KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan tengah mengincar peluang cuan di bisnis wood pellet (pelet kayu). Wood pellet merupakan hasil pengolahan limbah kayu menjadi serbuk yang dipadatkan sehingga bentuknya menjadi silindris dan bisa digunakan oleh berbagai sektor industri seperti pembangkit listrik, industri makanan, industri kaca dan keramik, dan lain-lain. Bisnis ini akan menjanjikan seiring dengan komitmen negara-negara di dunia untuk beralih menggunakan energi dari yang berbasis fosil ke energi terbarukan ramah lingkungan. Terlebih, target global dalam mencapai target karbon netral atau
net zero emission (NZE) tahun 2050, Indonesia turut menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) modern dengan capaian sebesar 23% dari total energi primer pada tahun 2025 dan 31% pada 2050.
Baca Juga: Shell Menganugerahi Inovasi Mahasiswa dalam Kompetisi Think Efficiency 2023 Pabrik-pabrik wood pellet mulai didirikan oleh beberapa perusahaan. Ada PT Indika Energy Tbk (
INDY) yang menganggarkan dana sebesar US$ 21 juta tahun ini untuk membiayai proyek pabrik wood pellet. INDY memanfaatkan wood pellet karena terbukti lebih ramah lingkungan dan lebih meat jika dibandingkan dengan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan wood pellet juga relatif lebih aman jika digunakan. Rencananya, pabrik wood pellet milik INDY berkapasitas 10 ton per jam dan siap beroperasi pada November 2023. Selain INDY, PT Maharaksa Biru Energi Tbk (
OASA) juga turut mengembangkan proyek bisnis energi terbarukan ini dengan membangun pabrik berbasis biomassa di Bangka, Blora, dan Banten. Perusahaan lain yang turut merambah ke bisnis wood pellet yaitu, PT Sumber Global Energy Tbk (
SGER) yang memasuki bisnis energi terbarukan dengan melakukan penjualan hasil olahan wood pellet. SGER melakukan diversifikasi bisnisnya dengan menjual wood pellet.
Baca Juga: Memiliki Prospek Menjanjikan, Bisnis Jasa Pelabuhan Semakin Ramai Direktur Utama OASA Bobby Gafur Umar mengatakan, saat ini dunia sedang menuju transisi energi terbarukan ramah lingkungan yang telah menjadi mandatory dan hampir seluruh negara di dunia memiliki program untuk melakukan transisi energi. Ia menjelaskan, untuk mencapai energi terbarukan ada tahapan yaitu mencapur batubara dengan bio massa yang diolah dan ditransport untuk menjadi energi. Produk ini untuk di dalam negeri dibutuhkan bagi PLN dengan nama produknya yaitu wood chip sedangkan untuk kebutuhan ekspor produk ini dalam bentuk wood pellet. "Bisnis ini menjanjikan, pasarnya ada di dalam negeri dan di luar negeri untuk diekspor misalnya ke Jepang dan Korea," kata Bobby saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/12). Bobby menuturkan, potensi bio massa di Indonesia termasuk dari kayu, limbah pertanian, dan limbah perkebunan sawit menjadikan bisnis ini bisa menjadi daya saing yang tinggi untuk bisnis energi terbarukan. Saat ini, kata Bobby, ada peningkatan demand untuk wood pellet apabila dibandingkan dengan dua tahun lalu karena adanya program pengurangan pembangkit menggunakan batubara.
Baca Juga: Pembagian Dividen Saham Bisa Tingkatkan Likuiditas Saham Sumber Global Energy (SGER) Oleh sebab itu, OASA tengah menggeber infrastruktur untuk wood pellet. Dua pabrik di Bangka dan Sumatera bagian Selatan akan segera diresmikan. Di Blora dan Banten masing-masing berkapasitas 5.000 ton per tahun untuk tahap pertama. Pabrik di Blora diharapkan akan menghasilkan biomassa yang nantinya akan dipasok sebagai bahan co-firing untuk PLTU Rembang, pertengahan 2024. Pabrik ini dibangun dengan investasi Rp 50 miliar. Selain itu, dengan potensi limbah kehutanan dan limbah pertanian yang berlimpah, pabrik bio-energi di daerah ini akan menghasilkan bio-LNG (bio liquid natural gas) yang rencananya akan diekspor ke Jepang. “Pabrik ini akan mampu menghasilkan sedikitnya 5 MMCFD Bio-LNG per hari, dibangun dengan investasi sekitar 100 juta dolar AS," ujarnya. Di daerah Banten, OASA juga telah menjalin kerjasama dengan sebuah usaha swasta di Kabupaten Lebak untuk membangun pabrik biomassa. Pabriknya akan segera di bangun dengan investasi Rp 50 miliar dan produk biomassa-nya akan dipasok sebagai bahan co-firing PLTU Labuan di Banten. Sementara itu, PT Mitra Biomass International, sebuah perusahaan patungan PT Mitra Investindo Tbk (MITI) dan PT Pima Aset lestari serta Interra Resorces Limited turut berbisnis di bisnis wood pellet.
Baca Juga: Ini Harapan Pelaku Industri Hutan Terkait Program Co-Firing Biomassa Arvin Lambogo selaku perwakilan dari PT Mitra Biomass Internal mengatakan, sebagai produsen bisnis wood pellet ini akan menjanjikan lantaran pembangkit yang menggunakan batu bara harus mengurangi untuk menurunkan emisi. "Wood pellet dibutuhkan bisa dari pembangkit sampai bisa untuk segala industri yang menggunakan energi panas, seperti pabrik tekstil, pabrik makanan," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/12). Seperti diketahui, (MITI) dan PT Prima Aset Lestari (PAL) bersama dengan Interra Resources Limited (IRL) telah menandatangani Perjanjian Pemegang Saham untuk mendirikan perusahaan patungan yang bergerak di bidang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Biomassa pada 9 Oktober 2023. MITI dan PAL bersama-sama akan memiliki 60% saham perusahaan patungan ini dan IRL akan mengambil bagian 40% saham. Pembentukan perusahaan patungan ini bertujuan untuk membangun dan mengoperasikan Pabrik wood pellet di Sumatera dengan target pembangunan dimulai pada awal tahun 2024.
Baca Juga: Mitrabara (MBAP) Dorong Diversifikasi Bisnis Non Batubara Proyek ini ditargetkan beroperasi pada Semester I-2025 dengan perkiraan total nilai investasi sekitar US$ 4,8 juta. Wood pellet sebagai salah satu jenis bahan bakar alternatif Energi Baru Dan Terbarukan (EBT) dapat dikategorikan sebagai produk hijau (green product) dan lebih ramah lingkungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli