Menilik Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, Ekspor BBL Kembali Dibuka untuk Budidaya



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi membuka kembali keran ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur setelah kebijakan tersebut ditutup pada tahun 2021.

Hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portnusspp.) yang mulai berlaku pada 21 Maret 2024.

Baca Juga: Ini 11 Poin Alur Ketentuan Pengeluaran Benih Bening Lobster (BBL)


Berikut beberapa poin penting dalam Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 yang memuat tentang ekspor BBL.

Pada pasal 2 disebutkan bahwa penangkapan BBL dapat dilakukan untuk kegiatan pembudidayaan. Di mana kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri KP dengan mempertimbangkan estimasi potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan.

“Penangkapan BBL hanya dapat dilakukan oleh Nelayan Kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan BBL dan telah ditetapkan oleh dinas provinsi berdasarkan rekomendasi dari dinas kabupaten/kota,” tulis baleid tersebut dikutip Kontan.co.id, Minggu (12/5).

Pada pasal 3, pembudidayaan BBL dapat dilakukan di dalam wilayah negara republik Indonesia dan luar wilayah Indonesia. Selanjutnya, pada pasal 6 menyebutkan, pembudidayaan di luar Indonesia dilakukan oleh investor yang telah melakukan pembudidayaan BBL di Indonesia.

Baca Juga: Punya Prospek Besar, KKP Tawarkan Hilirisasi Perikanan di IABF 2024

“Investor memperoleh BBL untuk kegiatan pembudidayaan dari Badan Layanan Umum (BLU) yang membidangi perikanan budi daya yang telah menandatangani dokumen perjanjian dengan pemerintah Indonesia,” tambah baleid tersebut.

Tak hanya itu, investor harus membuat surat pernyataan kesanggupan melakukan pelepasliaran lobster sebanyak 2% dari hasil panen dengan berat minimal 50 gram per ekor.

Adapun harga patokan terendah BBL di tingkat nelayan ditetapkan oleh Menteri KP berdasarkan usulan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditejen PDSPKP).

“Harga patokan dilakukan evaluasi secara berkala paling sedikit dalam jangka waktu enam bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan,” kata baleid tersebut.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa harga patokan BBL yang dikeluarkan oleh pihaknya sebesar Rp 8.500 per ekor benur.

Baca Juga: Menteri Trenggono Sebut Ada Lima Perusahaan Vietnam Bakal Investasi Budidaya Lobster

“Harga patokan itu teknis ya pak Dirjen sudah melakukan itu semua tentu melalui sosialisasi publik, harga patokan minimal Rp 8.500 (per ekor benur) kalau lebih dari itu ya ngga papa lebih bagus,” ujarnya dalam konferensi pers Indonesia Aquaculture Business Forum, Jakarta, Senin (29/4).

Trenggono mengungkapkan, saat ini terdapat lima perusahaan atau investor budidaya lobster yang berasal dari Vietnam. Menurutnya, mereka sudah mulai melakukan budidaya di wilayah Jembrana, Bali.

“Budidaya tidak bisa diploting disembarang tempat, mereka harus melakukan riset supaya tingkat keberhasilannya tinggi,” ungkapnya.

Trenggono tak menampik bahwa dirinya tak bisa membendung ekspor BBL secara ilegal yang kerap terjadi dari Indonesia keberbagai negara salah satunya Vietnam, meski telah menerbitkan Permen KP Nomor 17 tahun 2021.

“Dua tahun kemudian kita lakukan riset dan seterusnya yang terjadi adalah nggak bisa kita nutup, ada sih sekali dua kali yang ditangkap, tapi yang lolos lebih banyak lagi,” tuturnya.

Baca Juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan 99.648 Ekor BBL di Pulau Rimau

Untuk itu, kata Trenggono, karena tak mampu membendung hal tersebut pihaknya pun mengambil jalan untuk melakukan kerja sama budidaya lobster dengan mitra di luar negeri salah satunya adalah Vietnam.

“Kalau kita ngga mampu lakuin kayak gitu yang terjadi ya mesti harus kerja sama, kolaborasi. Bagi saya paling penting, saya membayangkan bahwa Indonesia 5 - 10 tahun ke depan sama dan setara, bahkan bisa lebih karena kita mempunyai kekuatan di sektor pemijahan secara alam yang jumlahnya cukup besar,” terangnya.

Lebih lanjut, Trenggono menambahkan, benefit yang didapat negara dari ekspor BBL ini akan meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Bayangkan kalau 200 juta (ekor BBL) yang kita izinkan keluar kira-kira kita dapat Rp 600 miliar dari situ,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto