Menilik Potensi dan Tantangan Perempuan dan Gen Z Berkarir di Industri Migas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak dipungkiri bahwa mayoritas industri banyak didominasi pekerja laki-laki, termasuk di sektor hulu minyak dan gas (migas). Namun, hal itu juga tidak menutup peluang untuk perempuan berkarir di bidang ini. 

Mira Tripuspita, VP Business Support Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa, memaparkan bahwa perempuan dan generasi Z memiliki peluang untuk bisa berhasil berkarier di sektor energi, meski tantangan juga besar.   Mira, seorang profesional yang berpengalaman lebih dari 27 tahun di bidang human capital dan juga seorang psikolog, menyebutkan salah satu tantangan pertama yang dihadapi perempuan di sektor migas adalah pekerjanya mayoritas laki-laki. 

Meskipun perusahaan memberikan kesempatan yang setara, ia bilang banyak perempuan masih merasa terbebani oleh stigma dan pola pikir mereka sendiri. 


Namun, menurutnya bisa dictais dengan membangun pola pikir. “Perempuan harus percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang mumpuni. Sama dengan keterampilan yang dimiliki laki-laki," kata Mira diskusi bertajuk 'Wonder Women in Oil & Gas Industry' yang digelar di  Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) belum lama ini.

Baca Juga: Di Momen Fun Run, Puluhan Direktur SDM Berbagi Ide Membangun Tenaga Kerja Berkualitas   Ia menggarisbawahi pentingnya mengubah pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan harus memilih antara perempuan bekerja atau ibu rumah tangga.    Untuk mendorong lebih banyak perempuan memasuki industri ini, Kementerian BUMN menetapkan target minimum 20% untuk pemimpin perempuan. "Ini menunjukkan ada dorongan dari sistem untuk memberdayakan perempuan menjadi pemimpin," jelasnya.   Namun, ia juga menyoroti bahwa di institusi yang fokus pada pendidikan teknik, hanya ada sekitar 20 persen mahasiswa perempuan. Artinya, ini menunjukkan perlunya adanya peningkatan partisipasi di bidang akademis.   Mira melihat peluang dalam industri migas sangat luas bagi kalangan perempuna. Tinggal dibutuhkan  ketangguhan mental dan keinginan untuk berkompetisi.    Mira juga menyoroti karakteristik Gen Z yang sering kali terjebak dalam pola over thinking. "Salah satu karakter Gen Z ini adalah banyak over thinking. Mereka punya ambisi tinggi, semua dipikir dan mau diraih. Mau ngopi setiap hari, tapi juga mau punya rumah. Mau healing pakai paspor, tapi ga punya uang.” lanjut Mira.

Baca Juga: Peringati Hari Kartini 2024, Srikandi Taspen Dioptimalkan sebagai Penggerak Finansial   Tapi  menurut Mira, Gen Z belum bisa menyeimbangkan ambisi  dengan realita dimana kelompok ini terbilang mudah menyerah biala cita-cita tingginya tidak tercapai. Untuk itu, ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan yang jelas berjangka panjang, minimal 10 tahun ke depan.   Sementara itu, Asisten Manager Communication Relations Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa, Danya Dewanti, menyampaikan bahwa Gen Z juga belajar untuk menyadari bahwa tidak semua ambisi atau impian akan berjalan mulus sesuai keinginan. 

”Dalam hidup, kadang kita dihadapkan pada jalan buntu. Suka atau tidak suka kita harus menyesuaikan ambisi kita. Menerima kegagalan, belajar dari pengalaman, dan membuat tujuan baru," ujarnya.   Gen Z dikenal rentan dengan fenomena FOMO (Fear of Missing Out/takut ketinggalan), FOPO (Fear of People’s Opinion/takut dengan opini orang lain) dan YOLO (You Only Live Once/kamu hanya hidup sekali).     "Gen Z perlu untuk belajar untuk memahami siapa diri mereka, berdialog dengan diri sendiri,  dan berani untuk menjadi diri sendiri, tanpa harus takut pendapat orang lain dan khawatir ketinggalan. Dalam dunia kerja, Gen Z perlu siap untuk lebih tahan banting, tidak mudah menyerah.” pungkas Danya.  

Selanjutnya: Wall Street Naik, S&P 500 dan Dow Jones Cetak Rekor Didorong Rilis Kinerja Bank

Menarik Dibaca: Resep Brokoli Ayam Jamur si Ide Masakan Sehari-hari yang Praktis Dibuat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk