemantauan khusus sehingga diperdagangkan dengan skema
Full Call Auction (FCA). Saham emiten induk yang mampu mendaki adalah SRTG dengan akumulasi kenaikan tipis 4,57%. Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengamati kinerja keuangan maupun pergerakan saham emiten holding juga terkait dengan sentimen sektoral dan performa bisnis inti dari perusahaan induk tersebut. Seperti ASII yang menghadapi tantangan di tengah semakin ketatnya kompetisi pada industri otomotif. Sementara saham EMTK masih landai meski mampu memperbaiki kinerja keuangan. Arjun menduga hal ini karena sentimen negatif yang masih menyelimuti saham di sektor teknologi. "Sedangkan BNBR dan BHIT wajar harga saham anjlok setelah kena FCA," kata Arjun kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8). Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menambahkan, meski mayoritas bisa menumbuhkan laba bersih, tapi secara umum kinerja emiten holding belum sesuai ekspektasi. Di samping strategi bisnis sebagai perusahaan induk, performa emiten holding ikut ditentukan oleh katalis dari sisi makro ekonomi.
Baca Juga: Kinerja Emiten Bank Tertekan di Semester I-2024, Simak Rekomendasi Sahamnya Rekomendasi Emiten Holding Di tengah dinamika ekonomi dan sentimen global saat ini, Sukarno menaksir kinerja emiten holding masih akan menghadapi sejumlah tantangan di sisa tahun 2024. Sedangkan Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah melihat beberapa emiten holding punya peluang untuk memperbaiki kinerja. Fath melirik ASII, yang penjualan mobilnya berpotensi tumbuh usai momentum Gaikindo Indoensia International Auto Show (GIIAS). Kemudian, ada peluang tambahan kontribusi dari segmen komoditas emas anak usahanya, yakni PT United Tractors Tbk (
UNTR). "Penjualan model hybrid bagus di GIIAS, jadi seharusnya masa-masa terpuruknya sudah lewat. Lalu UNTR dari sisi komoditas emas bagus," ujar Fath.
Baca Juga: Wall St Ditutup Koreksi Rabu (7/8), Nasdaq Turun 1% Seiring Penurunan Saham Teknologi Kemudian ada EMTK yang berpotensi melanjutkan pertumbuhan kinerja dengan dorongan dari konsolidasi anak-anak perusahaannya. "Grup ini bisa dibilang tidak terlalu mendapat perhatian besar, tapi berpotensi bergerak positif di semester kedua," imbuh Fath. Sementara itu, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menyoroti minat pelaku pasar yang beragam terhadap emiten holding. Pergerakan saham anak usahanya bahkan seringkali lebih unggul ketimbang induknya. Alasannya karena aksi korporasi dan sentimen sektoral lebih sensitif memapar pada saham anak usaha emiten holding tersebut. "Hampir selalu begitu, (saham) anak usaha lebih diminati pelaku pasar," kata William. Di sisi lain, perbaikan kinerja emiten tetap bisa menjadi sentimen pendongkrak harga sahamnya, seperti pada SRTG. Di antara emiten holding, William pun menyematkan rekomendasi beli untuk saham SRTG dan BRPT.
Baca Juga: IHSG Ditutup Menguat ke Level 7.212, Cermati Saham yang Paling Banyak Dikoleksi Saham SRTG sedang dalam posisi uptrend dengan support di area Rp 1.645 dan resistance pada Rp 1.800. Sementara support saham BRPT berada di level Rp 960 dan resistance pada Rp 1.200. Sedangkan Sukarno menilai ASII masih menarik dikoleksi, apalagi penurunan yang sudah cukup signifikan membuat saham ASII secara valuasi menjadi lebih murah. Saran Sukarno, trading buy ASII dengan target harga Rp 4.740 - Rp 4.830 atau Rp 5.075 sebagai target jangka menengah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto