Menilik Permasalahan Dana Pensiun, Begini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Dana Pensiun (Dapen) di Tanah Air tengah menjadi sorotan, lantaran beberapa perusahaan masuk ke dalam pengawasan khusus regulator. Bahkan, sejumlah Dapen pelat merah dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pengamat Industri Dana Pensiun, Suheri menyampaikan, kewajiban Dapen adalah membayar manfaat pensiun kepada para peserta. Di mana sumber dana untuk membayar tersebut didapatkan dari iuran dan hasil investasi.

“Kalau total perhitungan aktuaria dari perbandingan dengan kewajiban atau liabilitas ini tidak sama jumlahnya atau kurang dari 100% maka dikatakan bahwa dana pensiun itu kurang sehat,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12).


Suheri menjelaskan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Dapen yang masuk dalam pengawasan khusus ini, merupakan Dapen yang berada pada kategori 3. Menurutnya, Dapen dalam kategori ini jika ditutup maka pembayaran kewajiban tidak terpenuhi.

Baca Juga: Menteri BUMN Bakal Bawa Dua Dapen Pelat Merah Lagi ke Kejagung

“Pemantauan khusus itu berarti tingkatnya sudah rendah banget sudah kategori 3. Artinya ini bahaya, seandainya mau dibubarkan tetap tidak terpenuhi kebutuhannya, sehingga ini perlu pemantauan khusus supaya dia bisa sehat kembali,” jelasnya.

Mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) ini membeberkan, agar perusahaan itu sehat kembali maka baik di investasinya atau pendiri harus memberikan suntikan dalam bentuk top up iuran tambahan.

“Seandainya iuran tambahan dikasih pendiri, tapi kenapa hasil investasinya rendah, di sinilah timbul kekhawatiran ini keselahannya apa, apakah investasinya masuk ketempat-tempat yang tidak tepat melalui instrumen yang tidak menghasilkan dengan baik,” terangnya.

Suheri menuturkan, yang perlu dicermati lagi kualitas aset investasi, apakah sudah melewati kajian yang proper dan sudah menghasilkan semua, atau ada aset-aset yang tidak bisa diinvestasikan.

Dia bilang, bisa saja kajiannya sudah proper, analisanya sudah benar pada saat itu keputusannya tepat, jadi hasilnya tinggi. Tetapi dengan perubahan situasi ekonomi, perubahan domestik, lalu perubahan bisnis dan seterusnya bisa saja instrumen tersebut menjadi tidak baik.

“Sehingga itu bisa nyangkut, misalnya di-suspend, di hold dan akhirnya duitnya nyangkut bahkan tidak ada hasilnya. Timbul pertanyaan apakah disitu ada korupsi atau tidak? belum tentu, kan dulu analisanya benar tapi karena situasi berubah namanya bisnis ada risiko,” tuturnya.

Baca Juga: OJK Menyatakan 7 dari 12 Dapen dalam Pengawasan Khusus Milik BUMN

Lebih lanjut, Suheri bilang, bila analisa yang dilakukan tidak tepat mengapa hal itu bisa terjadi, adakah indikasi kesengajaan atau karena tata kelola yang tidak benar.

“Mungkin yang masuk ke Kejagung itu barangkali yang kualitasnya jelek begitu dicek prosesnya gak bener, apakah itu proses kesengajaan oknum atau tidak mengikuti ketentuan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi