Menilik Potensi Dividen Perbankan di Tengah Lesunya Kinerja 2025



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lesunya kinerja, bank besar diprediksi bakal tetap loyal membagikan dividen untuk tahun buku 2025 mendatang. 

Sejumlah bank telah menyiapkan diri untuk pembagian dividen, sebut saja Bank Tabungan Negara (BTN). Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu menyebut, pihaknya bakal mengusulkan dividen dengan rasio 25% dari laba tahun buku 2025 nanti. 

“Sama dengan tahun lalu,” kata Nixon kepada Kontan, Rabu (17/12/2025). 


Sekadar mengingatkan, jumlah dividen BTN untuk tahun buku 2024 mencapai Rp 751,83 miliar atau seperempat dari total laba Rp 3 triliun. Asal tahu saja, capaian laba BTN kala itu mencerminkan penurunan 14% secara tahunan (year-on-year/yoy). 

Untuk tahun ini, Nixon bilang bank masih yakin mencapai target pertumbuhan laba di atas 10% yoy, sesuai rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP). Kalau tercapai, laba BTN bakal lebih dari Rp 3,3 triliun. Artinya, besaran dividen yang dibagi bakal mencapai kisaran Rp 825 miliar. 

Sebagai gambaran, per November laba bersih bank only mencapai Rp 2,91 triliun, tumbuh 21,10% yoy.

Baca Juga: BBRI Tebar Dividen Interim Rp 137 per Saham, Simak Jadwalnya

Tak jauh berbeda, CIMB Niaga juga menargetkan pembagian dividen dengan rasio yang sama dengan periode sebelumnya, yakni 60%. Secara profitabilitas, pertumbuhan laba CIMB Niaga per Oktober 2025 terpantau belum agresif, yakni 6,46% yoy menjadi Rp 5,77 triliun. 

Namun begitu, posisi return on equity (ROE) bank yang cukup solid di level 13,5% per September 2025 menjadi basis kemampuan CIMB Niaga menjaga rasio dividen untuk tahun depan. 

Analis BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand menjelaskan, pada dasarnya tekanan perlambatan laba memang lebih berisiko menurunkan nilai dividen secara nominal per saham (dividend per share/DPS) alih-alih secara rasio. 

Abida melihat kelompok bank berkapitalisasi pasar besar alias big banks, utamanya yang berpelat merah, bakal cenderung mempertahankan rasio dividennya di tingkat tinggi tahun depan. 

Demikian pula dengan bank-bank tier dua, yang meskipun menghadapi tekanan margin lebih besar akibat persaingan biaya dana, diprediksi tetap mampu mempertahankan rasio dividen di tingkat tinggi dengan modal inti yang solid. 

Menurut proyeksi Abida, Bank Rakyat Indonesia (BRI) memiliki ruang terbesar untuk mempertahankan rasio dividen tinggi, yakni di level 85%. Pasalnya, kata Abida, bank terbantu kecukupan modal yang kuat di angka 24,02% serta pencadangan yang tebal di level 6,5%. 

“Itu memberikan buffer yang melimpah,” ujar Abida. 

Founder Republik Investor Hendra Wardana menyebut, secara historis bank BUMN memang dikenal sebagai mesin dividen. Pun, imbal hasil (yield) yang ditawarkan tinggi di kisaran 6%–10%, jauh di atas rata-rata pasar dan bahkan bank swasta besar. 

Baca Juga: Amar Bank (AMAR) Putuskan Tebar Dividen Interim, Cek Besaran dan Jadwalnya

Tingginya yield itu, menurut Hendra, tak lepas dari kebijakan rasio pembayaran yang besar mengingat negara menjadi pemegang saham mayoritas dengan kebutuhan setoran dividen rutin. 

Namun tak cuman itu, Hendra bilang penurunan harga saham bank BUMN dalam periode tertentu secara teknis juga mendorong yield jadi lebih tinggi. “Jadi yield besar tidak selalu mencerminkan lonjakan dividen nominal, melainkan juga koreksi harga saham akibat sentimen makro dan sektor perbankan,” jelasnya. 

Nah berkaca dari situ, harga saham yang tinggi dan stabil pada bank swasta, membuat yield yang ditawarkan lebih konservatif. Misalnya saja, pada Bank Central Asia (BCA) yang yield dividennya lebih rendah di kisaran 3%–4%.

Baca Juga: Hadiah Akhir Tahun, BCA Bakal Bagi Dividen Interim Rp 55 Per Saham

Secara keseluruhan, Hendra bilang investor yang mengandalkan pendapatan dividen dapat menjadikan bank BUMN sebagai pilihan utama, terutama saat harga saham berada di level rendah yang membuat yield meningkat secara teknis. 

Namun begitu, investor juga perlu ingat bahwa yield tinggi sering kali datang bersama volatilitas harga dan risiko penyesuaian dividen pada masa depan.

Sebaliknya, bank swasta lebih cocok bagi investor yang mengutamakan stabilitas, kualitas, dan keberlanjutan. 

“Meski imbal hasil tunai lebih kecil, konsistensi dividen dan potensi apresiasi harga saham memberikan kompensasi jangka panjang,” sebut Hendra. 

Baca Juga: Mitigasi Risiko, Pencadangan BTN Melonjak 99,71% di Oktober 2025

Selanjutnya: Pertamina Proyeksikan Kenaikan Demand BBM pada Libur Nataru di Jawa Bagian Barat

Menarik Dibaca: Belajar Parenting Zaman Sekarang, Ini Pendekatan Sampoerna Academy untuk Orang Tua

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News